44.Deja Vu

1.2K 63 12
                                    


.......**.......

Sampainya di rumah,anak itu tak berhenti mencoba. Saat ia pulang dari sekolah bersama Keinan dan Reinan. Syhiera kemudian berlali ke kamar sang Ayah sambil mendekap sebuah rapor miliknya.

Tok tok tok

"Ayah, aku boleh masuk gak?" Tanya anak itu hati-hati takut mengganggu kegiatan sang Ayah. Cukup lama ia berdiri di sana namun tak ada jawaban. Jadi ia memutuskan untuk masuk begitu saja.

"Untuk apa kamu kemari?, Kamu tidak lihat kalau Ayah sedang sibuk?" Ucapnya dengan suara berat khas milik laki-laki itu.

"Maaf yah,aku cuman mau nunjukin ini ke Ayah" sambil menunduk ia kemudian menyodorkan rapor miliknya.

"Ayah, lihat deh aku peringkat 3. Akhirnya ak-" ucapannya terpotong.

"Terus kamu sudah bangga?, Jangan kasih lihat Ayah sampai kamu mendapat peringkat 1" katanya, pria itu masih enggan untuk menatap putrinya dan hanya terfokus pada berkas-berkas di hadapannya.

"Lihat abang-abang kamu, mereka selalu mendapat juara satu. Coba saja Reinan dan Keinan tidak berada dalam satu kelas yang sama maka Keinan juga akan mendapat peringkat 1. Bahkan nilai mereka hanya selisih satu angka. Sedangkan kamu, baru peringkat 3 saja sudah bangga" katanya panjang lebar, gadis itu hanya mematung di tempatnya. Padahal ia sudah membayangkan bahwa Ayahnya akan senang dan mulai menerima kehadirannya. Namun semua bayangan itu sirna seketika.

"Keluar dari ruangan saya sekarang, saya bahkan tidak ingin melihat wajah menyedihkan kamu itu" mendengar ucapan sang Ayah, hati gadis itu benar-benar remuk ia mencoba menahan air matanya.

"A-aku ada salah apa sama Ayah sampai Ayah segitu bencinya sama aku? Aku selalu berusaha buat jadi anak yang baik. Tapi Ayah gak pernah lirik aku sedikitpun, Ayah pukul aku untuk kesalahan yang bahkan gak aku lakuin, Aku berusaha gak benci Ayah dan selalu nerima semua perlakuan Ayah ke aku" luntur sudah pertahanannya, ia tak mampu lagi membendung air mata yang sedari tadi ditahannya. Ia bahkan masi mencoba untuk berbicara sehalus mungkin pada pria itu agar dia tak melukai perasaannya. Syhiera mencoba mengungkapkan seluruh isi hatinya yang ia pendam selama ini.

"Sekali aja Ayah lihat Aku. Aku bahkan gak ngerti alasan kenapa sikap Ayah kayak gini. Aku udah mikirin ribuan kali dimana letak kesalahan aku, tapi satupun, satupun aku gak bisa nemuin alasan itu Ayah hiks hiks...kenapa?" Katanya panjang lebar, tapi pria itu enggan untuk berbicara bahkan untuk hanya sekedar menatap saja Abigail tak sudi seperti ia benar-benar sudah tak perduli dengan putrinya.

"Dulu aku dapet peringkat 7 aja Ayah udah seneng, dan muji kerja keras aku meskipun waktu pengambilan rapor Ayah gak pernah ada buat aku, dan selalu bunda yang ambilin dan sekarang digantiin sama pak Eko, aku gak akan protes hal itu. Tapi boleh gak Ayah nerima aku dan sayang sama aku kayak dulu lagi?"

"Keluar dari sini" hanya itu yang mampu dia ucapkan

"A-ayah..."

"SAYA BILANG KELUAR DARI SINI!!!" ucapnya marah sambil melemparkan sebuah asbak rokok yang terbuat dari tanah liat itu dan mengenai ujung alis milik putrinya. Gadis itu meringis dan berlari meninggalkan ruangan sang Ayah sambil berderai air mata.

Syhiera terus berlari menaiki tangga dan menuju kamarnya, anak itu bahkan tak menghiraukan ke tiga kakaknya dan tetap berlari melewati mereka yang berada di ruang tamu sambil menatapnya dengan heran.

Braakkk!!!

Ia membanting pintu dengan kasar membuat ketiganya berlari untuk menyusulnya ke kamar, pasalnya anak itu tidak pernah bertingkah seperti itu jadi wajar saja ketiganya merasa sangat khawatir dengannya saat ini.

"Dek..kamu kenapa? Cerita yuk sama bang Keinan" bujuk Keinan namun tak ada jawaban

"Kamu gak apa-apa kan?"

"Gak apapa, boleh gak aku sendirian dulu hari ini?" Ucapnya dari dalam sana. Mereka yang mengerti langsung beranjak pergi meninggalkan kamar adiknya itu.

Skip

Makan malam tiba,namun gadis itu tak kunjung turun. Leon yang baru pulang pun menanyakan keberadaan sang Adik, namun Reinan menjelaskan pada pria itu tentang kejadian sore tadi. Leon yang mendegarnya hanya bisa mengelah nafas panjang.

Gadis itu masih terduduk di pinggir ranjang, sambil menaruh wajahnya di sela-sela lututnya. Bahkan kini darah pada ujung alisnya itu nampak sudah mengering karena terlalu lama dibiarkan.

Akibat terlalu lama menangis, gadis itu merasakan kering pada tenggorokannya, Syhiera kemudian memutuskan untuk turun dan mengambil segelas air. Namun saat keluar dari kamarnya, ia bertemu Kenzo yang juga kebetulan hendak keluar. Anak itu nampak rapi dengan balutan jaket kulit hitam serta celana Jeans berwarna senada dengan jaketnya.

"Abang mau balapan?"

"Iya"

"Oohh, hati-hati" ucapnya singkat membuat Kenzo keheranan, pasalnya anak itu akan melarangnya jika tahu kalau dia akan balapan, namun malam ini ia hanya mengucapkan kata hati-hati.

"Tumben"

"Tumben kenapa?'

"Tumben aja kamu gak ngelarang"

"Yah percuma juga kan? Abang bakal tetep pergi sekalipun udah aku larang" betul juga apa yang gadis itu ucapkan, Kenzo akan tetap pergi meski Syhiera sudah melarangnya.

"Itu kenapa?" Tanyanya saat gadis itu hendak melewati dirinya.

"Jatoh"

"Bohong" gadis itu hanya tersenyum kikuk saat Kenzo berkata seperti itu.

"Sini abang obatin"

"Gak usah, biar aku aja"

"Jangan menolak"

"Nanti abang di cariin temen abang loh"

"Gak apa-apa, kamu lebih penting" finalnya lalu menarik lengan adiknya memasuki kamar dan mulai mengobati lukanya.

"Kayak deja vu yah" ucap gadis itu tiba-tiba.

"Jangan luka lagi, abang selamanya gak akan bisa ngobatin kamu"

"Gak lama kok, nanti juga abang bakal berhenti ngobatin aku" kata gadis itu sambil tersenyum, namun tidak dengan hatinya. Ia merasa seperti hancur di dalam sana.

.
.
.
.
.
.
.

Makasih yang udah nungguin.. makasi juga vote sama komennya, aku seneng banget bisa interaksi sama readers aku😭😭💖💕

Ayah, Peluk Aku Sekali SajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang