41. TRAGEDI

9 3 0
                                    

Siapa yang tidak kecewa ketika tahu orang yang tercinta berbohong begitu lama? Yang jelas itu bukanlah Amel. Ia kecewa begitu mengetahui kebenaran itu.

Gadis itu tidak menyangka, dirinya "ditumbalkan" kedua orang tuanya demi hutang budi sang ayah, Alfa.

Dulu, ternyata bukan Dirgantara yang diselamatkan Alfa, justru Alfa-lah yang diselamatkan oleh Digantara. Membuat ayahnya itu berhutang budi, hingga tega mengiyakan permintaan sang sahabat untuk menjodohkannya dengan Wisanggeni.

Tujuan adanya perjodohan itu … demi mencegah hubungan terlarang antara Wisanggeni dengan Hana, yang justru membuat Amel lebih kecewa.

Ia menampar Wisanggeni sebelum bergegas ke kamar. Tidak lupa mengunci pintu. Masa bodoh dengan kekasihnya itu yang tidak menyerah mengetuk pintu sembari memohon maaf dan diselingi penjelasan.

Pada malam itu juga, Amel pulang ke Jakarta, dijemput sang ayah yang dituntut menjemputnya, setelah terlebih dahulu dituntut untuk menjelaskan perihal perjodohan bodoh itu.

*****

Mengurung diri di kamar, itu yang Amel lakukan dari semalam. Bedanya dengan Hana, ia masih mau makan, meski enggan makan bersama kedua orang tuanya. Sampai sekarang, gadis itu masih mengambek pada mereka, sampai-sampai malas diajak mengobrol.

Namun, dibanding kedua orang tua Amel, yang paling menyedihkan adalah Wisanggeni. Semalam ia bukan hanya ditampar, tetapi juga diputuskan oleh sang kekasih. Bahkan diancam akan ditabrak, jika masih menghalangi gadis tercintanya itu pulang.

Wisanggeni yang tak patah arang mencoba menghubungi Amel, tetapi hasilnya nihil. Setiap panggilannya tidak diangkat, semua pesannya pun tidak dibalas.

Masih enggan menyerah, cowok jangkung itu mencoba menghubungi orang tua Amel. Berhasil memang, tapi nihil karena sang pujaan hati enggan mengobrol, meski cuma sepatah kata.

Tidak berhenti di situ, Wisanggeni pergi ke rumah Amel sehabis salat Subuh. Akan tetapi, hasilnya pun nihil, Amel tidak mau bertemu dengan dirinya. Bahkan, pujaan hatinya itu mengancam akan mogok makan, jika ia masih tidak segera hengkang dan masih berani datang ke rumahnya.

Namun, kekecewaan sudah membuat Amel lupa dengan pribadi Wisanggeni yang keras kepala.

Di bawah langit pagi yang mulai mendung pada hari Sabtu ini, cowok jangkung itu berdiri di halaman rumah dua lantai di depannya, memandang pintu kaca yang tertutup gorden merah di balkon.

Ia menarik napas panjang. "AMEEEL!" Teriakannya sukses mengalihkan atensi orang-orang di sekitar. Bukan hanya yang tengah berlalu-lalang, tetapi juga tetangga yang masih berada di dalam rumah.

Akan tetapi, si pemilik kamar tidak merespons. Justru kedua orang tua gadis itu yang bereaksi.

"Geni, kami tahu kamu sangat ingin menemui Amel, tapi Amel-nya sedang mau sendiri. Tolong, beri dia waktu sampai mood-nya membaik," ujar Mama Amel.

"Setelah mood-nya membaik, kamu bisa menemuinya." Papa Amel menambahkan.

Wisanggeni menggeleng. "Maaf, Om, Tante, aku nggak mau menunggu terlalu lama. Aku takut, cintanya padaku menghilang ketika waktu itu tiba." Pandangannya lalu kembali pada balkon, sebelum berseru lantang, kembali memberi penjelasan, "AMEL, AKU SUNGGUH NGGAK BERMAKSUD MEMISAHKANMU DENGAN GALANG! BAHKAN, AKU BERNIAT MEMBATALKAN PERJODOHAN KITA, BEGITU AKU TAHU KAMU UDAH PUNYA PACAR!"

Sekali lagi, ia menarik napas panjang. "TAPI, MAMA BERKERAS, MEL! MEMINTAKU UNTUK MELANJUTKAN PERJODOHAN KITA! AKU YANG CUMA ANAK ANGKAT, NGGAK ENAK MENOLAK PERMINTAAN MAMA! AKAN TETAPI, AKU JUGA NGGAK MAU MENDAPATKANMU DENGAN CARA CURANG! ALHASIL, AKU MEMINTA GALANG PINDAH KE SMA GALAKSI, YANG TERNYATA SUDAH BERENCANA DEMIKIAN!"

KETIKA ORKAY JADI ARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang