Part 03
Di sebuah rumah mewah, Dayana turun dari mobil miliknya setelah sopir pribadinya membukakan pintu untuknya. Rumah itu sendiri adalah rumah neneknya, yang dulu sempat menjadi istananya bersama kedua orang tuanya. Namun tidak untuk saat ini, karena bagi Dayana rumah itu hanya sebatas gedung yang neneknya tinggali, yang bahkan jarang ia singgahi.
Banyak kenangan buruk yang sebenarnya tidak ingin Dayana ingat, terutama trauma masa kecil yang sempat membuatnya terpuruk dan hilang arah untuk tetap hidup. Namun karena neneknya lah, Dayana bisa bangkit dan sukses menjalani hidupnya saat ini. Itulah kenapa Dayana masih mau ke rumah itu, kalau bukan karena neneknya, ia mungkin tidak akan sanggup masuk ke sana sampai sekarang.
Di ruang tamu, Dayana sudah disambut oleh neneknya yang meregangkan kedua tangannya dengan senyum hangat di bibirnya. Melihat hal itu, tentu saja Dayana tersenyum lalu berjalan dengan regangan tangan yang sama untuk memeluk neneknya.
Seperti biasa, Dayana selalu merasa nyaman bertemu dengan neneknya, namun tidak untuk tinggal bersamanya di rumah yang penuh kenangan buruk tentang orang tuanya. Sebenarnya sebelum ini Dayana sudah sering mengajak neneknya itu untuk tinggal bersamanya di rumah miliknya, namun neneknya itu selalu menolak dengan alasan yang sama. Beliau ingin menghabiskan sisa hidupnya di rumah dimana putrinya menderita, dengan begitu ia bisa merasakan rasa sakitnya untuk mengurangi rasa bersalahnya.
Sebagai seorang cucu, Dayana tidak bisa memaksa neneknya, karena mungkin itu adalah cara terbaik untuk beliau melanjutkan hidup setelah kematian putri dan menantunya. Meskipun begitu, Dayana juga tidak bisa untuk menamaninya dan mungkin yang bisa ia lakukan hanya mempekerjakan banyak assisten rumah tangga untuk membersikan rumah tersebut dan membantu neneknya melakukan banyak hal.
"Bagaimana pekerjaan kamu hari ini? Menyenangkan?" tanya sang nenek setelah melepaskan pelukannya, dengan senyum hangat yang selalu menghiasi bibir keriputnya.
"Seperti biasa, selalu hambar, Nek." Dayana menjawab santai dengan tersenyum tipis meskipun sangat terlihat jelas wajah lelahnya.
"Ya sudah kalau begitu kita ke ruang keluarga ya? Nenek akan ambilkan minuman untuk kamu, tapi kamu sudah makan malam belum? Nenek ambilkan makan juga ya?" tawarnya sembari melangkahkan kakinya bersama dengan Dayana yang tampak tak berminat makan.
"Aku sudah makan kok, Nek."
"Kalau begitu Nenek ambilkan kamu minum dulu ya? Kamu istirahat di sofa atau kamu mau tidur di kamar?" tawarnya yang kali ini digelengi kepala oleh Dayana.
"Aku di sini aja," jawabnya setelah baru sampai dan langsung duduk di sofa keluarga, sedangkan neneknya hanya mengangguk sembari tersenyum lalu berjalan ke arah dapur. Meninggalkan Dayana yang selalu merasa kurang nyaman berada di sana, karena bayangan-bayangan masa kecilnya yang tak pernah hilang di pikirannya.
Tak lama menunggu, neneknya datang membawa segelas jus jeruk segar yang selalu menjadi favorit Dayana acap kali ke sana. Dan tentu saja Dayana langsung menerimanya dengan baik, bisa dilihat dari senyum antusiasnya lalu meminumnya dengan segera.
"Terima kasih, Nek."
"Iya," jawabnya penuh sabar yang acap kali membuat Dayana merasa bersalah.
"Nenek mau apa? Nanti kalau ke sini lagi, aku akan bawakan buat Nenek." Dayana bertanya tulus setelah meletakkan minumannya di atas meja.
"Nenek ... mau kamu menikah," jawab wanita tua itu, yang seketika melunturkan senyum di bibir cucunya.
"Kamu sudah dewasa, sudah waktunya kamu menikah dan punya anak, dengan begitu Nenek enggak perlu lagi khawatir tentang kamu dan bisa pergi dari dunia ini dengan tenang."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Contract Husband (Completed)
RomanceDemi keinginannya memiliki seorang anak, Dayana harus menjalani pernikahan kontrak dengan Arya, seorang guru SD yang tentu tidak bisa dikatakan mapan. Namun karena wajahnya yang tampan dan juga prestasinya yang lumayan, Dayana memilih lelaki itu un...