19

28 14 0
                                    

Sesampainya mereka di depan rumah Vigo, Viola menghentikan langkahnya. Menatap manik Vigo dengan ragu. "Vigo, Papa kamu emang nggak apa-apa kamu pulang pagi-pagi gini bawa cewe."

Vigo menatap Viola dengan senyum simpul. "Tidak masalah, nanti aku yang akan menjelaskan," sahut Vigo.

Tetapi Vigo masih melihat dengan jelas keraguan di mata Viola. "Tidak perlu takut, mari masuk."

Langkah kaki mereka berdua mulai memasuki rumah, Viola menatap sekeliling rumah yang terlihat sepi. Ia terus mengikuti langkah Vigo, lalu berhenti di depan kulkas, Viola menatap Vigo yang sedang menata belanjaan yang baru kemarin malam Vigo beli.

Tidak lama dari itu, terdengar suara langkah kaki, Viola dan Vigo menoleh secara bersamaan. "Masih inget pulang?" ucapnya sinis.

Dan ternyata adalah, Migo. Viola menghela napas pelan, setidaknya bukan Ayah dari saudara kembar itu yang datang.

Vigo tersenyum tipis. "Dari mana?"

"Beli makan, di dapur kan bahan-bahannya udah pada habis. Yang di mintain tolong buat beli juga nggak pulang dari semalem," cibir Migo. Sedikit tidak menyangka sebenarnya, terlebih Abangnya ini pulang dengan membawa seorang perempuan, yang tidak lain adalah teman sebangkunya. Masih menggunakan seragam kemarin pula.

Vigo hendak membuka suara, namun belum sempat mengeluarkan satu kata pun, Migo sudah menyela. "Nggak pulang semaleman, pulang-pulang bawa perempuan, boleh juga mental Abang. Untung aja Ayah tadi malem ada urusan, dan sampe sekarang belum pulang. Coba kalo Ayah udah di rumah, udah habis Abang sama Ayah."

"Tadi malem Migo tiba-tiba laper, terus Migo pamit ke Ayah mau beli makan. Tapi kata Ayah nanti aja, nunggu Abang pulang beli bahan makanan, biar Ayah yang masakin ntar. Oke, Migo nurut. Nggak lama dari itu Ayah keluar, dia bilang, Abang lagi keluar sebentar buat beli bahan makanan. Tapi Migo tunggu sampe larut malem Abang nggak pulang. Migo nunggu Abang sampe malem Abang ngerti nggak si? Migo nggak tidur dari semalem cuma buat nunggu dan cariin Abang, khawatir Abang kenapa-kenapa! Tapi Abang ternyata lagi asyik-asyikkan," papar Migo penuh emosi.

"Migo, maaf. Abang tidak mempunyai maksud untuk membuatmu khawatir," ucapnya dengan nada suara menyesal.

Viola mendekati mereka berdua, "Migo ini bukan salah Abang lo tapi salah gue. Jangan berantem gini tolong."

Migo sedikit menaikkan nada bicaranya. "Sama aja kalian berdua. Kalo emang nggak pulang setidaknya ngabarin. Nggak perlu kalian yang ngabarin deh, setidaknya bales chat atau angkat telepon. Nggak ada lima menit kok. Tapi kalian bahkan sama-sama kompak matiin ponsel. Asal Abang tahu ya! Semalem Migo cari Abang keluar, Migo cari sampe malem ke temen-temen sekelas Abang." Migo memang menghubungi Viola tadi malam. Ia menghubungi setiap orang yang kenal dengan Vigo, termasuk teman sekelas Vigo, siapa tahu Vigo ada dengan mereka.

Memejamkan mata sebentar, Vigo tidak sampai mengira jika Migo akan mencari dirinya sampai segitunya. Vigo semakin merasa bersalah, ia merasa telah menjadi Abang yang buruk. Vigo meraih lengan Migo, "Migo Abang minta maaf, denger Abang dulu tolong."

Migo menghempas pelan cekalan tangan Vigo. "Aku pamit berangkat, motornya mau di bawa Abang apa Migo?"

"Di bawa kamu saja," sahutnya cepat. Tapi ia masih tetap menahan pergerakan Migo, "hei, Abang minta maaf. Tolong dengarkan Abang bicara dahulu."

Sungguh, pagi ini Migo teramat kesal dengan mereka berdua. Sudah cukup hari ini ia berangkat sekolah dengan mata yang berat, ia tidak mau bertengkar dengan Abangnya mau pun Viola.

Ingin sekali dirinya langsung pergi ke sekolah, tapi ia masih mempunyai sopan santun. Se kesal-kesalnya Migo dengan Abangnya, ia tetap harus bisa menghargainya.

"Bang tolong, Migo nggak mau berantem," ujarnya pelan.

"Ya sudah, hati-hati di jalan. Jangan lupa di makan sarapannya."

Viola menghampiri Vigo. "Vigo maaf, gara-gara aku, kamu jadi berantem gini sama Migo."

Vigo tersenyum tipis. "Tidak perlu minta maaf, ini sepenuhnya salah aku. Kamu tunggu di sini sebentar ya? Aku siap-siap dahulu."

Selesai Vigo memakai seragam sekolah lengkap, ia kembali menemui Viola. Mereka berjalan kaki menuju rumah Viola, duduk di depan teras rumah Viola, menunggu Viola selesai bersiap-siap.

Selesai bersiap-siap, Viola keluar dari rumah. Wangi gadis itu menguar, seperti aroma bayi. Vigo menyukai itu.

Viola tersenyum lebar ke arahnya, dengan senang hati Vigo membalas senyumnya. Cantik, Viola selalu cantik.

"Kita ke rumah Mas Agi dulu mau nggak, Vig?" tawarnya.

Vigo mengangguk pertanda setuju.

•••

Dari kejauhan Viola tersenyum tipis melihat Mamanya sedang menyiram tanaman di halaman depan. Selama ini ia tidak pernah mengamati wajah cantik itu, setelah di perhatikan lebih jelas, Mamanya sangat mirip dengan Argio.

Melihat putri cantiknya datang, Hisna segera membuka pagar rumahnya. Dengan di bantu oleh Vigo, karena Hisna sedikit kesulitan.

Senyumnya merekah, "selamat pagi cantik, selamat ulang tahun! Bahagia dan sehat selalu ya."

"Terima kasih," sahutnya pelan. Tanpa aba-aba Viola mendekap erat wanita cantik itu. Nyaman, rasanya sangat nyaman. Viola berbisik tepat di telinga Hisna. "Terima kasih, Mama."

Hisna benar-benar sangat terkejut ketika tubuhnya di dekap erat oleh putrinya. Bahkan ia sampai mematung. Benarkah yang sedang mendekap dirinya itu putri cantiknya? Tanpa sadar Hisna menjatuhkan air mata. Bahunya bergetar hebat. Tapi tak urung ia membalas dekapan putrinya. Menghirup aroma tubuhnya dengan penuh perasaan. Memohon kepada sang kuasa, bisa kah waktu berjalan lebih lambat? Sungguh, ia ingin merasakan dekapan putrinya lebih lama lagi.

Mereka melepaskan dekapannya. Hisna menangkup pipi chubby Viola. Tidak mau kalah, Viola juga menangkup pipi tirus Mamanya, menghapus air matanya. "Jangan nangis," ucapnya pelan.

Hisna menggeleng cepat. "Nggak, cantik. Mama nangis karena bahagia, ini tangisan kebahagiaan."

Viola tersenyum tipis, apakah dirinya selama itu sudah terlalu jahat? Sampai di dekap begitu saja Mamanya sudah sebahagia itu.

Vigo yang berada di belakang mereka ikut tersenyum tipis.

Kapal KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang