"Hm!?"
"Ada apa, Giyuu-san?"Tanjiro yang tiba-tiba melihat perubahan ekspresi Giyuu itu sontak saja bertanya. Kedua mata Giyuu juga kini menyorot tajam pada dahan pohon yang baru saja bergoyang karena seekor burung baru saja terbang meninggalkan dahan itu. Menyisakan gerakan kasar hingga membuat beberapa daun berjatuhan.
Kedua mata Giyuu masih setia menatap lembaran daun yang berjatuhan itu. Jatuhnya begitu lembut hingga salah satunya mengarah pada Giyuu. Giyuu reflek membuka telapak tangannya, dia menyambut selembar daun itu. Mendarat halus di satu-satunya telapak tangan yang ia punya.
"Giyuu-san, kau baik-baik saja?" tanya Tanjiro memastikan. Mereka berdua sedang istirahat dibawah pohon yang rindang. Hari sudah siang, dan mereka sudah mendapatkan obat untuk Muichiro. Mereka beristirahat dalam perjalanan pulangnya.
'Perasaan aneh macam apa ini?' batin Giyuu. Dia masih memandangi selembar daun itu. Entah kenapa tiba-tiba hatinya merasa resah. Dia juga teringat Sanemi sekarang.
"Giyuu-san?" panggil Tanjiro untuk kesekian kalinya karena sejak tadi Giyuu sama sekali tidak menggubrisnya.
"Aku baik-baik saja. Sebaiknya kita segera bergegas. Perjalanan masih cukup jauh." ucap Giyuu.
"Baik. Aku mengerti." jawab Tanjiro penuh semangat. Dia sudah sangat tidak sabar untuk segera memberikan obat ini pada Muichiro. Tanjiro yang sudah menaruh hati pada Muichiro itu sangat berharap kesembuhan dari Muichiro.
'Sanemi-san, ada apa?' batin Giyuu sambil menutup lembut telapak tangannya itu. Menggenggam selembar daun yang tanpa sengaja ia daratkan di telapak tangannya sendiri tadi.Tak dapat dipungkiri, bahwa jika sudah memiliki ikatan yang kuat, maka ikatan itu akan terbawa bahkan kemanapun perginya. Giyuu yang sudah cukup lama terikat dengan Sanemi itu juga merasakan hal sama. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Datangnya tiba-tiba tanpa permisi. Membuat Giyuu resah dalam pikirannya. Di dalam kepalanya hanya ada satu nama sekarang, Shinazugawa Sanemi. Orang yang begitu ia cintai di hidupnya.
Sementara itu di tempat lain, Sanemi nampak sedang melamun di teras belakang rumahnya. Tatapan hampanya tertuju pada kolam ikan yang jernih di depan sana. Hatinya berkecamuk tak karuan. Dia lepas kendali, dia melakukan kesalahan besar. Begitu ceroboh terbawa suasana hati hingga dengan gampangnya dia mencium Muichiro. Anak itu dalam keadaan sadar dan nampak begitu syok saat Sanemi melakukannya.
"Dasar bodoh! Aku yakin setelah ini, semuanya akan terkuak. Dan aku yakin, Giyuu pasti akan meninggalkanku." ujar Sanemi berspekulasi dengan dirinya sendiri. Dia memperkirakan kemungkinan terburuk. Sanemi yakin, Muichiro pasti akan menceritakan kejadian ini pada Giyuu nanti. Terlebih lagi, anak itu lebih dekat dengan Giyuu daripada dengannya.
"Apa yang harus ku katakan nanti padanya." lirih Sanemi putus asa.Sanemi menghabiskan siang harinya dengan melamun. Sebelumnya, Muichiro yang terlalu syok mencoba menahan diri dan emosinya agar tidak menangis. Dia meminta pada Sanemi untuk membantunya berbaring. Lebih baik jika dia tidur, dia akan menunggu kepulangan Giyuu dengan tidur. Berharap dengan tidur, dia juga bisa melupakan kejadian tak terduga barusan.
Hari pun mulai berganti sore, Sanemi menghela napas panjang. Dia menoleh, kedua matanya melirik kearah kamar Muichiro yang pintunya terbuka. Anak itu masih terlelap dalam selimutnya. Masih dengan posisi yang sama saat terakhir Sanemi membantunya untuk berbaring.
Karena merasa masih memiliki tanggung jawab untuk merawat Muichiro, dengan agak ragu Sanemi melangkahkan kakinya menuju ke kamar Muichiro.
Setelah berada di dalam kamar anak itu, Sanemi hanya berdiri di samping Muichiro yang terlelap dengan napas yang teratur.
"Keadaannya jauh lebih stabil." ucap Sanemi pelan.
Sanemi kemudian mendudukkan dirinya di samping Muichiro. Kedua matanya memandang lurus pada wajah Muichiro. Tidurnya begitu damai, apa mungkin sakitnya sudah agak hilang?
"Bagaimanapun, aku yang akan bertanggung jawab tentang semuanya. Aku pemimpin di rumah ini. Aku tak ingin kehilangan Giyuu, aku juga tak mau kehilanganmu. Aku akan pertahankan keutuhan hubungan keluarga kita di rumah ini." Sanemi menjeda kalimatnya. Dia sudah membulatkan tekadnya.
"Maafkan aku, Mui. Tapi Giyuu dan kau adalah rumah bagiku saat ini. Kalian berdua penting disisa hidupku ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
KAZE MIZU
Fanfiction"Disini, berdua, dalam keheningan malam. Tomioka, ku harap nanti kau akan mengerti." -Shinazugawa Sanemi