33

18 9 0
                                    

"Vigo mau langsung pulang?" tanya Viola dengan nada lemah, seakan tidak rela jika Vigo akan pulang. Viola masih belum puas bermain untuk malam ini.

Vigo tersenyum tipis, mengusap lembut lengan Viola. "Sudah malam, tidak enak. Masuk terus istirahat, ya?" ucap Vigo.

Viola hanya bisa mengangguk kaku, melambaikan satu tangannya kepada Vigo, "gih, langsung pulang aja, orang rumah udah pada tidur paling. Udah di tungguin Abang grab nya juga."

Vigo berpikir sejenak, sebelum akhirnya mengangguk mengiyakan. Lebih tidak enak juga jika mengganggu waktu tidur mereka.

Vigo menyempatkan untuk menepuk pelan bahu Viola, dan berjalan memasuki mobil grab tersebut.

Viola yang sudah merasa kelelahan pun langsung memasuki kamar untuk mengistirahatkan tubuhnya.

•••

Pagi harinya Viola kembali memasuki sekolah seperti biasanya, dengan berita tentang Zigo yang ternyata semakin menjadi-jadi.

Tidak sengaja netranya menangkap objek yang sedang ramai di bicarakan itu sedang di kerumuni oleh sejumlah siswa maupun siswi.

Merasa ada yang tidak beres, Viola melangkah mendekat, menembus kerumunan tersebut agar bisa sampai ke titik tengah. "Ada apa?" Viola berseru lantang.

"Ada apa? Kalian ada masalah sama temen gue?" ucapnya dengan nada tinggi.

Salah satu siswa di sana membuka suara, "oh, udah temenan gais ternyata? Cocok juga ya mereka? Sama-sama kriminal," ucapnya di akhiri dengan kekehan santai.

Viola mendekat ke arah siswa itu. Melihat name tag yang tertera di dada kirinya, "Dion Mahendra--" lalu tersenyum miring.

"Nama lo bagus, sayangnya kelakuan lo menjijikkan. Sama kaya yang kemarin datengin gue di kantin, jangan-jangan satu rombongan lagi?" ucap Viola dengan kekehan sinis.

Mendengar nada bicara Viola membuat emosi Dion meluap. Berani sekali Viola menghina pacarnya. "Dia pacar gue brengsek," desis Dion. Telunjuknya ia arahkan di depan wajah Viola, "sekali lagi lo rendahin pacar gue--"

Belum sempat Dion menyelesaikan ucapannya, Zigo maju ke depan untuk menepis tangannya, "nggak sopan." Lalu meraih lengan Viola untuk di bawa pergi dari sana.

Viola memberontak meminta untuk di lepaskan. Tidak ingin lengan Viola menjadi sakit, Zigo melepaskan cekalannya. "Lain kali jangan ikut campur," ucap Zigo tegas.

Matanya menatap sebal ke arah Zigo. "Ih, lagian lo kenapa diem aja di kerubungin gitu?"

Zigo menatap tajam Viola, tapi tidak membuat nyali Viola menjadi ciut. Viola justru membalas tatapan tajam Zigo. "Kenapa?" Viola mengulang kembali pertanyaannya, pasalnya Zigo hanya diam tidak mengeluarkan suara.

"Nggak mau buat mereka semakin takut ke gue," ucapnya tenang.

Viola menghela napasnya pelan, "udah mau bel masuk, gue ke kelas dulu. Istirahat lo ke kelas gue aja. Jangan nolak, ada yang mau gue bicarain."

Mata Zigo tidak lepas menatap Viola yang sedang berlari kecil. Lalu ia kembali melanjutkan perjalanannya setelah Viola sudah menghilang dari pandangannya.

Setelah bel istirahat berbunyi, Zigo menuruti apa yang tadi pagi Viola katakan. Lagi pula ia bingung harus kemana, ingin ke kantin pun ia merasa tidak nyaman di tatap dengan pandangan rendah oleh semua orang yang berada di sana. Zigo hanya sekadar berjalan santai saja rasanya tidak nyaman karena terus di tatap seperti itu. Sebenarnya Zigo tidak terlalu memikirkan pandangan orang lain, tetapi jika terus menerus seperti ini Zigo bisa sulit beradaptasi dengan lingkungan aksara.

Kapal KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang