"Udah lah bareng aja, ribet amat. Jarang-jarang kan berangkat berdua? First loh ini, sayang banget si di tolak. Iya kan, Ma?" Viola menatap Hisna meminta persetujuan.
"Iya, kapan lagi kalian berangkat bareng," sahut Hisna dengan senyum manis.
Argio merangkul Hisna dari samping, "Ma, ya nggak bisa dong, sekolahku ngelewatin sekolahnya Kak Vio. Aku nggak mau buat Kak Vio repot," balas Argio lembut.
Viola menghentakkan kakinya kesal, menyalami tangan Adiwira, Agi dan Lia. Kemudian berjalan ke arah Hisna, melakukan hal yang sama. Tetapi matanya memandang sinis ke arah Argio. "Bilang aja lo malu punya Kakak kaya gue."
Hati Argio sedikit mencelos mendengarkan hal tersebut. Sebelum akhirnya suara Hisna menginstruksinya, "di bujuk sana kakaknya. Baru baikan loh? Masa mau marahan lagi. Mungkin maksud Kakakmu agar kamu lebih dekat dengan dia. Ayo di susulin," tuturnya lembut.
Argio segera berpamitan dengan orang rumah, lalu langkah panjangnya melenggang keluar menyusul Viola.
"Kak," tutur Argio lembut.
"Apa? Nggak usah deket-deket!"
"Aku berangkat sama Kakak, jangan marah okay? Aku sama sekali nggak malu punya Kakak, jangan pernah punya pikiran seperti itu, okay?" bujuknya dengan tutur kata lembut.
"Udah nggak mood, berangkat aja sendiri," Viola menyahuti dengan acuh.
"Kak... aku sama sekali nggak malu punya Kakak hebat seperti Kakak. Hei? Siapa yang bilang aku malu punya Kakak? Bawa sini orangnya. Jangan asal menyimpulkan, okay?"
Sialan, entah mengapa air mata Viola menetes. Moodnya sudah buruk pagi ini, di tambah dengan Argio yang menolak ajakannya untuk berangkat sekolah bersama, moodnya semakin anjlok.
Melihat itu, Argio segera melepas kacamata Viola. Membantu Kakaknya menghapus air matanya. "Hei, jangan nangis. Maaf aku bantah lagi, tapi jangan nangis," tuturnya pelan.
"Maaf, lagi nggak mood. Kamunya juga ngeselin, akunya jadi kesel," sahut Viola dengan napas yang sudah naik turun.
"Aku yang nyetir boleh?" tanya Argio hati-hati. Dan Viola memilih mengangguk saja.
•••
Pulang sekolah.
"Ih ayo beli es krim dulu," rengek Viola pelan.
Argio menghela napas pelan, "iya, okay beli es krim tapi makan dulu, ya? Pulang dulu, Mama udah masak pasti, kasian," sahut Argio, memberikan keputusan final.
Viola memalingkan wajahnya kesamping pertanda sudah sangat kesal. Melihat itu pun, mau tidak mau Argio membelikan es krim untuk Viola, dengan syarat di makan habis makan nasi.
Setelah sampai rumah dan makan, Viola mengetuk pintu kamar Hisna.
"Ada apa, nak?" tanya Hisna.
"Mama jadi ke makam Ibu?" tanya Viola hati-hati.
Kening Hisna mengernyit bingung, pasalnya mereka satu keluarga sudah ke makam Rista, Ibu kandung Viola. Bahkan mereka sudah mengajak Viola, tetapi Viola menolaknya. Jadi, mengapa Viola menanyakan hal itu lagi?
"Sudah. Mama sudah mengajak Viola kan?"
Viola menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "iya si... aku mau kesana sekarang. Aku ajak Argio boleh nggak?"
Hisna sedikit tertegun mendengar Viola mengatakan hal itu, Viola tidak salah bicara? "Boleh dong sayang. Iya nggak apa-apa."
•••
"Mau ke mana sih, Kak?"
"Beli bunga, banyak tanya deh! Tinggal ikut aja kok ribet."
"Ya bunga untuk siapa? Cowo? Kak, se suka apapun Kakak sama cowo jangan sampai ya sampai--"
Mendengar penuturan Argio yang menurutnya terlalu nyeleneh Viola menyela dengan cepat. "Buat Ibu."
Menunduk kaku, Argio merasa sangat bersalah, "maaf," Argio berucap pelan.
Setelah memilih bunga yang ingin di bawa ke makam Ibunya, Viola segera melajukan motornya ke arah di mana Ibunya di makamkan. Ia meminta Argio untuk mengikuti langkahnya. Tidak lama Viola berhenti tepat di pusara Ibunya.
Argio yang sedari tadi tidak membuka suara pun ikut berjongkok di sebelah Viola. Mengamati makam di depannya yang bertuliskan, Viola Arista. Nama depannya ternyata sama dengan nama Viola.
Argio bahkan baru menyadari jika nama depan Adiwira dan Agi juga sama. Salvio Adiwira dan Salvio Rahagi.
"Hai, bestie. Apa kabar? You okay kan pasti? Harus okay dong, masa anaknya yang cantik ini udah oke Ibunya nggak oke."
Argio sedikit tertegun mendengar interaksi Viola dengan Ibunya. Mereka memang se akrab itu? Pantas saja Viola sangat susah menerima kehadiran dirinya dan Mamanya.
"Kiw, aku bawa Adik cowo nih. Anak dari sahabat tercinta Ibu yang di pilih langsung untuk menjaga putri cantiknya ini. Seneng nggak tuh Rara bawa anak dari sahabat tercinta Ibu? Seneng lah ya pastinya."
Viola sedikit menyenggol lengan Argio, memberi isyarat agar Argio menyapa Ibunya.
"Assalamualaikum, saya Argio, Tante," ucapnya pelan.
Viola kembali menatap makam Ibunya, "sok malu-malu dia, Bu. Aslinya nggak se pendiem itu. Em, apa ya... seperti biasanya Viola mau berterima kasih sama Ibuku yang paling cetar membahana ini karena udah melahirkan anak yang nggak kalah cetar membahananya. Nggak henti-hentinya Rara ucapin terima kasih banyak karena Ibu memang seberharga itu."
"Ayo doa Ar, terus pulang." Viola mengintruksi Argio untuk memulai mendoakan Ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapal Kertas
Teen Fiction"Hai," sapa seorang pemuda dengan baju osis yang masih bertengger di tubuhnya. Sungguh, itu suara lelaki terlembut yang pernah Viola dengar. Viola akhirnya mendongak sekilas, melihat siapa yang menyapa dirinya, tanpa memiliki niat untuk menjawab sed...