Pagi yang indah, embun menetes dari ujung dedaunan yang kemudian jatuh ke tanah. Meresap ke tanah dan menyatu dengan alam. Udara yang sejuk dan segar memang baik untuk kesehatan tubuh dan juga paru-paru. Maka tak ada salahnya jika bangun pagi setiap hari.
Shinazugawa Sanemi menyibukkan dirinya pagi ini dengan bersiap untuk pergi ke suatu tempat. Bukan tempat latihan, pemandian air panas, atau bahkan kedai ohagi. Sanemi pagi ini akan pergi ke pemakaman. Setelah dari pemakaman, dia hendak menjenguk Giyuu yang di rawat di wastu kupu-kupu. Sejak kejadian saat itu, Giyuu yang terluka berat harus mendapat perawatan intensif. Tapi syukurlah, setelah beberapa hari dirawat, Giyuu sudah pulih dan dalam waktu beberapa hari ke depan sudah boleh pulang.
Disinilah Sanemi sekarang, memandang sebuah nisan batu setinggi dadanya. Sanemi terdiam sejenak melihat nisan itu. Apalagi saat membaca nama yang terukir di sana, Rengoku Kyojuro.
"Selamat pagi, Kyojuro." sapa Sanemi. Dia lalu melepas nichirinnya sebelum akhirnya dia duduk untuk mendoakan Rengoku Kyojuro.
Rengoku Kyojuro adalah hashira bara semasa hidupnya. Namun sayang, Kyojuro gugur di usianya yang masih muda karena dikalahkan oleh iblis bernama Akaza."Sepertinya kau lebih betah di sana ya." Sanemi membuka kedua matanya selesai berdoa, dia kembali memandangi nisan itu. Setelah kematian Kyojuro hingga sekarang, rasanya Sanemi masih belum percaya jika Kyojuro sudah tewas. Semua hashira merasa begitu kehilangan sosok hashira yang sangat menghargai makanan ini. Kyojuro juga seorang yang selalu bersemangat setiap hari semasa hidupnya.
"Ku kira kau hanya bercanda, ternyata tidak ya. Kau harus berada di surga, karena katanya di sana itu terang. Sama seperti dirimu dulu."
Sanemi meletakkan sekuntum lili putih di nisan Kyojuro. Kemudian setelah memasang kembali nichirinnya, Sanemi hendak kembali ke rumahnya."Shinazugawa-san di sini juga."
Sanemi menoleh ke belakang. Rupanya ada seseorang yang juga membawa lili putih.
"Tokito?"
Hashira Kabut, Muichiro Tokito itu mengabaikan suara Sanemi. Ia justru berjalan lurus menuju nisan Kyojuro, lalu berdoa sejenak. Dan setelahnya meletakkan beberapa lili putih yang ia bawa di nisan itu. Muichiro juga berziarah, nampaknya dia juga rindu pada Kyojuro. Namun sayang, rindu itu hanya bisa di sampai kan lewat doa dan bunga di nisan. Semoga doa yang dikirim mampu menembus surga tempat Kyojuro Rengoku berada.Selesai berdoa Muichiro lalu berbalik badan. Sanemi masih ada di belakangnya. Tubuh mungil Muichiro kini berhadapan dengan Sanemi. Mata hijau teduh itu menatap datar wajah Sanemi.
"Apa Shinazugawa-san juga rindu Rengoku-san?"
"Begitulah."
"Kita sudah berdoa. Bukankah itu hal yang baik? Iya kan?"
Sanemi mengangguk. Pertanyaan Muichiro memang terdengar seperti anak kecil. Tapi bagaimana pun, Muichiro sebenarnya memang masih 14 tahun. Dia masih dibawah umur. Muichiro juga sudah menjadi hashira diusianya yang ke 12 tahun. Terlalu muda dan menjadi yang termuda."Mau pulang bersama?" tawar Sanemi.
"Mau." jawab Muichiro cukup senang. Mendengar antusias Muichiro, Sanemi ikut senang. Pasalnya Muichiro sudah banyak berubah sekarang. Dia sudah mulai bisa berekspresi dan mengungkapkan perasaannya. Tidak kaku dan sedingin dulu. Itu karena Muichiro sudah berhasil mengingat siapa sejatinya dirinya itu. Muichiro sudah sembuh dari amnesianya, walau terkadang masih agak susah untuk mengingat. Semuanya butuh waktu untuk pulih bukan?Sepanjang perjalanan, Sanemi dan Muichiro mengobrol banyak hal. Mulai dari menanyakan keadaan Giyuu hingga membicarakan teknik pernapasan masing-masing. Muichiro ini kuat, hingga kadang Sanemi lupa kalau Muichiro masih bisa dikatakan anak-anak dibawah umur.
Sanemi juga terkadang lupa, bahwa Muichiro juga memiliki masa lalu sama kelamnya dengan dirinya. Sosok kuat berambut hitam panjang itu benar-benar kadang membuat orang lupa bahwa dirinya masih anak-anak. Selain itu, merek berdua juga sangat dekat. Sanemi menyayangi Muichiro, dia sudah mengganggap Muichiro seperti adik kandungnya."Shinazugawa-san setelah ini ada kegiatan apa?" tanya Muichiro.
"Hanya ingin menengok Tomioka. Meski dia sudah baikan, aku selalu mengunjunginya setiap hari."
"Ohh, boleh aku ikut?" tawar Tokito pada Sanemi.
"Tentu."
Tokito tersenyum lebar. Dia langsung merangkul lengan Sanemi dan menempel pada hashira angin itu selama perjalanan. Sanemi tidak keberatan, dia justru senang. Tokito juga bercerita tentang masa lalunya, dia juga menceritakan bagaimana bisa dirinya amnesia lalu bisa sembuh sampai seperti ini. Sanemi senang-senang saja mendengarnya, baginya mendengar anak remaja bercerita seperti ini cukup bisa menjadi obat atas kerinduannya pada kelima adik-adiknya yang kini sudah tiada.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAZE MIZU
Fanfiction"Disini, berdua, dalam keheningan malam. Tomioka, ku harap nanti kau akan mengerti." -Shinazugawa Sanemi