"Ayo masuk, tapi maaf agak berantakan. Anak-anak pada main tadi," Viola meringis pelan.
"Di depan saja," sahut Vigo.
Viola menggigit bibirnya pelan, "loh? Kenapa? Emang agak berantakan, tapi bisa aku beresin kok. Kamu tunggu di sini sebentar ya?" ucap Viola meminta persetujuan.
Vigo menyahuti dengan cepat, "tidak, bukan seperti itu, Kak. Bukan masalah berantakan atau tidaknya, tapi tidak enak saja jika hanya berdua di dalam rumah."
Viola mengangguk, kemudian menyahuti, "tapi kita nggak berdua, Innesa sama Ansnata ada di kamar. Ayo? Kita buka pintu depan deh." Viola memberikan usulan.
Vigo mengangguk saja, toh tidak enak juga menolak Viola secara terus-menerus.
Sesampainya di dalam, Viola membereskan beberapa cemilan yang sudah habis. Vigo yang melihat itu ikut membereskan beberapa cemilan yang berada di meja. Lalu meletakkan gelas yang sudah tidak ada isinya itu di nampan.
"Dapurnya di mana, Kak?
Viola menuntun Vigo menuju dapur, "di taruh situ aja, Vig. Aku mau buang sampah ke depan dulu." Setelah Viola beranjak dari dapur, tapi bukannya Vigo kembali ke ruang tamu justru malah mencuci gelas-gelas itu.
Tidak lama, Viola datang. "Ih, biar aku aja sini." Viola hendak mengambil alih gelas yang berada di tangan Vigo tetapi Vigo melarangnya. "Tidak, jangan-jangan nanti basah. Ini di lap saja yang sudah di cuci." Vigo menyerahkan gelas yang sudah di cuci kepada Viola agar bisa di lap.
Dari arah belakang Innesa menyahuti. "Buset dah udah kaya pasutri baru aja."
Viola yang menyadari kehadiran Innesa melirik sinis, "dih, sirik aja lo."
Innesa yang melihat air galon habis pun memprotes kepada Viola. "Ini gimana sih cil, kok abis?" Masa bodo akan di pikir tidak tahu diri, toh yang punya rumah Viola kan? Jadi tidak ada salahnya jika ia memprotes kepada Viola.
"Gantiin lah, gue nggak bisa gantinya."
"Nyusahin lo, lo punya ginian nggak pernah lo isi ulang?" tanya Innesa sarkas.
"Ya di isi ulang, tapi kan sama Mama," sahutnya kesal.
"Kenapa ini pada berantem?" Hisna yang tiba-tiba datang pun ikut menyahuti.
"Itu Mama bawa galon," ucap Viola antusias.
"Maaf ya Mama langsung masuk, pintunya kebuka tapi tidak ada yang nyaut. Jadi Mama langsung masuk."
Hisna yang hendak memasang galon itu di dispenser langsung di hentikan oleh Vigo. "Biar saya saja, Tante." Vigo mengambil alih galon tersebut.
Hisna yang di perlakukan seperti itu tersenyum manis, "terima kasih ya, Vigo. Lagi pada main, ya? Mama mau langsung pulang nggak apa-apa kan, Kak?"
Viola merangkul punggung Mamanya, lalu mengangguk setuju. Mengantarkan Mamanya ke depan. "Argi juga tadi ke sini sama Migo, Ma. Tapi udah pulang," jelas Viola.
Hisna mengusap pelan pipi Viola. "Akur-akur terus ya, Kak? Mama tuh sedih kalo liat kalian berantem terus."
Viola terkekeh kecil, "iya, Ma."
Selepas mengantarkan Hisna ke depan, ia menghampiri Vigo yang sudah duduk di ruang tamu. "Terima kasih ya, Vig?"
"Iya, tidak masalah. Katanya ada yang mau Kakak bicarakan?" Vigo mengembalikan pembicaraan kepada topik awal
"Em, tentang Zigo... sebenernya aku udah kenal lama si sama dia," ungkap Viola jujur. Sebenarnya tidak perlu juga ia menjelaskan kepada Vigo seperti ini. Tapi menurut Viola, Vigo perlu tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapal Kertas
Teen Fiction"Hai," sapa seorang pemuda dengan baju osis yang masih bertengger di tubuhnya. Sungguh, itu suara lelaki terlembut yang pernah Viola dengar. Viola akhirnya mendongak sekilas, melihat siapa yang menyapa dirinya, tanpa memiliki niat untuk menjawab sed...