Cowok jangkung itu tersenyum. "Senang bisa melihat lo di sini, Amel."
Karena tak ada respon, Galang mengerling pada sang pacar. Ia terkejut mendapati gadisnya seolah-olah baru saja melihat hantu.
Galang kembali mengalih pandang pada si cowok jangkung yang tengah berjalan mendekat. "Lo punya hubungan apa sama Amel?"
Tanpa menghentikan langkah, si cowok jangkung balas bertanya, "Kenapa lo nggak tanya sama cewek yang berdiri di samping lo itu?"
Ia berlalu melewati Amel dan Galang, berhenti sejenak di ambang pintu. Meminta sang pramusaji untuk pergi, juga meminta sepasang kekasih itu ikut masuk untuk berbicara di dalam.
Pramusaji itu menurut. Ia meninggalkan Amel dan Galang yang masih di teras Layanan Konsultasi Cinta Kamojo.
Pertanyaan si cowok jangkung membuat Galang menatap Amel curiga. "Cowok itu bukan selingkuhanmu, kan?"
Mendengar itu, Amel balas mengerling tajam. "Jangan sembarangan bicara! Dia Wisanggeni, majikan aku!" Ia lalu menyusul si cowok jangkung yang sudah masuk terlebih dahulu.
Galang tertegun. Cowok itu tak tahu kenapa Wisanggeni bisa ada di Kamojo. Firasatnya hanya tahu, Amel pasti berada dalam masalah.
*****
Galang menutup pintu sesuai perintah Wisanggeni sebelum berlalu menuju salah satu kursi panjang yang menghadap timur.
Duduk di samping Amel yang duduk dengan kepala menunduk sembari kedua tangannya meremas rok yang ia kenakan.
Gadis itu menoleh ke samping ketika tangan kanannya digenggam lembut oleh Galang.
"Jangan khawatir, ada aku di sini," ucap Galang sembari tersenyum.
Amel balas tersenyum kecil, tapi masih enggan menegakkan kepala.
Masih sambil menggenggam tangan Amel, Galang mengalih pandang pada Wisanggeni yang duduk di kursi panjang lain di seberang ruangan. "Kenapa lo bisa ada di Kamojo? Bukankah lo harusnya kerja di alfamaret?"
Wisanggeni mengerutkan kening. Sedetik kemudian, ia mengerti. Amel pasti sudah memberitahu informasinya pada cowok itu.
"Gue emang kerja di alfamaret, tapi setiap Senin sampai Jumat. Sementara pada malam Minggu gue manggung di Kamojo bersama Hana.
"Grup kami bernama The Mask, beranggotakan Hana sebagai vokalis dan gue sebagai gitaris merangkap vokalis."
Amel sedikit menegakkan kepala. The Mask? Dua orang bertopeng itu? Pantas aja mereka terlihat familiar. Ia kembali menunduk ketika Wisanggeni menangkap basah dirinya tengah mencuri pandang.
"Oh, iya, Amel, apa lo nggak mau mengenalkan cowok yang duduk di samping lo?" tanya Wisanggeni berbasa-basi.
Dari Kirana, ia sudah tahu identitas Galang, juga hubungannya dengan Amel.
Belum sempat Amel menjawab, Galang sudah mendahului. "Galang Pratama, anak kedua dari Keluarga Pratama, sekaligus pacar Amel.
"By the way, karena kita sudah bertemu, biarkan gue bicara atas nama Amel. Tolong, jangan terlalu mengekangnya.
"Minimal, biarkan Amel sesekali jalan-jalan. Dia butuh healing, nggak bisa disuruh mendekam di rumah doang. Apalagi disuruh kerja terus menerus."
Huft
"Gue bukan penjajah Belanda atau Jepang yang mempekerjakan orang secara rodi atau romusa.
"Mengenai healing, gue juga sudah memikirkannya. Setiap akhir pekan pada akhir bulan, Amel boleh jalan-jalan, tapi gue harus ikut."
"Kenapa lo harus ikut?" Galang mewakili Amel bertanya demikian.
Lagi-lagi Wisanggeni mengembuskan napas pelan. "Amel tinggal di rumah gue, jadi dia sudah menjadi tanggung jawab gue.
"Terlebih kedua orang tua gue juga sudah berjanji pada ortu Amel untuk menjaga anak mereka. Jika sampai Amel kenapa-napa, bagaimana kami bisa menjelaskan pada kedua orang tuanya?"
Galang hendak protes lagi, tapi kedahuluan Amel membuka mulut. "Udah, nggak apa-apa meski cuma sebulan sekali."
Lantas beralih menatap sang tuan muda sembari tersenyum kikuk. "Makasih untuk pengertiannya."
Amel tiba-tiba berdiri. Gadis itu berlalu menuju Wisanggeni sebelum membungkuk di depannya. "Maaf, gue sudah melanggar aturan! Gue mohon, jangan mengadu pada nyonya atau oma!
"Soalnya gue nggak mau dipecat! Gue masih mau membantu ortu gue melunasi hutang!" Suara lantang Amel sarat akan permohonan.
Galang berlalu menghampiri Amel. Ia ikut andil memohon untuk sang pacar meski tidak ikut membungkuk. "Tolong maafin Amel. Lagian jika bukan karena bantuan adek lo, Amel mana berani melanggar aturan."
Amel berdecih dalam hati. Membantu apanya? Jelas-jelas dia mencoba menjebak gue! Bisa-bisanya nggak ngasih tahu gue bahwa dia dan Wisanggeni manggung di Kamojo setiap malam Minggu!
"Udah, nggak perlu memohon lagi. Tenang, gue nggak akan mengadu pada mama atau oma.
"Mengenai bantuan Hana, gue juga udah tahu dari orangnya langsung. Sekarang kalian kembali duduk sana! Masih ada sesuatu yang ingin gue bicarakan dengan kalian."
Amel kembali menegakkan tubuh, tapi ia masih bergeming di tempat. "Lo sungguh nggak akan mengadu pada nyonya atau oma?"
"Duduk dulu!" tegas Wisanggeni.
Amel menurut. Bersama Galang, ia berlalu menuju bangku yang tadi mereka duduki.
Gadis itu kembali duduk dengan kepala menunduk. Namun, kali ini ia tampak lebih tenang.
"Gue emang nggak akan mengadu pada mama atau oma, tapi gue nggak mau hal ini terjadi lagi. Cukup sekali aja, jangan ada yang seterusnya.
"Ngomong-ngomong, lo beruntung karena gue yang menangkap basah lo, Amel. Jika sampai mama yang menangkap basah lo, mungkin masalah ini nggak akan selesai dengan mudah."
Amel menegakkan kepala. "Memangnya nyonya sering kemari untuk kencan dengan tuan Bram?"
Kening Wisanggeni berkerut mendengar pertanyaan Amel. "Lo belum tahu siapa pemilik kafe ini?"
Amel menggeleng.
"Pantes lo berani malam mingguan di sini. Asal lo tahu, kafe ini adalah milik mama.
"Beliau biasanya ke kafe setiap seminggu sekali, tapi bukan untuk kencan dengan papa, melainkan untuk meninjau kinerja setiap karyawan di kafenya."
Jawaban Wisanggeni membuat Amel terkesiap. Ia tiba-tiba teringat ketika Kirana menyebut dirinya sebagai pemilik salah satu kafe ternama di Bandung.
Saat itu Amel tidak terlalu mendengarkan Kirana. Ia terlalu fokus pada Wulan yang tengah bercerita tentang butiknya.
Hana juga pasti sengaja nggak ngasih tahu gue perihal mamanya sebagai pemilik Kamojo! Setelah malam ini, Amel tidak akan memercayai Hana lagi.
"Apa hanya itu yang ingin lo bicara, kan?" Pertanyaan Galang menarik atensi Amel dan Wisanggeni.
Hening menyelimuti sebelum terpecah oleh perkataan si cowok jangkung, "Apa lo nggak mau pindah ke SMA Galaksi? Dengan begitu, lo bisa sering bertemu dengan Amel tanpa membuat pacar lo melanggar aturan."
___________________
Jumat, 3 Juni 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA ORKAY JADI ART
Teen FictionMenjadi ART? Karamel tak pernah membayangkan hal itu sebelumnya. Namun, siapa sangka, gadis yang akrab disapa Amel itu sungguh menjadi ART demi melunasi hutang orang tuanya. Entah apakah ia akan betah, atau justru menyerah di tengah jalan. _________...