Part 06
Di ruang kepala sekolah, Arya mengetuk pintu dengan ragu, karena ia yakin bila dirinya akan ditegur oleh atasannya tersebut. Itu karena ia sudah bertindak kekanak-kanakan dengan cara memohon pada pembeli tanah untuk tidak menghancurkan sekolah, rasanya juga mustahil bila ia akan dimengerti dan dipahami semua orang terlebih lagi kepala sekolah.
Arya sendiri sadar sepenuhnya, bila apa yang dilakukannya tadi cukup berlebihan, namun hati nuraninya sebagai guru tentu saja ingin melakukan yang terbaik untuk para murid-muridnya. Walaupun ia tidak berniat membenarkannya, tapi setidaknya ia pernah berusaha berjuang.
"Assalamualaikum," salam Arya penuh keraguan sembari menatap ke arah kepala sekolah yang tampak tak tenang.
"Wa'alaikum salam. Silakan masuk, Pak."
"Iya, Pak." Arya memasuki ruangan tersebut lalu duduk di hadapan kepala sekolah dengan perasaan tak karuan.
"Ada apa ya, Pak? Kenapa Anda memanggil saya? Apa ada masalah ...?" Arya melirihkan ucapannya di akhir kalimatnya, merasa konyol saja dengan pertanyaannya yang jelas-jelas ia sudah tahu jawabannya.
"Pasti ada masalah ya, Pak, gara-gara sikap saya tadi? Saya minta maaf, Pak. Saya refleks melakukan itu setelah tahu siapa pembeli tanah sekolah ini, saya tahu seharusnya hal seperti itu terjadi, maafkan saya." Arya kembali melanjutkan ucapannya, namun kepala sekolah justru menghela nafa lalu menggeleng pelan.
"Sebenarnya tidak bisa dibilang masalah juga sih, Pak. Karena Bu Dayana sendiri bisa mengerti kejadian tadi, hanya saja saya menyuruh Anda kesini karena ada sesuatu yang ingin saya katakan, Pak."
"Jadi Bu Dayana tidak mempermasalahkan kejadian tadi, Pak? Dan Anda menyuruh saya kesini karena ada hal lain?" tanya Arya yang diangguki oleh kepala sekolah.
"Iya, Pak. Jadi begini, tadi Bu Dayana meminta saya untuk memberikan data diri Anda, saya sendiri tidak tahu itu untuk apa, karena Bu Dayana tidak mau memberitahu saya. Tapi sepertinya hal itu berhubungan dengan permohonan Anda, karena Bu Dayana sempat mengatakan bila dia cocok, dia tidak akan menghancurkan sekolah ini."
"Maksud Anda apa, Pak? Apa sekolah ini bisa dipertahankan?" tanya Arya terdengar antusias, namun tidak dengan kepala sekolah yang mengangguk lesu.
"Bisa dibilang seperti itu, tapi itu tergantung dari data diri Anda tersebut. Sepertinya Bu Dayana akan melakukan sesuatu pada Anda, karena Anda sempat mengatakan mau melakukan apapun demi sekolah ini."
"Bapak serius kan ini? Bapak tidak bohong kan? Sekolah ini masih memiliki kesempatan untuk tetap dipertahankan, Pak?"
"Tolong jangan terlalu fokus ke sekolah ini saja, Pak. Anda juga harus saya pikirkan, karena saya tidak tahu apa yang akan Bu Dayana lakukan pada Anda."
"Saya tidak peduli dengan diri saya sendiri, Pak. Selagi sekolah ini masih memiliki kesempatan untuk tetap dipertahankan, saya akan melakukan apapun untuk mewujudkannya." Arya menjawab yakin dengan senyum tulus yang selalu terukir di bibir tipisnya.
"Bagaimana kalau Bu Dayana meminta salah satu organ dari tubuh Anda? Atau menginginkan Anda menjadi pembantunya seumur hidupnya? Apa Anda mau? Tidak kan? Jadi tolong, jangan pikirkan orang lain saja, pikirkan juga diri Anda sendiri, Pak."
"Saya tidak apa-apa kalaupun saya harus melakukan semua itu, Pak."
"Tidak, Pak. Saya yang tidak setuju. Lebih baik sekolah ini dihancurkan, dari pada Anda yang harus berkorban. Begini saja, mungkin beberapa hari ke depan, Bu Dayana akan meminta untuk bertemu dengan Anda. Di saat itu, mungkin ada perjanjian yang dia ditawarkan, tolong jangan Anda terima tawarannya bila hal itu mengancam keselamatan hidup Anda." Kepala sekolah memperingati Arya dengan serius, namun lelaki itu tampak bingung karena ia sendiri ingin melakukan apapun selagi ia bisa mempertahankan sekolahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Contract Husband (Completed)
RomanceDemi keinginannya memiliki seorang anak, Dayana harus menjalani pernikahan kontrak dengan Arya, seorang guru SD yang tentu tidak bisa dikatakan mapan. Namun karena wajahnya yang tampan dan juga prestasinya yang lumayan, Dayana memilih lelaki itu un...