-MyEnemyMyLover-
Sebenarnya selama ini, Kaili adalah nama yang sering kali Hani bawa ke obrolan di rumah. Ketika Ayah dan Ibu bertanya bagaimana sekolahnya, ia selalu saja bercerita banyak hal. Termasuk tentang si tengil Kaili.
Secara tidak sadar, selama ini Hani membuka jalan bagi orang tuanya untuk mengenal Kaili lewat ceritanya.
"Kamu sampai kapan bertahan nggak suka sama Kaili itu, Han?"
Pertanyaan Ibu barusan langsung membuat Hani menoleh dengan mata memicing, tak suka karena nama Kaili tiba-tiba saja disebut saat ia sedang makan.
Hani tak menjawab apa-apa, lalu Ayah tertawa karena sempat melihat wajah anaknya yang menekuk tadi.
"Langsung bete gitu kalau nama Kaili disebut. Padahal kamu sendiri sering sebut duluan," cetus Ayah.
Netra Hani membesar. Sendok yang masih berada dalam mulutnya, ia keluarkan dengan cepat. Kunyahan Hani terdengar gemas dan bukannya diam, Ayah dan Ibu malah tertawa pelan.
"Ya kan, itu karena Ayah sama Ibu suka nanya aku gimana di sekolah. Hari aku gimana. Nah ya udah, emang Kaili selalu ada di tiap hari aku, mau diapain?" sungut Hani sebelum akhirnya diam.
Tapi Ayah dan Ibu masih tersenyum-senyum, tidak memedulikan kekesalan di wajah Hani.
"Kamu alergi banget sama Kaili, Han?" tanya Ibu lagi.
Hani mengangguk cepat dengan wajah bertambah kesal. "Dia jahil, tengil pula."
Ayah menyikut pelan lengan Ibu, meminta untuk menyudahi pembahasan tentang Kaili karena wajah Hani sudah tidak terkondisi. Gadis ceria itu berubah penuh dengan kekesalan jika bicara tentang Kaili.
"Besok nggak ke sekolah kan, Han?"
Hani menggeleng ke arah Ibu.
"Kalau begitu, malam ini bisa ikut Ayah sama Ibu?" tanya Ibu.
"Ke mana?" tanya Hani dengan mata melirik Ibu.
"Ke lokasi acara Bu Linda, yang pesan katering kemarin," jawab Ibu.
Hani mengangguk. "Tapi jangan lama-lama ya, Bu? Soalnya aku capek banget."
"Capek habis sekolah?" tanya Ayah membuat Hani mengangguk.
"Bukannya capek berantem sama Kaili, Han?"
Hani berdecak mendengar kalimat tanya dari Ibu. Wajahnya menekuk seketika. Dengan gemas, ia memasukkan sesendok nasi ke dalam mulutnya dan mengunyahnya dengan keras sampai mengeluarkan bunyi akibat tabrakan dari gigi.
Disela tawa Ibu dan Ayah, suara kembali terdengar.
"Ibu bercanda, Han. Kalau nggak ada apa-apa, ya biasa aja, dong. Nggak perlu marah," ujar Ibu sejenak melirik Hani.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Enemy My Lover
Teen FictionHani menyadari jika dirinya tidak sempurna, ia masih manusia. Menjadi petinggi salah satu organisasi bergengsi di SMA Gandapatih yang katanya sulit ditembus, tidak membuatnya semata-mata menjadi yang paling baik di antara banyaknya yang terbaik. Keh...