29. RESTU HANA?

11 5 0
                                    

Suara pintu terbuka mengalihkan atensi Amel dari smartphone-nya. Di depan pintu, Wisanggeni berdiri dengan menggendong tas sekolah Amel di dada. Ia tak sendiri, melainkan bersama Bima---cowok itu sedang bersandar di tiang bangunan, tak jauh dari pintu UKS.

"Udah waktunya pulang, Mel," ucap Wisanggeni.

"Iya, gue tahu."

"Mau gue bantu turun?"

Sebagai jawaban, Amel turun dari ranjang UKS dengan mulus, meski hanya dengan satu kaki. "Nggak perlu." Ia meraih sepasang kruknya lantas berjalan mendekati sang majikan.

"Thanks udah bawain tas gue. BTW, gue bawa sendiri aja tasnya," ujar Amel begitu sudah berdiri di depan sang majikan.

"Biar gue aja yang bawa tas lo."

"Gue bisa membawanya sendiri, Gen."

"Jangan keras kepala." Seketika, Amel membeku mendengar suara Hana.

Semenjak foto adegan romantis dadakannya dengan Wisanggeni tersebar----salahkan seorang siswi kelas XI yang iseng memotret mereka lalu mengunggahnya ke grup kelas XI dan berakhir tersebar hingga grup kelas X dan XII---Hana adalah sosok yang tak ingin Amel temui, meski mustahil untuk menghindari nona mudanya itu.

Sosok Hana lalu muncul di samping Wisanggeni. "Biarin Kakak aja yang membawa tasmu, sementara kamu cukup berhati-hati saat berjalan menggunakan kruk."

Amel tersenyum kikuk. Hana pasti sedang memperingatkan gue. Setenang mungkin, ia berucap, "I-iya, gue bakal berhati-hati, kok."

"Kapan Hana perhatian sama gue?" celetuk Bima. Namun, sang empunya nama tak menggubris. Sementara Wisanggeni dan Amel hanya mengasihaninya dalam hati.

"Kak." Panggilan Hana mengalihkan atensi ketiga orang tersebut. "Aku ke parkiran dulu. Kalo kalian masih mau ngobrol di sini, silakan. Akan tetapi, jangan membuatku menunggu lama." Ia pun berlalu pergi.

Tinggalah Amel dan Wisanggeni lantaran Bima memilih menemani Hana. Mungkin, cowok itu akan menbujuk Hana lagi agar mau pulang bersama.

Sepeninggal mereka, Amel dan Wisanggeni duduk di ambang pintu.

Seraya memakai sebelah kaus kakinya, Amel bertanya, "Gen, apakah Hana udah melihat foto itu?"

Wisanggeni menoleh pada gadis di sampingnya. "Apa lo khawatir?"

"Begitulah. Gue khawatir, dia akan menyusahkan gue saat lo nggak lagi di rumah."

Cowok jangkung itu menepuk pelan bahu Amel, mengalihkan atensinya dari sepatu yang tengah diikat. "Kalo Hana berani menyusahkan lo, tinggal kasih tahu gue. Lo juga bisa memberitahu mama atau oma. Gue jamin, mereka pasti membantu lo."

Amel tersenyum, senang mendengarnya. Kendati demikian, gadis itu tak berharap Hana menyusahkan dirinya.

*****

Dua jam berlalu semenjak keberangkatan Wisanggeni ke tempat kerjanya, tetapi belum ada gangguan dari Hana.

Bukannya berharap. Justru sebaliknya, Amel berharap Hana tidak pernah mengganggunya.

Namun, harapan gadis berpiyama dengan motif bunga itu pupus ketika ia menerima sebuah pesan WA dari nomor asing.

'Temani aku menonton TV di ruang keluarga.
'Hana.'
19.17

KETIKA ORKAY JADI ARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang