23. RAHASIA WISANGGENI ( 2 )

19 5 0
                                    

Delapan belas tahun yang lalu

Rumah utama, ruang makan

"Bunda."

Wulan menunda suapan pertamanya. Wanita bergaun merah panjang itu mengalih pandang pada sang anak, pria berkemeja kotak-kotak berwajah rupawan yang duduk di depannya.

"Ya, kenapa?"

Pria itu---Dirgantara---mengerling pada Kirana. Hal yang sama juga dilakukan oleh wanita bergaun ungu panjang yang duduk di sampingnya itu.

Dirgantara berucap lirih, "Ayo, katakan keinginanmu."

"Lah, kok, aku? Harusnya kamu yang bilang!" balas Kirana, tak kalah lirih. Namun, tetap mampu didengar oleh sang suami.

Polah tingkah pasutri di depannya ini membuat Wulan penasaran. "Kalian bisik-bisik apa, sih?"

Dirgantara dan Kirana kembali menatap Wulan.

"Anu … Bunda, boleh nggak kalo kami mengadopsi anak?" Kirana akhirnya bersuara.

Wulan membeo, "Mengadopsi anak?"

Kirana mengangguk. "Ini udah dua tahun semenjak pernikahan kami, tapi kami belum juga mendapat keturunan.

"Jadi, semalam, aku dan Mas Tara sepakat untuk mengadopsi anak guna memancing keturunan. Bunda mengizinkan kami untuk mengadopsi anak, kan?"

Wulan kembali meletakkan sendok di piring. Air mukanya berubah serius. "Jika kalian ingin mengadopsi anak, bersumpahlah untuk menyayanginya, layaknya menyayangi anak sendiri.

"Juga, tidak membedakannya dengan anak sendiri, jika seandainya kalian memiliki anak. Paham!?"

"Itu berarti … Bunda setuju!?" tanya Kirana, memastikan.

Wulan mengangguk. "Tapi, dengan syarat, nama anak itu harus dari Bunda." 

*****

"Maaf, Nyonya. Jika boleh tahu, kenapa oma menamainya 'wisanggeni'?" sela Amel.

Smartphone Wisanggeni sudah berpindah ke tangannya. Cowok jangkung itu yang memberikannya, begitu selesai mengobrol empat mata dengan sang ibu.

"Kamu dengerin dulu ampe selesai, ya, Cantik!" tegur Kirana. Dirinya tidak suka disela ketika tengah berbicara.

"Maaf," ucap Amel.

Kirana kembali menegur, "Lain kali, jangan menyela lagi, ya."

Gadis itu hanya mengiyakan.

Kirana lantas kembali melanjutkan, "Selesai sarapan, kami lalu pergi ke Permata Suci. Tak lupa, kami memberitahu pihak panti terlebih dahulu.

"Sesampainya di sana …."

*****

"Anak siapa ini, Bi?" tanya Kirana pada wanita berdaster panjang motif bunga yang membukakan gerbang.

Wanita yang sedang menggendong bayi yang tengah terlelap itu bernama Laras. Ia adalah salah seorang pengurus di Panti Asuhan Permata Suci.

"Nyonya mau nyoba gendong?" tawar Laras.

Mata Kirana seketika berbinar. "Boleh?"

KETIKA ORKAY JADI ARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang