06. NONA HANA & TINGKAHNYA

43 27 23
                                    

Saat ini Amel dan Lastri tengah menikmati waktu istirahat makan siang. Menikmati hidangan yang mereka buat yang didominasi oleh makanan goreng.

Keduanya makan di ruang makan rumah utama. Tentu atas izin sang majikan.

Wulan dan Kirana sendiri pergi karena ada urusan. Sementara maid yang lain berada di paviliun. Jadi, di ruang makan itu hanya ada Amel dan Lastri.

Lastri yang teringat sesuatu menghentikan gerakan tangannya ketika hendak mengambil suapan ke sekian. Menatap Amel yang duduk di kursi di depannya. "Aku lupa memberitahumu sesuatu."

Amel mengalihkan pandangan dari piring, menatap Lastri dengan satu alis terangkat.

"Karena kamu akan bekerja di rumah tuan muda, jadi kamu harus tahu hal ini."

"Hal apa?" tanya Amel penasaran.

"Tuan muda memiliki seorang adik perempuan. Namanya Hana Roselina Nirduri, cewek berponi yang mengenakan kebaya di foto yang digantung di ruang tamu. Bulan lalu usianya baru enam belas tahun, tapi karena kepintarannya ia sudah duduk di bangku kelas XII, sekelas dengan tuan muda Geni." Ada jeda sesaat sebelum Lastri kembali melanjutkan, "Nona Hana tipe adik posesif. Dia pernah beberapa kali mengerjai teman perempuan tuan muda yang mampir kemari.

"Jadi, jika dilihat dari sifatnya, kemungkinan besar nona Hana akan menyulitkanmu."

*****

"Apa persediaan es krim di kamar sudah habis, Non?" Pertanyaan Lastri memutus kontak mata antara Amel dengan Hana. Namun, ia hanya mendapat sorot mata datar dari si gadis berponi.

Amel berdiri di depan wastafel, berpura-pura sibuk dengan smartphone-nya. Sesekali matanya mengerling pada Hana.

Sementara gadis berponi itu menjulurkan tangan kanannya ke dalam kulkas, mengambil es krim dengan wadah berbentuk tabung kecil berwarna dominan pink.

Ia membuka penutup es krim, membuang penutupnya ke tempat sampah di samping kulkas.

Mengambil sendok kecil yang tersimpan di dalam kemasan, lalu membuka penutup kedua, dan membuang penutupnya lagi sebelum akhirnya menikmati camilan dingin nan manis itu.

Sesaat netra hitam Hana menyorot Amel sebelum beralih pada Lastri yang tengah menata piring di rak.

Sesuap es krim masuk ke mulut, ia lalu bertanya, "Dia siapa, Bi?" Sembari menunjuk Amel yang masih berpura-pura bermain ponsel dengan sendok es krim.

Sebenarnya Amel ingin memperkenalkan diri, tapi khawatir tak disambut baik. Alhasil niat itu urung terwujud.

Belum sempat Lastri menjawab, seseorang mendahuluinya bersuara. "Namanya Karamel."

Mata ketiga perempuan itu fokus ke satu arah. Ambang pintu. Kirana berdiri di sana, masih setia dengan dress ungu panjangnya.

"Dia ART yang akan bekerja di rumah kakakmu."

Gerakan tangan Hana yang hendak menyuap es krim terhenti di udara. "Ini bukan trik yang Mama gunakan untuk mencarikan kakak calon IRT, kan?"

Tertegun. Namun, Kirana segera menutupi keterkejutannya dengan berkata, "Begini, Sayang …." Ia berlalu mendekati Hana, berdiri di depan gadis berponi itu. Tangan kanannya terulur, mengelus lembut pucuk kepala sang putri.

Kirana lantas menjelaskan, "Papa Amel memiliki hutang dengan papamu. Namun, melihat hubungan persahabatan papamu dengan papa Amel serta jasa papa Amel dulu, kami---Mama, papa, dan oma---sepakat memberi keringanan pada papa Amel--"

"Dengan mempekerjakan anaknya sebagai ART?" potong Hana.

Kirana mengangguk. "Lalu Mama ingat, kakakmu pernah mengeluh perihal dirinya kerepotan mengerjakan pekerjaan rumah. Mama pun mengusulkan agar Amel bekerja di rumah kakakmu. Oma dan papa sudah setuju, sementara kakakmu tadi Mama telepon dan setuju dengan usul Mama."

Wajah Hana tetap datar. Mulutnya kembali terbuka untuk menerima suapan es krim.

Ia menggigit sendok es krim. "Kenapa harus cewek itu yang jadi ART di rumah kakak? Kayak nggak ada orang lain aja."

"Kamu bilang apa, Sayang?" tanya Kirana. Ia hanya mendengar Hana bergumam tidak jelas.

Hana melepas gigitannya pada sendok es krim sebelum menggeleng. "Bukan apa-apa, Ma." Netra hitamnya lantas beralih pada Amel.

Yang ditatap seketika tersenyum kikuk.

Hana kembali menunjuk Amel dengan sendok es krimnya. "Apa dia bisa diandalkan?"

"Dia bisa memasak semua makanan di lis yang Mama buat, menurutmu apakah dia tidak bisa diandalkan sebagai ART?" Kirana balik bertanya.

"Di mataku, dia terlihat seperti cewek lain yang akan kegatelan ketika melihat kakak."

"Hana!" Kirana menaikkan satu oktaf nada bicaranya. "Mama nggak pernah mengajarkanmu bersikap tidak sopan. Cepat minta maaf!"

Hana membisu. Ia menyuap sisa es krim dan membuang wadah kosong beserta sendoknya ke tempat sampah sebelum berlalu menuju ambang pintu.

"Hana, kamu mau ke mana!? Cepat minta maaf kepada Amel terlebih dahulu!"

Hana berhenti di ambang pintu, berbalik, lalu berkata dengan wajah datar, "Sori." Lantas melanjutkan langkahnya keluar dapur tanpa mengucap sepatah kata lagi.

Kirana mengembuskan napasnya pelan. Memaklumi sikap sang putri, tetapi juga tidak membenarkannya. Ia lalu menoleh pada Amel, takut gadis itu tersinggung.

"Hana memang kurang suka dengan orang baru." Amel yang awalnya menatap ambang pintu mengalihkan atensinya pada Kirana.

Lastri? Maid itu memilih menyimak di tempatnya berdiri.

"Jadi, Tante harap kamu tidak memasukkannya dalam hati."

Amel hanya mengangguk. Selain bersabar, memangnya apalagi yang bisa ia lakukan?

"Namun, ada kemungkinan nona Hana tidak akan menyulitkanmu, asal kamu tidak melewati batas teritorinya." Salah satu ucapan Lastri saat makan siang tadi tiba-tiba terngiang di benak Amel.

Gadis itu pun bertekad untuk menjaga "jarak" dengan sang tuan muda. Selain tak ingin diusik Hana, ia juga harus menjaga hatinya agar tidak mendua.

________________

Selasa, 10 Mei 2022

KETIKA ORKAY JADI ARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang