9

39 16 0
                                    

"Oh, iya. Ekskul mading bukannya Kakak yang pegang?"

"Iya, aku yang pegang. Akun juga masih aku yang pegang. Tapi gimana ya, nggak tau juga. Capek ngurusin Mading."

Mendengar nada bicara Viola yang terdengar pasrah, Vigo menjadi sedikit khawatir. "Aku tau Kakak bisa. Kakak kan hebat." Vigo tersenyum tipis.

"Sayangnya nggak sekecil itu urusannya, Vigo," sahutnya sangsi.

"Memegang ekskul memang bukan tanggung jawab yang sepele. Aku juga yakin Kakak sudah memimpin ekskul dengan sangat baik. Ada yang mau di ceritakan? Kalau belum mau cerita tidak masalah. Tapi kalau dengan cerita bisa membuat kamu sedikit lega, aku dengerin."

Viola menatap manik teduh tersebut. Entah mengapa, berbicara dengan Vigo membuat Viola sedikit lega. "Sebelum aku, yang megang mading itu Kak Elis namanya. Tapi ekskulnya di pandang rendah gitu loh. Gara gara cuma nge-share skandal siswa-siswi Aksara. Dulu juga belum ada ruangan khususnya. Bahkan ekskulnya hampir di hapus, karena cuma bisa buat kericuhan. Pemimpin ekskulnya juga udah lepas tangan. Tapi aku yakinin kepala yayasan buat jangan hapus mading dari daftar ekskul. Ya karena kondisinya udah gitu, Kak Elis pasrahin ini ke aku, waktu itu dia lagi mau sibuk ujian juga. Mulai dari situ aku mulai hapus semua skandal siswa-siswi Aksara. Aku juga cuma posting prestasi, info beasiswa, karya-karya anak Aksara."

"Lalu? Apa yang kamu khawatirkan sekarang?"

"Ya yang megang akun bukan aku doang, Vigo. Ada satu anak yang berkhianat, dia dulu patner aku. Dia yang bantu aku buat yakinin kepala yayasan. Dia juga bantu aku hapus skandal-skandal, jadi dia juga pegang akunnya. Terus biasanya ada siswa atau siswi yang iseng nempel hal yang nggak penting di mading, dia bantu aku buat nyabut itu. Tapi sekarang nggak jauh beda sama kak Elis ternyata, sukanya share yang nggak penting. Bahkan sebagian info yang dia share... isinya keburukan aku, dia jatuhin aku," Viola menjelaskan dengan mata berkaca-kaca. Sialan, membicarakan penghianat itu membuat Viola cengeng.

"Karena kamu yang di pilih buat pegang ekskul? Tapi bukannya dia harusnya senang, yang kalian perjuangan sudah mendapat hasil?" Sungguh, Vigo tidak mengerti dengan jalan pikiran gadis yang diceritakan Viola tersebut.

Melihat Viola yang mulai menjatuhkan air mata, entah mengapa hati Vigo ikut sakit. Tidak tega melihat Viola mengalami hal menyakitkan tersebut.

"Kak, kamu cukup percaya kalau kamu itu orang baik. Biarkan orang lain menilai kamu apa, kamu tidak harus peduli."

"Kamu nggak pernah liat base twitter atau Instagram mading Aksara apa gimana si? Semua orang juga tau kali kalo aku itu buruk, dia nyebar info buruk tentang aku! Di tambah sama kasus yang Rita itu," ucapnya dongkol.

"Tapi aku tidak merasa diri kamu itu buruk. Aku tidak pernah menganggap kamu itu buruk. Kamu baik, kamu tidak pernah melakukan hal buruk ke aku. Lalu, hal apa yang bisa membuat aku berpikiran buruk tentang kamu? Kak, inget kata-kata aku!" ucapnya tegas.

"Oh, iya. Mading itu ekskulnya bagaimana?" tanyanya berusaha mengalihkan topik.

"Kenapa, mau gabung?" tawarnya.

"Masih membutuhkan anggota? Jika iya, apa persyaratannya?"

Viola menatap tidak menyangka. "Bener mau gabung? Gue bercanda loh padahal."

"Iya, beneran. Lagian ekskulnya mengarah ke kegiatan positif, untuk masalah yang ada, nanti aku coba bantu."

"Iya nan- eh Mas Agi udah jemput. Bentar Vigo." Viola berlari kecil ke arah mobil Agi.

Kapal KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang