Setelah merasa penampilannya pantas dilihat---rambut panjang tergerai rapi ke belakang, wajah yang cerah setelah dipoles sedikit riasan, serta bau mulut dan badan yang enak dihirup---Amel yang masih berpiyama bergegas menuju dapur. Lantaran belum sembuh, ia masih menggunakan kruk sebagai alat bantu berjalan.
Sesampainya di dapur, gadis itu hanya mendapati sang tuan muda di meja makan, tengah sarapan semangkuk sereal ditemani segelas air mineral.
"Sini, Mel, sarapan," ucap cowok jangkung berkaus abu itu, melempar senyum pada Amel yang berjalan mendekat.
Amel balas tersenyum. Apa dia nggak marah?
"Duduk, Mel," pinta Wisanggeni.
Gadis itu menarik kursi di dekatnya, lalu duduk saling berhadapan dengan sang majikan.
"Gue ambilin mangkok ama gelas dulu," ujar Wisanggeni.
"Gue bisa sendiri, Gen."
Namun, cowok jangkung itu tak menggubris. Bahkan, ia juga menuangkan sereal dan air mineral untuk Amel.
Sikap ramah Wisanggeni membuat Amel semakin tak enak hati. "Maaf, gue nggak bermaksud membentak lo tadi."
Wisanggeni menggantung suapannya di udara, lantas kembali meletakkan sendoknya di mangkuk. "Lo lagi kedatangan tamu bulanan ya?"
"Eh!?" Amel dibuat terkejut. "Dari mana lo tahu?"
"Nebak aja." Wisanggeni kembali menyuap serealnya, sebelum berkata, "Lo nggak perlu minta maaf. Lagian, nggak gue masukin ke hati kok. Cuma rada kaget aja tadi."
"Maaf," ucap Amel, masih tak enak hati.
"Udah. Sekarang, lo makan tuh sereal, agar perut lo nggak kosong."
Gadis itu menurut. Namun, belum sempat mengambil suapan pertama, niat itu urung oleh ucapan sang majikan. "Gue sama Hana mau jalan-jalan. Lo nggak apa-apa ditinggal sendirian di rumah?"
Lagi, Amel dapat menanggkap kekhawatiran Wisanggeni. Andai lo datang sebelum Galang, gue pasti udah lama jatuh cinta sama lo, Gen.
Ia tersenyum simpul. "Gue akan baik-baik aja di rumah. Jadi, silakan menikmati jalan-jalan kalian.
"By the way, berbicara soal Hana ... adek lo itu ke mana? Ini udah jam tujuh lebih, tapi kenapa batang hidungnya belum kelihatan?"
"Dia masih tidur di kamarnya. Efek begadang tadi malam."
"Hana semalam begadang? Apa dia sengaja nungguin kepulangan lo?" terka Amel.
Seraya mengunyah sereal, cowok jangkung itu mengangguk.
"Lalu, kenapa jam segini lo udah bangun? Setahu gue, cowok yang begadang lebih susah bangunnya ketimbang cewek yang begadang."
"Karena gue udah terbiasa bangun pagi, termasuk di hari libur," jawab Wisanggeni.
Cowok jangkung itu menyelesaikan sarapannya terlebih dahulu. Sebelum beranjak dari kursi, ia memungkasi, "Kalo udah selesai, tinggal aja mangkok ama gelasnya di meja. Nanti gue yang beresin." Lantas, membawa mangkuk dan gelas bekas pakainya menuju wastafel dapur untuk dicuci.
*****
Satu jam kemudian
"Inget, lo jangan kerja dulu! Tunggu lo sembuh, baru kerja!"
Ini sudah ketiga kali Amel mendengarnya, semenjak Wisanggeni mengatakannya kemarin. Kedua kalinya ketika selesai sarapan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA ORKAY JADI ART
Ficção AdolescenteMenjadi ART? Karamel tak pernah membayangkan hal itu sebelumnya. Namun, siapa sangka, gadis yang akrab disapa Amel itu sungguh menjadi ART demi melunasi hutang orang tuanya. Entah apakah ia akan betah, atau justru menyerah di tengah jalan. _________...