SIGN

1.2K 101 58
                                    

Langit yang cerah memang selalu bisa membawa suasana hati menjadi lebih baik. Memberikan semangat kepada siapa saja yang menyadarinya dan melihatnya dengan penuh asa. Hari ini, setelah beberapa hari agak sibuk di rumah, Sanemi kembali ke ladangnya untuk berkebun. Kali ini, ladangnya memang sudah ditanami dengan beberapa jenis sayuran dan tanaman semangka.
Tangan Sanemi yang ulet rupanya memang ahli soal mengolah tanah dan berkebun. Buktinya, Sanemi jarang mengalami gagal panen dan bibit-bibit tanaman yang dia sebar kebanyakan selalu tumbuh dengan baik.

Kali ini, Sanemi berkebun ditemani oleh Giyuu. Padahal Sanemi sudah melarangnya untuk ikut, karena di ladang itu cukup panas dan menguras tenaga. Tapi Giyuu tetap memaksa untuk ikut ke ladang. Dan setelah melewati perdebatan kecil yang disaksikan oleh Muichiro, akhirnya Sanemi mengalah dan membiarkan Giyuu ikut ke ladang bersamanya. Namun dengan janji satu hal, Giyuu tidak boleh memaksakan diri untuk membantunya. Semampunya saja. Persyaratan itu tentu langsung disetujui oleh Giyuu. Lalu disinilah mereka berdua sekarang, sedang berladang bersama.
"Sudah semakin panas, istirahatlah sana." ucap Sanemi sambil menyiangi rumput liar yang ada disela-sela tanaman semangkanya.
"Bukankah masih ada sayuran yang harus ku petik?" jawab Giyuu sambil sibuk memanen sayuran.
Sanemi sontak berbalik, dilihatnya Giyuu masih sibuk memetik-metik sayuran dengan riangnya. Padahal cuaca semakin panas. Sanemi tidak ingin Giyuu terlalu lelah.
"Aku yakin kau tidak lupa dengan janjimu tadi saat di rumah."

Mendengar desisan Sanemi, pundak Giyuu seketika lesu. Dia masih ingin menikmati kegiatannya memanen. Tapi Sanemi sudah cerewet saja sejak tadi. Jujur, telinga Giyuu agak terganggu mendengarnya. Ditambah dengan rupanya Sanemi kini sedang melotot padanya.
Giyuu kemudian berbalik badan, kini mereka berdua saling berhadapan. Dengan Giyuu yang menenteng satu keranjang penuh sayuran, buah dan lobak putih. Ekspresi tak suka terlihat jelas di wajah Giyuu sekarang, rasanya dia ingin marah pada Sanemi yang kadang terlalu posesif padanya. Melarangnya melakukan ini dan itu dengan dalih dirinya tidak boleh terlalu capek. Lalu, jika dirinya tidak boleh capek, apa hanya Sanemi saja yang boleh capek dan melakukan banyak kegiatan, begitu?
"Sanemi-san kenapa selalu melarangku?" tanya Giyuu merasa tidak adil.
Sanemi kembali menghela napasnya, lagi-lagi pertanyaan ini. Dia sudah berulang kali menjelaskan ini pada Giyuu.
"Kau sudah menanyakan ini berulang kali, entah ini yang ke berapa. Jawabanku tetap sama, aku tidak ingin kau kelelahan. Aku tidak ingin kau sakit."
"Aku kan tidak selemah itu, Sanemi-san. Bahkan dari semua rekan Hashira kita dulu, hanya kita berdua yang selamat. Bukankah itu sudah membuktikan bahwa aku ini juga kuat?"
"Aku tahu itu. Tapi maksudk----uhuk!!"
"Sanemi-san!!"

Bruk!

Keranjang yang tadi ada dalam genggaman Giyuu itu spontan terlepas dan jatuh ke tanah saat Giyuu melihat Sanemi tiba-tiba terbatuk hebat. Sanemi masih terus terbatuk hingga membuatnya terduduk di tanah.
"Sanemi-san!!" pekik Giyuu cukup panik. Pasalnya sejak tadi batuk Sanemi tidak kunjung berhenti dan malah terdengar sangat menyakitkan di telinga Giyuu. Ditambah lagi dengan Sanemi yang terlihat sedang menahan sakit di dadanya itu semakin membuat Giyuu cemas.
"Uhuuk! Uhukk!!"
"Sanemi-san, ayo cari tempat yang teduh dulu."
Giyuu lantas memapah Sanemi untuk membantunya berjalan ke pinggir ladang, mereka harus segera berteduh di bawah pohon yang rindang disana.
"Hati-hati, Sanemi-san." ucap Giyuu sambil perlahan membantu Sanemi untuk duduk bersandar di batang pohon.

Sanemi nampak masih menahan dadanya, rasa sakit yang menyerangnya tiba-tiba itu masih ada disana. Rasa nyerinya masih nyata Sanemi rasakan sampai detik ini. Bahkan dia sampai berkeringat dingin sekarang. Giyuu yang cepat tanggap itu dengan sigap membersihkan peluh yang ada di dahi dan pelipis Sanemi dengan telaten menggunakan sapu tangan yang selalu dia bawa. Sapu tangan berbahan halus dengan motif kincir angin di salah satu sudutnya, hadiah dari Sanemi saat panen pertamanya dulu. Dan motif kincir angin itu, Sanemi sendiri yang menjahitnya.
"Sanemi-san, apa masih sakit?" tanya Giyuu yang masih risau setelah dia membantu Sanemi untuk minum.
"Masih terasa. " jawab Sanemi. Dia sendiri bingung kenapa bisa terbatuk sehebat itu secara tiba-tiba.
"Kita istirahat dulu sebentar disini ya, Sanemi-san. Sebentar lagi Muichiro akan datang mengantarkan makanan dan minuman untuk kita."
Sanemi hanya mengangguk, sedikit lemas karena nyeri di dadanya masih sangat terasa meski batuknya kini sudah terhenti.

KAZE MIZUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang