"Pagi." Suara lembut itu mengalihkan atensi sejoli yang tengah sarapan nasi goreng.
"Pagi juga," balas Amel, mengulas senyum simpul. Sementara cowok jangkung di depannya hanya melempar senyum pada gadis berseragam OSIS yang tengah berlalu mendekat.
Tak ada senyum di sana. Hanya wajah datar, ciri khas Hana. Ia lalu duduk di samping sang kakak, tak perlu repot-repot menyiapkan peralatan makan karena sudah tertata rapi di meja.
Seraya melanjutkan sarapan, Amel diam-diam mengerling pada Hana yang tengah mencentong nasi goreng. Apa dia belum mengetahui kabar itu?
Gadis berseragam OSIS dengan rambut panjang digerai ke belakang itu baru mendapat jawaban, saat Hana tengah menuang air mineral dalam gelas kosong. "Apa kalian udah membuka WA? Saat ini lagi rame, topiknya tentang kalian berdua."
Amel tertegun. Jadi, Hana udah tahu? Akan tetapi, kenapa sikapnya begitu santai?
"Mel." Gadis berponi itu memandang Amel, datar.
"Ya, kenapa?" Amel balas memandang Hana, was-was. Tenang, Mel. Hana nggak mungkin berani macam-macam sama lo di depan Wisanggeni.
"Itu bukan Amel." Wisanggeni bersuara, ketika Hana mengangkat gelasnya. Berpikir bahwa sang adik hendak menyiram Amel. "Ada orang lain yang menggunakan WA-nya. Entah siapa dan apa tujuannya, yang jelas orang itu mengincar Amel."
"Sesuai dugaanku," timpal Hana. Ia ternyata menenggak air mineral dalam gelas. Satu teguk, dua teguk, kemudian kembali meletakkan gelas di meja.
Wisanggeni mengembuskan napas lega.
Sesaat, meja makan itu lengang.
"Mel." Sang empunya nama kembali memandang Hana. "Aku saranin, kamu jangan berangkat dulu. Tunggu masalah ini selesai, baru kamu boleh berangkat."
"Geni juga menyarankan hal yang sama, tetapi gue tetap akan berangkat," jawab Amel. Ia sudah tidak berbicara formal sejak Hana menjadi guru privatnya, sesuai permintaan nona mudanya itu.
"Jangan keras kepala, Mel! Saat ini, kamu udah dimusuhi banyak murid SMA Galaksi, khususnya para fans Kakak. Jika kamu berangkat hari ini, entah apa yang akan mereka lakukan padamu."
Amel tersenyum. "Makasih karena udah mengkhawatirkan gue. Namun, di sini gue bukan pihak yang salah, gue juga bukan pengecut. Jadi, apa pun yang menanti di sekolah, gue siap menghadapinya. Terlebih …." Pandangan gadis itu beralih pada Wisanggeni, yang tengah menyuap nasi goreng. "Ada Wisanggeni yang akan melindungi gue. Dia juga sudah menyiapkan rencana untuk menyelesaikan masalah ini."
Hana ikut menoleh pada sang kakak. "Kakak beneran udah punya rencana? Apa aku boleh mengetahuinya?"
Suapan Wisanggeni menggantung di udara. Memandang gadis berwajah datar di sampingnya, dengan seulas senyum. "Tunggu selesai upacara nanti, kamu akan tahu sendiri."
*****
Ini kali pertama Amel mendapat begitu banyak tatapan sinis. Mulai saat ia turun dari mobil Wisanggeni, sampai tiba di depan kelas XII IPA1, yang untuk sementara menjadi kelas XII IPS3. Kedua kelas itu bertukar ruangan, sesuai permintaan Wisanggeni. Ia bertindak demikian demi Amel, agar gadis itu tidak perlu repot menaiki tangga saat hendak ke kelas. Tidak ada yang keberatan dengan permintaannya. Selain mengingat ayah cowok jangkung itu berstatus sebagai donatur utama SMA Galaksi, Wisanggeni juga menjanjikan akan mentraktir mereka di kantin selama Amel belum sembuh.
Meski banyak yang menatap tak suka, tetapi tidak ada yang berani bertindak. Mereka hanya berbicara buruk tentang Amel dengan suara lirih. Itu semua berkat Wisanggeni yang mengantarnya sampai ke kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA ORKAY JADI ART
Teen FictionMenjadi ART? Karamel tak pernah membayangkan hal itu sebelumnya. Namun, siapa sangka, gadis yang akrab disapa Amel itu sungguh menjadi ART demi melunasi hutang orang tuanya. Entah apakah ia akan betah, atau justru menyerah di tengah jalan. _________...