Part 29

1.7K 117 8
                                        

Part 29

Malam harinya, Dayana tampak gelisah saat menunggu Arya yang tak kunjung pulang, padahal waktu sudah menunjukkan jam enam malam. Karena tak ingin terus-terusan kepikiran, Dayana sempat berpikir akan menghubungi suaminya itu, namun rasa gengsi seolah menahannya untuk melakukannya. Itu lah kenapa Dayana menghela nafasnya sekarang, wanita itu tampak frustrasi dengan dirinya sendiri yang tidak tahu harus bersikap bagaimana.

Jujur saja, Dayana merasa khawatir dan takut terjadi sesuatu dengan Arya, namun di sisi lainnya Dayana tak ingin suaminya itu tahu kekhawatirannya, jadi ia berpikir mengurungkan niatnya untuk menghubunginya. Dan yang Dayana lakukan sekarang hanya menghela nafas dengan bibir merapat, berusaha untuk tetap tenang dan tidak terlalu berpikir yang tidak-tidak. Sampai pada akhirnya, suara ketukan pintu kamar terdengar menandakan seseorang datang.

"Bu, saya masuk ya?" ujar seseorang dari arah luar yang seketika berhasil melegakan hati Dayana yang sempat gelisah.

"Iya," jawab Dayana cepat.

"Assalamualaikum, Bu." Arya memberi salam sembari menyunggingkan senyuman.

"Wa'alaikum salam. Kenapa Anda baru pulang?"

"Tadi sedikit macet di jalan, Bu."

"Tapi biasanya Pak sopir tahu jalan pintas, memangnya dia jalan lewat mana?"

"Saya tidak bersama dengan Pak sopir, Bu. Beliau pulang lebih dulu, saya naik motor saya sendiri dari sekolah ke sini." Arya menjawab jujur setelah berdiri di dekat ranjang istrinya tersebut.

"Dari sekolah ke sini? Maksudnya bagaimana? Anda kan bisa pakai mobil kenapa malah naik motor, itu sudah menjadi tugas Pak sopir mengantarkan Anda ke kantor."

"Tadi Pak sopir sudah mengantarkan saya ke kantor kok, Bu. Tapi pulangnya saya mampir dulu ke sekolah untuk mengambil motor, makanya saya baru pulang sekarang."

"Jadi tadi pagi Anda berangkat bekerja dengan motor?" tanya Dayana tak percaya.

"Iya, Bu." Arya mengangguk polos tanpa menyadari bagaimana Dayana terlihat kesal dengan ulahnya.

"Mulai besok Anda tidak perlu naik motor lagi, biar Pak sopir saja yang mengantarkan Anda ke sekolah lalu ke kantor dan pulang." Dayana menjawab tegas, nada suaranya tampak terdengar tak ingin dibantah.

"I-iya, Bu. Apa ... Anda marah?"

"Untuk apa saya marah? Cepat mandi sana!" pinta Dayana yang langsung diangguki oleh Arya.

"Iya, Bu. Kalau begitu saya ke kamar saya dulu."

"Untuk apa Anda ke sana? Di sini kan juga ada kamar mandi?" ujar Dayana tak habis pikir.

"Tapi baju-baju saya dan peralatan shalat saya ada di sana, Bu."

"Bawa semuanya ke sini. Saya tidak mau ya, kalau Nenek saya curiga karena Anda sering ke kamar itu. Jadi lebih baik sekarang, Anda melakukan apapun di kamar ini termasuk mandi dan shalat juga di sini." Dayana menjawab tegas yang sempat ditatap bingung oleh Arya meskipun pada akhirnya ia menganggukinya.

"Iya, Bu. Saya mengerti. Kalau begitu saya bawa semua barang-barang saya ke sini," ujar Arya yang diangguki oleh Dayana.

"Hem," jawabnya dengan gumaman, tanpa Arya sadari bagaimana Dayana merapatkan bibirnya dengan perasaan aneh di hatinya. Di dalam pikirannya, ia bertanya-tanya kenapa ia begitu peduli dengan Arya dan sangat mengkhawatirkannya, padahal sebelum ini ia tidak pernah merasakannya dan bahkan terkesan tidak menganggapnya.

***

Setelah hari itu, Dayana dan Arya tidur sekamar meskipun tidak di ranjang yang sama. Keduanya menjalani hidup bak suami istri pada umumnya, melakukan aktifitas di tempat yang sama dan juga saling bertatapan wajah setiap harinya, tidak seperti sebelumnya.

My Contract Husband (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang