23.Kemarahan

1.1K 55 0
                                    


.......**.......


Siang ini di sebuah taman, seorang gadis berdiri dengan gugup. Ia sesekali mengigiti kuku jarinya dengan deru nafas yang tak beraturan. Ia menatap sekelilingnya seperti tengah mencari keberadaan seseorang, dari arah balik pohon tiga orang gadis yang sedari tadi ia tunggu muncul dengan gaya busana yang agak berlebihan. Mereka semakin mendekat ke arah Syhiera, tanpa sadar gadis itu sedikit melangkah mundur karena takut. Ia lalu menyodorkan sebuah amplop cokelat berisi selembaran uang berwarna merah. Ia berhasil memintanya pada pak Eko. Syhiera hanya berharap jika hal ini tidak akan menjadi masalah nantinya.

"I-ini uangnya"

"Ambil Ran" perintahnya pada Rani, Rani segera mengambil amplop itu lalu memberikannya pada Yuna

"Bener 20 juta kan?" Ia membungkuk sedikit dan memiringkan wajahnya, untuk melihat wajah Syhiera yang tertutup oleh rambut karna menunduk.

"Iya, kalo lo gak percaya lo bisa hitung sendiri"

"Gak perlu, gue percaya kok, Oke thanks yah" Yuna lalu beranjak pergi dari sana, namun Syhiera memegang tasnya yang sontak membuat Yuna marah lalu mendorongnya.

"UDAH GILA YAH LO!! KALO TAS MAHAL GUE RUSAK GIMANA HAH?" bentaknya pada Syhiera yang sudah terduduk di atas tanah

"Lo gak bakal sebarin video itu kan?"

"Tergantung sikap lo ke gue gimana"

"Gue mohon Yun,lo jangan sebarin video itu"

"Apaan sih lo, lepasin gak tangan kotor lo dari kaki gue" Yuna kemudian menarik kakinya dan menendang bahu milik Syhiera.

"Gue udah kasih apa yang lo mau,jadi tolong hapus video itu"

"Lo pikir uang segitu cukup? Gue bakal minta lebih banyak lagi dari ini. Jadi, siapin diri lo eh uang lo deng hahahaha,yuk guys" ia kemudian tertawa bersama kedua orang temannya lalu benar-benar beranjak pergi dari sana. Syhiera yang mendengarnya hanya bisa menangis berusaha berdiri dan membersihkan beberapa daun yang menempel di bajunya.

Dia segera pulang dan masuk kedalam kamarnya, sebelum itu ia sempat berpapasan dengan Kenzo. Namun anak itu memilih untuk menghindari kakaknya terlebih lagi Kenzo yang terlihat tidak perduli akan kedatangannya.

Namun sikapnya itu membuat Kenzo menaikkan sebelah alisnya, tumben sekali gadis itu tak menyapa dirinya, pikir Kenzo

Skip

Syhiera berdiam diri di depan meja belajar miliknya, ia mengela nafas beberapa kali setiap memikirkan video itu fokusnya hilang entah kemana, terkadang ia akan merasa cemas dan ketakutan, ia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga berkali-kali untuk mengembalikan fokusnya dan menenangkan dirinya, namun bukannya merasa tenang ia semakin merasa cemas.

Akhirnya ia berdiri dari duduknya menuju balkon untuk menghirup udara malam sekaligus melepas stress yang dirasakannya.

Ketika ia berdiri disana entah kenapa otaknya berfikir untuk melompat dari atas. seperti ada bisikan-bisikan lirih di telinganya agar menyuruhnya untuk mengakhiri hidup. Andai saja Reinan tak melihatnya, ia mungkin benar-benar akan melompat, kedua tangannya bahkan sudah berada di pembatas balkon dan satu kakinya sudah bersiap untuk memanjat. Seketika kesadarannya kembali.

"Kamu ngapain berdiri di situ?" Berjalan mendekati Syhiera

"Eh abang, aku ngerasa sesek aja di kamar. Jadi kesini deh buat nyari angin"

"Kamu di cari Ayah di bawah. Ra, kamu gak bikin masalah lagi kan?"

"Gak kok, hari ini aku belajar seperti yang Ayah suruh, kenapa emangnya bang?" Ia bertanya kepada kakaknya karna tumben sekali Ayahnya mencari dirinya. Ia bahkan tak merasa berbuat salah dan menurut seperti yang Ayahnya suruh. Tapi mungkinkah ini masalah uang itu? Semoga saja bukan batin Syhiera

"Gak tau, tadi mukanya kayak marah gitu, udah sana turun, Mungkin cuman pengen nasehatin kamu aja"

"Iya aku turun"

Anak itupun turun dengan Reinan di belakangnya. Dia semakin dibuat heran karna disana bahkan ke tiga kakaknya yang lain sudah ada di ruang keluarga bersama sang Ayah. Tak biasanya mereka berkumpul seperti ini kecuali di meja makan terlebih lagi ketiga kakaknya itu menatap dirinya dengan tatapan yang tak bisa ia artikan. Ia pun berjalan dan duduk di sebelah Leon tanpa mengetahui apapun.

"Tumben kita ngumpul kayak gini, Ayah hari ini juga pulang cepet. Ayah capek gak? Aku pijitin yah" ia mendekat pada sang Ayah dan hendak memijit lengannya namun seketika tangannya di tepis.

"Jangan sok baik sama Ayah hanya untuk menutupi perbuatan kamu"

"Maksud Ayah apa? Iera gak ngerti"

"Jangan basa-basi, Ayah muak mendengarnya"

"Tapi aku bener-bener gak ngerti maksud Ayah"

"Kamu apakan uang 20 juta itu?, Kamu memintanya dari sekertaris Ayah bukan?"

Deg, ia tak bisa menjawab pertanyaan Ayahnya. Kekhawatirannya menjadi kenyataan.

"Bahkan baru beberapa hari Ayah kasih kamu jatah bulanan, apa itu tidak cukup?"
Pertanyaan-pertanyaan dari Abigail tak ada yang bisa ia jawab satupun. Ia terdiam dan mengigit bibir bawahnya.

"Ayah tidak pernah mengajarkan kamu untuk menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang tidak penting. Hanya karena kita kaya itu bukan menjadi alasan untuk kamu berfoya-foya diluar sana"

"JAWAB!!! Mulut kamu bukan pajangan, Ayah tanya kamu untuk apa uang sebanyak itu?"

"Jawab dek, kalo kamu diam kayak gini abang gak bisa bantu" ucap Leon agar adiknya itu mau mengatakan yang sebenarnya

"bang Leon bener. gak biasanya juga kamu kayak gitu kan, Jujur yah?" Bujuk Keinan

"U-uangnya aku pake b-buat...buat..i-itu..buat.." sambil tergagap-gagap ia mencoba untuk mencari alasan yang tepat namun pertanyaan mendesak dari Ayahnya tak bisa membuat pikirannya jernih. Ia tak mampu menemukan alasan itu.

"Baiklah jika kamu tidak mau mengaku,biar Ayah yang akan buat kamu mengaku"

Perkataan dari Ayahnya sontak membuatnya dan keempat kakaknya membelalakan mata. Seolah-olah mengerti apa yang di maksud dari Ucapan sang kepala keluarga itu.

"Ayah jangan gini, adek pasti punya alasan, dia itu anak baik-baik. Aku mohon dengerin dia dulu" bujuk Leon, namun pria itu bergeming. Abigail ditulikan oleh marah. Ia menepis tangan Leon dan menatap anak itu tajam.

Suasana menjadi lebih suram. Aura yang di pancarkan laki-laki itu membuat Syhiera merinding. Seperrinya ini akan menjadi malam yang berat untuknya. Namun dia sudah mempesiapkan diri, ia tahu hal ini pasti akan terjadi. Semoga saja besok ia masih bisa menghirup udara pagi.

.
.
.
.
.
.
.

Huuuufffttt capek juga yah bikin 1 chapter doang😣😣😌

Ayah, Peluk Aku Sekali SajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang