Minggu pagi
Amel tengah mengepel ketika smartphone-nya bergetar pendek---membuat volume lagu yang ia setel otomatis mengecil.
Ketika dicek, ternyata ada pesan masuk dari sang majikan.
Wisanggeni
online'Lekas mandi!
'Nanti, temani gue pergi ke Permata Suci untuk menjenguk Ara.'
06.47Menjenguk Ara? Benak Amel dibuat curiga. Ia mengenal nama yang Wisanggeni sebut.
Mutiara Putih---atau yang akrab dipanggil Ara---ialah anak termuda di Panti Asuhan Permata Suci, seorang gadis berusia empat tahun yang sangat senang jika rambutnya dikepang dua.
Mungkinkah ini triknya buat PDKT-in gue? lanjutnya dalam hati.
Amel lekas membalas, tanpa melepas earphone nirkabel yang menyumbat telinga kirinya.
'Emangnya, Ara kenapa?'
06.48Satu menit kemudian, pesan balasan tiba.
'Kemarin, Ara keracunan makanan dan harus dirawat di rumah sakit.
'Gue barusan mendapat kabar bahwa dia sudah dibawa pulang setengah jam yang lalu. Jadi, hari ini, gue berencana ke Permata Suci untuk melihat keadaannya.'
06.49Benarkah Ara keracunan makanan? Amel masih belum sepenuhnya percaya.
Gadis itu hendak membalas, tapi kedahuluan Wisanggeni mengirim pesan terbaru.
'Nggak ada penolakan!
'Saat gue nyampe di rumah, lo harus udah siap berangkat! Kecuali lo mau kehilangan pekerjaan.'
06.49Amel melotot tak percaya. "Segitunya, lo pengen gue ikut?"
Ia lantas mengirim pesan balasan.
'Tapi, pekerjaan saya masih banyak. Ini saya baru aja mulai ngepel.'
06.50'Bisa dilanjut nanti. Kalo perlu, gue bantu ngepel.'
06.50Amel tak punya pilihan selain menerima ajakan Wisanggeni. Setelah berbalas pesan, ia kembali menyimpan smartphone-nya di saku hoodie.
Huft
"Kayaknya, gue harus mencari tahu, apakah Wisanggeni sungguh menyukai gue?"
*****
Tiga puluh menit kemudian
"Maaf lama," ucap Amel, begitu masuk ke mobil Wisanggeni. Duduk di kursi depan sebelah kursi pengemudi, sesuai perintah sang majikan.
Hari ini, Amel tampak kasual. Baik make up maupun gaya berpakaiannya---gadis itu mengenakan midi dress cokelat muda, dipadu padankan dengan sling bag dan flat shous krem.
Demikian pula dengan Wisanggeni. Ia tampak kasual dalam balutan hoodie hitam berlengan pendek dan jin panjang abu-abu sebagai bawahan.
"Nggak apa-apa," jawab cowok jangkung itu. Tangannya meraih plastik fotokopi di dasbor mobil. "Buat lo."
"Apa ini?" tanya Amel seraya menerima pemberian Wisanggeni. Ia mengambil isinya---puluhan lembar fotokopian yang dibagi beberapa kelompok dengan klip kertas. Di bagian atasnya, masing-masing diberi judul mata pelajaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA ORKAY JADI ART
Teen FictionMenjadi ART? Karamel tak pernah membayangkan hal itu sebelumnya. Namun, siapa sangka, gadis yang akrab disapa Amel itu sungguh menjadi ART demi melunasi hutang orang tuanya. Entah apakah ia akan betah, atau justru menyerah di tengah jalan. _________...