"Aku sudah membaca buku Kakak. Semuanya. Dari buku pertama sampai buku yang baru kemarin terbit."
"Bener? Aku terharu loh ini. Harusnya kamu nggak perlu repot-repot beli buku aku."
"Kebetulan lagi ada uang, aku juga penasaran apa isi bukunya," terang Vigo.
"Novel religi, kan aku pernah bilang nggak sih?"
"Iya, pernah. Tapi kan aku belum pernah baca satu pun novel Kakak," jelas Vigo tenang. "Keren, aku suka. Banyak pelajaran yang bisa di ambil," sambungnya dengan senyum tipis.
Viola mulai tertarik dengan pembicaraan Vigo, atau lebih tepatnya... Viola suka di puji keren oleh Vigo. "Alhamdulillah kalo bermanfaat. Btw, kamu paling suka sama yang mana?"
Vigo berpikir sejenak untuk menyiapkan jawaban yang sekiranya paling tepat, "yang buku ketiga. Itu keren banget sih menurutku, diksinya indah, ceritanya di kemas dengan sempurna."
Viola mulai tersenyum dengan jahil, "suka banget emang?"
Vigo menatap Viola sejenak, mengamati gerak-gerik gadis itu. Bukannya Vigo sedari tadi sudah mengatakan jika ia menyukai novelnya? Apakah gadis di sampingnya ini perlu pengulangan kalimat?
"Iya, suka," jawab Vigo seadanya.
"Suka sama?" Viola semakin gencar menggoda Vigo.
"Bukunya."
"Sama yang nulis nggak suka?" tanya Viola dengan wajah di tekuk, menandakan ia kesal dengan jawaban Vigo.
Vigo hanya membalas kekehan kecil, sangat menggemaskan.
Viola semakin menatap geram ke arah Vigo, "ihhh suka nggak jadinya...?"
Tangan Vigo di angkat untuk mengusap kepala Viola yang terbalut jilbab, yang sebenarnya sudah sangat berantakan. Vigo memberi isyarat agar Viola membetulkan jilbabnya. Setelah di rasa sudah rapi, Vigo menatap Viola intens. "Ini benar anak delapan belas tahun? Kok gemesin?"
Viola yang di tanya seperti itu berusaha keras menahan senyumnya. Tidak lama tangan kirinya ia gunakan untuk memukul punggung Vigo. "Rese, jangan bikin aku salting tolong ya kalo nggak bisa tanggung jawab!"
"Salting? Apa itu?" Vigo menatap Viola tidak mengerti. Selama ini ia tidak pernah mendengar apa itu salting.
Mata Viola memincing curiga. "Ih, masa nggak tau sih? Boong banget. Kamu pegang ponsel ngapain?"
"Membalas chat Ayah, Abang Zigo, atau Migo. Melihat informasi di grup kelas, sama untuk mencari materi," ungkapnya jujur.
"Kamu nggak ada sosmed?" Viola benar-benar terkejut. Ini anak baru keluar dari gua? Pemuda sekarang mana yang tidak memainkan sosmed? Dan Viola baru saja mendengar jika ada anak yang mempunyai ponsel hanya untuk membalas chat keluarganya dan hanya untuk kepentingan sekolah? Benar-benar membuat Viola speechless.
Vigo menyerahkan ponselnya kepada Viola, "di cek saja jika tidak percaya."
"Kamu nggak tau gosip terbaru angkasa dong? Padahal lagi rame loh? Nggak mungkin juga teman-teman kamu nggak ada yang bahas ini di grup kelas kan?"
Vigo mengerutkan keningnya tidak mengerti, ia sama sekali tidak pernah mengikuti gosip yang sedang beredar di sekolahnya, ia memang jadi mengikuti ekskul mading, tapi ekskul mading hanya memberitahu hal yang berhubungan dengan pendidikan, "aku belum pegang ponsel dari semalam," Vigo memilih menjawab itu saja. Lagi pula anak-anak di kelasnya juga tidak pernah ada yang menggosip di grup kelas seperti apa yang di katakan oleh Viola.
"Ansnata tau nggak? Oke, aku tau kamu nggak bakal tau. Ansnata ini dapet berita lama tentang Papa, padahal beritanya udah bertahun-tahun yang lalu, udah di hapus juga beritanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapal Kertas
Teen Fiction"Hai," sapa seorang pemuda dengan baju osis yang masih bertengger di tubuhnya. Sungguh, itu suara lelaki terlembut yang pernah Viola dengar. Viola akhirnya mendongak sekilas, melihat siapa yang menyapa dirinya, tanpa memiliki niat untuk menjawab sed...