"Ttt-toloong .... Ssiapa saja, tto-long ...." Mulut yang berlumuran darah itu mengeluarkan suara serak, tersendat-sendat karena menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Tak ada yang bisa dilihat selain semak belukar mengelilingi pandangan.
"Astaga! Apa orang ini masih hidup? At-atau jangan-jangan ... suara arwahnya yang mati tidak wajar?" Soomin mulai berspekulasi macam-macam.
Hanya kaki yang berbalut sepatu kulit setinggi betis yang tampak, sedangkan sebagian besar tubuhnya tertutup semak-semak. Soomin belum yakin apakah orang itu masih hidup atau sudah mati.
Tubuh Soomin gemetaran. Batinnya terus bergelut; apa harus mencari tahu lebih lanjut atau tinggalkan saja.
"Bagaimana ini?" Soomin menggigiti ujung kukunya, panik.
Kembali berdiri mengangkat chima--- bagian bawah hanbok yang menyerupai rok panjang---berbalik badan bersiap meninggalkan tempat itu.
"Tolooong!"
Kembali terdengar lagi suara meminta tolong, kali ini terdengar sedikit lebih keras.
"Omo! Suara itu lagi!" Soomin menelan liur, membalikkan badannya yang seakan kaku. Ia singkirkan semua ketakutan yang menguasai pikiran. Menyibak tanaman liar lebat sampai tampak sesosok tubuh bersandar di sebuah batu besar. Wajah dan pakaiannya bersimbah darah, membuat Soomin semakin merinding ngeri.
"Tolong ...." Mata sayu pria itu menatap Soomin, bahkan sebelah tangannya terangkat mencoba meyakinkan orang di hadapannya bahwa dia yang dipanggil.
Perlahan Soomin mendekat padanya, meski dalam hati masih terbelenggu rasa takut. Entah datangnya dari mana, dalam benaknya terbersit keyakinan untuk menolong pria asing itu.
"Apa kau masih bisa berdiri? Aku tidak mungkin bisa mengangkatmu."
Tangan pria itu kembali terangkat. "Ban-tu aku berdi-ri...."
Soomin jongkok, mengaitkan sebelah tangan pria itu ke pundaknya.
Selain harus mengerahkan tenaga yang sangat besar, tinggi badan pria itu berbeda jauh dengannya, alhasil semua berat badannya tertumpu pada tubuh mungilnya.
Meski dengan kaki terseok-seok, akhirnya Soomin berhasil membawa pria itu ke dalam gubuk, membaringkannya di sebuah bangku kayu yang masih cukup kokoh.
Tubuh Soomin bermandikan keringat, napasnya terengah, punggungnya condong ke depan menahan dada yang sesak. Bahunya serasa patah. Hampir tak percaya sudah berhasil membawanya ke tempat itu.
Tak bisa istirahat lebih lama, Soomin segera menghampiri pria itu.
Sebuah anak panah tertancap di dada sebelah kiri pria itu.
"Apa kau mendengarku?"
Mata pria itu terpejam. Tak terlihat jelas wajahnya seperti apa karena darah serta luka memar dan gores menyamarkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Clouds Chasing The Sun (TAMAT)
Historical FictionKarena pakaian yang ditemukannya di batu sungai, nasib Gong Soomin berubah total. Dia tiba-tiba saja dikenali sebagai selir raja tingkat pertama yang hilang misterius. Hal itu ternyata bukan tak beralasan, tapi memang wajah Soomin mirip dengan selir...