Beberapa hari yang lalu.
Dengan keadaan yang tidak bisa di katakan baik, setelah dua tahun belakangan ini dirinya menghilang, malam ini Viola kembali menginjakkan kakinya di bar milik Molly.
Netranya menjelajahi seluruh ruangan yang sudah seperti lautan manusia di dalamnya. Entah hanya untuk bersenang-senang atau sedang melarikan diri dari semua beban yang ada.
Tidak lama Viola tersenyum kecil kala melihat segerombol orang yang ia kenali duduk di kursi bagian ujung ruangan.
Langkah kecilnya mulai berjalan mendekat. Menerobos kerumunan manusia yang sialnya tidak sedikit. Beberapa kali menabrak seseorang dan berakhir di semprot. Viola hanya mengucapkan maaf lalu melanjutkan langkahnya.
Setelah mendekati arah tujuan, Viola berlari kecil, dan ketika sudah sampai di depan mereka, Viola tidak segan-segan untuk duduk di sebelah lelaki dengan tato ukiran nama di lehernya. Namanya Bang Asgar, lelaki dengan raut wajah yang bisa di katakan menakutkan. Tapi akan sangat berbanding terbalik jika sudah berhadapan dengan kekasihnya, sangat bucin memang.
"Abang, Farel ada nggak?" tanya Viola langsung ke poin intinya.
Lelaki berambut ikal dengan luka di ujung bibirnya yang bahkan belum mengering itu menyahuti, "hei anak kecil, ucap salam dulu... kamu baru ngilang langsung tiba-tiba cari Farel itu ada apa? Baru ketemu satu kali doang kan perasaan? Nggak terlalu akrab juga, kenapa dateng-dateng yang di cari malah Farel?" cecarnya panjang lebar.
Menyadari di ujung bibir lelaki itu terdapat luka, Viola langsung mengomel, "ih, Abang! Aku tinggalin dua tahunan kok masih aja sering dapet luka-luka gini? Papanya masih belum tobat juga? Kesel aku asli," ucap Viola khawatir. Lalu tangannya merogoh ke dalam ransel kecil yang biasa ia bawa ke mana-mana. Mencari salep untuk lebam. Viola memang selalu membawa salep itu ke mana pun ia pergi, Mama yang menyuruh. Hanya karena Viola lumayan sering teledor, Mamanya menyuruh ia membawa itu untuk berjaga-jaga jika Viola terluka.
Perlahan-lahan Viola mengoleskan itu di ujung bibir lelaki di sebelahnya.
Innesa yang juga berada di sana menatap kepada Viola, "lo kok nggak bilang mau ke sini? Kan bisa bareng kita."
Viola memiringkan kepalanya ke kanan, "nggak di rencanain," ucap Viola singkat.
"Ada urusan apa sama Farel?" Si pemilik tato di lehernya itu bersuara menggunakan nada beratnya.
"Ada, Abang. Aku bisa urus sendiri, dia di sini nggak, ya?" Viola mengulang pertanyaannya.
Freya yang baru datang pun langsung menyambar ucapannya, "dia siapa?"
"Farel, Mba," jawab Viola cepat. Tidak ingin bertele-tele sebenarnya, Viola juga ingin masalahnya cepat selesai. Meskipun cara Viola kali ini bisa di bilang sangat salah karena telah melibatkan orang yang sama sekali tidak bersalah.
"Ada di kamar, samperin aja gih," sahut Freya santai.
Pemilik tato itu menatap kekasih tajam, kemudian beralih menatap Viola. "Ada urusan apa dulu, Viola? Abang tanya dari tadi nggak di jawab?" Suara beratnya menghentikan langkah Viola yang hendak menuju kamar miliknya, yang sekarang sudah berganti hak milik.
Viola menatap kesal, lalu menghela napas kasar. "Bukan urusan Abang." Lalu langkah kakinya langsung melenggang pergi dari sana.
Sesampainya langkah Viola berhasil mencapai depan pintu dengan cat warna biru muda itu, Viola mengetuknya beberapa kali.
Farel yang mendengar suara ketukan dari luar pun segera membuka pintu, melihat siapa yang datang.
Mata tajam Farel menatap bingung gadis di depannya. "Ada apa?" ucapnya to the poin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapal Kertas
Teen Fiction"Hai," sapa seorang pemuda dengan baju osis yang masih bertengger di tubuhnya. Sungguh, itu suara lelaki terlembut yang pernah Viola dengar. Viola akhirnya mendongak sekilas, melihat siapa yang menyapa dirinya, tanpa memiliki niat untuk menjawab sed...