"Aku pulang sama Migo tidak apa-apa?" tanya Vigo ragu.
"Nggak apa-apa, santai aja kali. Ntar Mas Agi juga jemput," sahut Viola santai.
"Aku jemput Kakak di?"
"Rumah Mas Agi, ya?" sahut Viola ragu-ragu.
Vigo menanggapi dengan anggukan kepala.
"Tapi nggak apa-apa misal kamu di tanya-tanya dulu? Kamu kan tau sendiri Mas Agi gimana orangnya."
Vigo tersenyum kecil, "memang kenapa? Ya tidak masalah, aku juga harus izin dulu kan?"
"Ya iya juga si... aku takut kamu nggak nyaman aja, setiap keluar sama aku harus ketemu Mas Agi dulu. Tapi kalo kamu nggak masalah ya Alhamdulillah. Ya udah, aku duluan ya?"
"Sama sekali tidak masalah, Kak. Semua Kakak sepertinya juga seperti itu, ingin menjaga pergaulan Adiknya, aku juga gitu kok," sahut Vigo cepat, tidak ingin membuat Viola merasa bersalah.
"Mau aku tunggu sampai Kak Agi jemput?" tawar Vigo.
"Nggak perlu, Vigo. Udah ya? Aku duluan," seru Viola dengan langkah yang perlahan-lahan menjauh.
•••
Selepas bertemu dengan Viola, Vigo langsung melangkahkan kakinya ke parkiran untuk menghampiri Migo. "Maaf, jadi menunggu. Abang ada urusan dulu sebentar."
"Iya, sekarang kan udah ada kesibukan lain," sahut Migo santai. "Migo yang di depan apa Abang yang di depan?"
Vigo tersenyum simpul. "Abang saja, sini kuncinya."
Saat perjalanan ke rumah pun mereka hanya saling diam, tidak ada yang membuka topik pembicaraan.
Sesampainya di rumah, Vigo menghela napas pelan saat Adiknya langsung bergegas masuk ke dalam kamarnya.
Ia pun memasuki kamarnya untuk membersihkan diri, sebelum akhirnya ia juga memasuki kamar Migo.
Melihat Migo yang tidur tengkurap dengan seragam lengkap yang masih bertengger di tubuhnya, Vigo membuka sepatu dan kaus kaki yang masih terpasang di kaki Migo. Kemudian ia menepuk pelan bahu Migo.
"Migo sudah salat? Kalau belum, salat dulu, jangan tidur," tegur Vigo lembut.
"Udah, di sekolah."
"Migo, di lepas dulu seragamnya. Jangan di bawa tidur seperti ini, nanti kucel."
"Iya kucel, kaya muka Migo waktu nunggu Abang pulang," sahut Migo sarkas.
"Migo, sudah ya marahnya. Abang tahu Abang salah. Abang minta maaf, ya?" bujuk Vigo dengan nada selembut mungkin.
"Abang jelaskan dengan jujur, Abang tidak akan mengurangi atau menambah cerita. Ayah memang meminta tolong buat membelikan bahan makanan. Tapi sesampainya di minimarket, Abang bertemu dengan temanmu, Kak Vio. Posisinya Kak Vio masih memakai seragam sekolah," Vigo terdiam sebentar untuk mencari kalimat yang pas.
"Udah, nggak usah jelasin, Migo udah denger dari Ayah," sahutnya. "Lagian biar apa Abang bilang sama Ayah? Mau langsung minta restu sama Ayah? Abang mikir nggak si akibat dari perbuatan Abang? Abang jadi di hukum kan? Di hukum apa sama Ayah?" cecarnya tanpa jeda. "Migo udah diem aja loh nutupin kesalahan Abang? Terus kenapa malah Abang ngaku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapal Kertas
Teen Fiction"Hai," sapa seorang pemuda dengan baju osis yang masih bertengger di tubuhnya. Sungguh, itu suara lelaki terlembut yang pernah Viola dengar. Viola akhirnya mendongak sekilas, melihat siapa yang menyapa dirinya, tanpa memiliki niat untuk menjawab sed...