39

20 12 0
                                    

Sekarang sudah memasuki jam istirahat, Viola menggulir layar ponselnya lelah. Bosen jika harus bermain ponsel terus-menerus. Ia terlalu mager untuk keluar kelas, makannya ia menyuruh Migo untuk pergi dahulu ke kantin.

Saat kepalanya di sandarkan di meja, tiba-tiba terlintas nama Vigo di pikiran. Viola menggulir isi pesannya dengan Vigo. Lalu tangannya dengan lincah mengetikkan sesuatu di sana.

Violanadarfrza
Vigo Vigo

Menunggu selama beberapa menit, tidak ada balasan apa pun. Bahkan sampai bel masuk di bunyikan pun Vigo belum juga membalas pesannya.

Sangat menyebalkan.

Viola menghela napas pelan, ia sandarkan lagi kepalanya di meja. Ini jam pelajaran matematika, Viola terlalu malas untuk menyimak penjelasan dari guru di depan.

Saat wanita di depannya itu beberapa kali menatap ke arahnya, Viola merubah posisi dengan punggung yang ia senderkan di tembok samping, dengan tampang seakan-akan ia mendengarkan penjelasan guru.

Tampang palsu.

Viola mengikuti pelajaran dengan bermalas-malasan. Sampai akhirnya, "Pi, dengerin. Jangan ngelamun," Viola di tegur oleh Migo.

Viola hanya bergumam malas. Ia memang paling lemah dalam pelajaran hitung-menghitung. Kecuali menghitung kekayaan tentunya.

"Viola Nada," Nada tegas itu membuat semua orang yang berada di kelas mengalihkan atensinya kepada Viola.

Viola yang sedang mencerna keadaan pun hanya bisa terdiam kaku.

"Tolong kerjakan soal di depan," lanjut wanita di depan.

"Maju dulu, ntar gue bantu," sahut Migo menenangkan.

Viola melotot mendengar penuturan santai dari teman sebangkunya. "Gue nggak bisa," bisik Viola panik.

Migo menatap iba kepada Viola, tapi tak urung ia tetap mengucapkan kalimat menenangkan. "Iya, maju dulu. Gue akalin biar bisa bantu."

"Mana bisa? Di lihatin," sahutnya pelan.

"Bisa," Migo berujar tegas, membuat Viola sedikit yakin kepada lelaki di sampingnya.

Viola melangkahkan kaki ke depan dengan berbekal jika Migo akan membantunya, entah bagaimana pun caranya. Tapi Viola tetap yakin jika lelaki yang sudah hampir dua tahun duduk di sebelahnya itu tidak akan mengingkari omongannya.

Viola mulai membuka spidol di tangannya. Lalu mengamati angka-angka di depannya.

Mampus. Mampus. Mampus.

Viola hanya mendengarkan penjelasan dengan malas-malasan. Mana mengerti dengan cara pengerjaannya.

Jari-jarinya mulai bergerak ragu di papan tulis. Dengan modal percaya diri, Viola mengerjakan soal dengan rumus yang ia ciptakan sendiri. Persetan namanya akan di jadikan bahan olok-olokan lagi karena terlalu cemen tidak bisa mengerjakan soal di depan, Viola tidak peduli itu.

Matanya mengarah kepada Migo menyiratkan ia membutuhkan bantuan.

Viola tersenyum tipis saat Migo melangkahkan kakinya ke depan. Omongan Migo memang selalu bisa di pegang.

Kapal KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang