41.Mimisan

1.6K 63 2
                                    


......**......


Kejadian sore tadi membuat Keinan benar-benar murka,ia hampir saja akan memukul Ayahnya sendiri jika Leon tak menahan lengannya. Mereka bahkan sudah jengah akan sikap Ayahnya yang begitu arogan terhadap adik perempuan mereka satu-satunya. Namun apa boleh buat, tak ada yang bisa menentang kekuasaan pria itu di rumah ini. Sekalipun mereka melawan itu hanya akan sia-sia saja.

Malam ini mereka berkumpul di meja makan seperti biasa. gadis itu awalnya menolak untuk ikut, karena ia teringat akan larangan sang Ayah beberapa minggu yang lalu. Namun keempat kakaknya tetap memaksa, bahkan setelah telapak tangannya di obati oleh Reinan, Keinan bahkan menggendongnya turun dan mendudukan gadis itu di kursi makan dekat Kenzo.

"Aku makannya dikamar aja deh bang, kalo Ayah liat aku disini nanti Ayah marah, Aku gak mau buat Ayah marah lagi, hari ini pasti dia udah capek banget habis kerja"

"Udah tenang aja, nanti abang yang ngomong sama Ayah" ucap Keinan berusaha menenangkan adiknya.

"Jangan deh, kalo abang yang dimarahin Ayah gimana? Aku gak mau abang kena marah cuman karena belain aku doang"

Ia sedikit berdebat dengan kakaknya, hingga sosok pria dingin dengan aura yang gelap datang dan membuat mereka terdiam seketika. Pria itu langsung menatap tak suka pada seorang gadis yang duduk manis dengan pandangan tertunduk di depannya.

"Bukankah Ayah sudah menyuruh kamu untuk makan di kamar saja?"

"Malam ini doang Yah, biarin adek makan bareng kita. Diakan baru aja pulang dari rumah sakit, pasti dia pengen semeja sama kita"

"Keinan bener Ayah, buat malam ini doang kok, besok adek bakalan makan di kamar deh" Ucap Leon menambahi, barangkali pria itu mau mengerti.

"Ayah tidak perduli. berdiri dan ke kamar kamu sekarang, Nanti bibi yang akan mengantarkan makanan kamu" jelasnya. Gadis itu hanya menurut kemudian tersenyum tipis ke arah Keinan dan menggeleng pelan saat pria itu hendak mencoba membuka mulut.

Ia berjalan menuju kamar dan mulai duduk dikursi belajarnya kemudian mengambil beberapa buku pelajaran yang cukup tebal itu. Ia berusaha menggenggam pulpen dengan tangannya yang diperban. Anak itu meringis sembari menahan rasa sakit pada tangannya akibat ulah sang Ayah sore tadi. Perban yang tadinya putih bersih kini berubah jadi merah darah di bagian telapak tangannya akibat dipaksa untuk menulis. Namun ia tak memperdulikan semua itu, sesekali ia akan mengibaskan tangannya untuk menghilangkan rasa sakit yang dirasa meskipun itu tak membantu sama sekali.

Tok tok tok

"Non makan malamnya"

"Gak deh bi, bawa turun lagi aja aku gak laper" teriaknya dari dalam, awalnya ia dan asisten rumah tangga itu sempat sedikit berdebat hingga akhirnya wanita paruh baya itu memilih untuk mengalah kemudian meninggalkannya dan turun ke bawah.

Ia menghela nafas dan mengerjapkan mata beberapa kali untuk mengusir rasa kantuk yang mulai datang. Gadis itu sudah duduk disana sekitar 3 jam yang lalu, namun ia masih berusaha untuk mengerjakan soal-soal pada buku itu. Lagi-lagi darah segar mengalir dan menetes mengenai buku tulis di hadapannya, ia mengambil selembar tissue lalu di gulung untuk menyumbat hidungnya kemudian mengelap noda darah pada buku dengan tangan dan lanjut mengerjakan soal-soal tersebut.

Rasa sakit pada punggungnya membuat anak itu tak fokus, keringat dingin mulai bercucuran, tiba-tiba suhu tubuhnya menjadi panas dingin. Syhiera mencoba menahannya namun semakin ditahan semakin ia merasakan sakit dan aneh pada tubuhnya. Mungkin memang karena dia sudah sangat kelelahan, Jadi Syhiera memutuskan untuk menyudahi aktifitasnya saja dan hendak berjalan menuju kasurnya untuk beristirahat. Namun baru ia berdiri dari kursi anak itu tiba-tiba terjatuh dan tak sadarkan diri.

Skip

Pagi hari tiba, Syhiera terbangun dari tidurnya dengan perasaan bingung, namun seketika ia teringat kalau semalam dirinya pingsan, jadi wajar saja jika ia tertidur di lantai bukannya di atas kasur. Dan untungnya semalam kakaknya tidak ada yang melihat. Anak itu segera berdiri dan bersiap-siap untuk ke sekolah. Memoleskan sedikit liptint ke bibir mungilnya agar tak terlihat terlalu pucat meskipun wajahnya berkata sebaliknya.

"Pagi abang, pagi Ayah" sapanya manis saat baru sampai dan hendak duduk sarapan bersama. Namun Ayahnya lagi-lagi melarang dan menyuruhnya untuk segera berangkat dengan alasan terlambat.

"Tidak usah sarapan. Siapa suruh kamu tidak bangun lebih awal, ini sudah jam berapa kamu mau terlambat?"

"Ya elah Yah baru juga jam 07.00, masih ada 30 menit lagi" kata Keinan menyela, anak itu memang paling berani dengan Ayahnya dibanding saudaranya yang lain.

"Kamu pikir 30 menit itu tidak berarti? Dia bisa memakainya untuk belajar" kata Abigail sambil mengelap mulutnya dengan tissue karena sudah selesai dengan aktifitas sarapannya.

"Bi tolong ambilin kotak bekel dong" perintah Leon pada asiten rumah tangganya.

"Bawa bekel aja yah, nanti di makan pas di kelas" ucap Leon lembut dan mulai memasukkan beberapa lembar roti dengan selai cokelat di tengahnya ke kotak bekal yang tadi ia minta. Gadis itu hanya mengangguk lemas dan mengambil bekal itu dari Leon kemudian memasukkannya ke dalam tas.

Sebenarnya ia merasa kurang enak badan hari ini, tapi karena tak ingin membuat kakaknya khawatir jadi ia berusaha menyembunyikan kondisinya sebaik mungkin. Ia hanya berharap hari ini berjalan sesuai keinginannya dan ia tak pingsan atau mimisan lagi.

.
.
.
.
.
.
.

Lanjut besok yah gaiss, maaf kalo suka up tengah malem hehehe...have a nice dream lopyuuuuu😘😘❤️❤️💕💕💕

Ayah, Peluk Aku Sekali SajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang