Viola berdecak pelan saat Vigo mengabari jika dia sedang memiliki urusan terkait olimpiade.
Sorot matanya berubah menjadi redup. Viola sudah menunggu Vigo kurang lebih selama lima belas menit, dan kini penantiannya sia-sia.
Tiba-tiba Viola mendapati Vigo di depannya, dengan motor yang biasa lelaki itu pakai.
Selepas menuruni motornya, Vigo mendekat ke arah Viola, "ayo pulang."
Viola menjawab. "Katanya kamu ada urusan?"
Vigo mengangguk cepat, kemudian menjawab, "aku antar Kakak pulang dulu, ayo?"
Melihat Vigo yang terlihat seperti buru-buru, Viola mengatakan, "nggak usah deh, aku telepon Mas Agi aja ntar."
Vigo menggeleng tegas. Dirinya yang menjemput Viola sekolah, sudah sepantasnya ia juga memastikan Viola selamat sampai rumah. Vigo tidak bisa lepas tanggung jawab begitu saja.
Viola pun akhirnya mengiyakan.
•••
Selepas di antar pulang oleh Vigo, Viola hanya berada di kamar sembari mengerjakan beberapa latihan soal. Semenjak dirinya sudah resmi menjadi siswi kelas 12, Viola memang menjadi lebih giat belajar.
Ketika sudah memasuki jam 8 malam, kening Viola mengerut heran, siapa yang yang bertamu malam-malam seperti ini? Viola juga tidak merasa memiliki janji dengan siapapun.
Langkah kakinya segera keluar dari kamar, berjalan ke depan membuka pintu, dan...
"Jadi main hujan?" tanya Vigo lembut. Di kedua tangan Vigo, terdapat 2 jas hujan.
Melihat Vigo sudah menenteng 2 jas hujan di depan rumahnya membuat Viola terkekeh kecil, lucu sekali Vigo ini. Sorot matanya yang sedari tadi lesu menjadi sangat berbinar. "Mau-mau! Ayo," teriak Viola antusias.
Viola benar-benar seantusias itu. Pasalnya setelah Vigo menjanjikan untuk bermain hujan bersama, lelaki itu baru bisa menepati janjinya 5 bulan setelahnya.
Selain karena sekarang bukan musim hujan, jadwal mainnya juga sering bentrok dengan jadwal lesnya.
Ketika Viola berniat untuk membolos les, Vigo selalu menceramahinya panjang lebar. Itu sebabnya rencana bermain hujan mereka tertunda selama 5 bulan lamanya.
"Kok pake jas hujan? Nggak main hujan dong namanya!"
Dengan santainya Vigo menjawab, "tetap main di bawah guyuran air hujan kan tapi?"
Sialan, Vigo justru membalikkan kata-katanya. "Tapi aku maunya nggak pake jas hujan," ucap Viola lesu.
Melihat binar di mata Viola redup, Vigo mengintruksi, "Kak, aku sudah izin kepada Om Adiwira, Tante Hisna, Kak Agi dan Kak Lia. Tapi mereka memberi syarat, asal tidak membuat Kakak sakit katanya. Jadi, aku membeli dua jas hujan. Ayo di pakai, katanya ingin bermain hujan?" ucap Vigo lembut, mencoba memberi pengertian kepada Viola.
Viola mengangguk setuju, "oke deh!" sahut Viola cepat. Lagi pula benar kata Vigo, mereka sama-sama akan bermain di bawah guyuran air hujan.
Bermain hujan tanpa jas hujan juga sudah terlalu biasa Viola lakukan, sekarang Viola akan mencoba hal yang berbeda untuk pertama kalinya, bersama Vigo pula.
Selesai memakai jas hujannya, Viola langsung meraih jari-jari tangan Vigo untuk di gandeng. Kakinya mulai berlari kecil menyusuri jalan, dengan menyipratkan air hujan ke arah Vigo, tawanya terdengar lepas saat Vigo hanya terlihat pasrah dengan perbuatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapal Kertas
Teen Fiction"Hai," sapa seorang pemuda dengan baju osis yang masih bertengger di tubuhnya. Sungguh, itu suara lelaki terlembut yang pernah Viola dengar. Viola akhirnya mendongak sekilas, melihat siapa yang menyapa dirinya, tanpa memiliki niat untuk menjawab sed...