31

20 11 0
                                    

Seluruh mata berpusat pada gadis berjilbab segi empat tersebut. Bukan, bukan pandangan memuja karena buku barunya menyandang gelar best seller. Huh, lagi pula siapa yang akan membahas karya-karyanya setelah ia beberapa kali terkena skandal? Tapi semua orang memandang gadis itu remeh, beberapa ucapan sinis terlontar membuat gadis tersebut bingung. Berita apalagi yang mereka beberkan kali ini? Ah, memikirkan saja sudah membuat ia kesal setengah mati.

"Jadi ini anak mantan napi yang sekarang jualan batagor di perempatan cempaka?" Mendengar cibiran tersebut membuat emosinya tersulut.

"Maksud lo apa brengsek?!" teriaknya menggelegar.

Ansnata, gadis yang selalu bisa menyulut emosi siapa pun itu berjalan mendekat. Sebenarnya Viola sama sekali tidak masalah mau Ansnata berbicara apa pun tentang dirinya, toh setiap beredar kabar kurang baik tentang dirinya, Ansnata selalu membuat berita itu semakin menjadi-jadi, dan Viola sama sekali tidak mempermasalahkan hal tersebut. Tapi dalam konteks ini, Ansnata melibatkan Papanya.

"Denger denger bokap lo dagang batagor di perempatan cempaka," Ansnata terkekeh. Memandang remeh Viola.

"Kaitannya dengan hidup lo apa?"

"Lo tau kenapa gue benci banget sama lo?" desis Ansnata.

Viola tersenyum miring, menatap sinis ke arah Ansnata, "penting banget gue tau? denger, Ans. Suka atau tidaknya lo sama gue," ucapnya dengan menekan setiap perkata yang di ucapkan, "itu nggak bakal berpengaruh apapun di hidup gue," lanjutnya.

"Karena lo iblis," teriaknya nyaring.

"Seperti bokap lo, bokap lo iblis Viola," hardiknya.

Plak

Viola menatap geram ke arah Ansnata. "Berhenti hina bokap gue brengsek, lo bahkan nggak tau apa pun tentang dia."

Tidak terima atas perlakuan Viola, Ansnata pun melakukan hal yang sama, ia mendorong tubuh Viola ke dinding.

Belum sempat melakukan hal yang lebih, tanpa sadar siswa-siswi aksara sudah mengerumuninya. Tidak lama suara tegas membelah kerumunan tersebut. "Bubar kalian semua," tatapan tajamnya menatap kerumunan siswa-siswi yang berada di sana. Lalu beralih kepada dua gadis yang sedari tadi menjadi pusat perhatian siswa-siswi aksara. "Kalian berdua, ikut saya!"

•••

"Kalian ini apa-apaan, bel masuk bahkan belum berbunyi tetapi kalian justru sudah menciptakan kericuhan." Netra guru konseling itu menatap dua gadi di depannya secara bergantian, "beri tahu alasan kenapa kalian sampai berkelahi ini ke saya."

Otak Viola terasa buntu sekarang. Karena mau di lihat dari sisi manapun ia akan tetap terlihat salah, ia yang menampar Ansnata, meskipun Viola tidak akan menampar jika Ansnata tidak memancing. Tapi meskipun begitu ia tidak mungkin kan hanya berdiam diri tanpa melakukan apapun, ia harus angkat suara, setidaknya agar poin dirinya tidak semakin bertambah. Namun belum sempat berbicara, Ansnata sudah bersuara.

"Kita cuma berantem biasa. Biasalah masalah cewe, cuma salah paham aja. Iya kan, Vi?" Ansnata menoleh ke arah Viola meminta persetujuan

Viola menatap bingung, bahkan dirinya sempat berucap, "hah?"

Guru konseling itu menatap Viola. "Benar begitu, Viola? Kesalah pahaman apa yang terjadi sampai membuat kamu memukul Ansnata?" Kemudian beralih menatap Ansnata, "dan membuat kamu mendorong Viola ke dinding."

Mengerti maksud Ansnata, Viola berusaha menguasai peran. "Ya biasalah cewe, bapak nggak perlu tau. Yang penting masalah kita kan udah selesai, iya kan?" Viola beralih menatap Ansnata.

Kapal KertasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang