→SATU←

7.4K 409 49
                                    

Jeno duduk di kursinya sambil meminum teh hangat. Malam ini dia memilih untuk bersantai di rumah orang tuanya. Dia benar-benar tidak mood untuk hanya sekedar keluar kamar. Rasanya hari ini dia memilih tetap tinggal di kamarnya. Lagipula dia tidak sibuk dengan pekerjaannya akhir-akhir ini. Jadi dia bisa bersantai meskipun itu hanya satu hari.

Saat Jeno sedang asik menikmati teh di tanganya, Pintu kamarnya terketuk dari luar. Setelah itu munculah Mark dengan membawa dua botol wine di tangannya. Mark adalah kakak Jeno. Mereka hanya memiliki perbedaan umur 2 tahun.

Kebanyakan orang mengira mereka bukan saudara. Selain karena rupa yang tidak sama, Jeno juga tidak pernah memanggil Mark dengan sebutan kakak. Jeno memperlakukan Mark seperti teman sebaya dan Mark pun tidak mempermasalahkan itu.

"Tumben pangeran tampan dan pemberani ini berdiam diri di kamarnya. Tidak tertarik dengan huru-hara dunia lagi?" Tanya Mark lalu meletakkan botol yang dia bawa ke atas meja.

"Tidak ada yang menarik. Aku bosan dengan semuanya."

"Dimana jalang-jalang yang biasanya siap menduduki pahamu? Apa kau juga sudah tidak selera dengan mereka?"

Jeno menganggukkan kepala. Dia lalu mengisi gelas tehnya yang sudah kosong dengan wine yang dibawa oleh Mark.

"Aku masih 27 tahun. Tapi rasanya aku sudah mencicipi banyak sekali pelacur. Dari semua itu, tidak ada satupun yang menetap lebih dari satu bulan denganku." Jeno sedikit mengeluh.

"Jadi, apa kau sudah lelah dengan semua wanita-wanita itu?"

"Mungkin begitu. Apalagi bubu terus meminta keturunan dariku dan darimu. Kau tau aku tidak pernah tertarik dengan hubungan yang serius atau terikat."

"Kalau begitu, hamili saja salah satu pelacur itu. Ambil anaknya, dan berikan pada bubu."

"Mulutmu berkata mudah sekali. Meskipun aku brengsek seperti ini, aku juga ingin benihku berkembang di rahim orang yang baik-baik. Bukan di rahim seorang pelacur. Kepalaku juga akan dipenggal jika daddy dan babba tau bahwa keturunanya dari seorang pelacur."

Mark terdiam beberapa saat. Setelah itu, dia sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Jeno.

"Sepertinya aku bisa membawa ke suatu tempat untuk mendapat apa yang kau mau. Kau bisa menanam benihmu pada orang yang berkualitas." Ucap Mark.

"Maksudmu?"

"Jika kau ingin tau, ayo ikut aku. Kebetulan juga aku ingin pergi ke sana."

"Kemana? Arena balap? Casino?"

"Bukan semua itu. Lebih baik sekarang ayo ikut aku." Mark lalu berdiri dari duduknya.

Jeno masih terdiam di tempatnya. Dia masih malas keluar kamar. Selain itu, Mark juga tidak memberi tau kemana dia akan mengaja Jeno pergi.

"Ayo berdiri. Kenapa kau masih duduk di sini?" Tanya Mark.

"Aku malas bergerak, Mark. Kau pergilan sendiri sana."

"Jika kau malas, mana bisa kau menemukan seseorang untuk tempat menumbuhkan benihmu? Jangan malas jika kau ingin menemukan yang berkualitas."

Jeno menghela napas. Dengan keterpaksaannya, dia berdiri dari duduknya. Dia merasa tidak ada salahnya menuruti apa yang dikatakan Mark.

Mark tersenyum senang. Setelah itu dia berjalan ke arah garasi untuk mengambil mobil. Jeno pun hanya mengikuti Mark dari belakang.

Saat mereka sudah sampai di garasi, mereka malah bertemu dengan orang tua mereka. Lee Jaehyun dan Lee Taeyong.

"Mau kemana?" Jaehyun bertanya.

"Kita akan berkecan." Jawab Mark.

"Maksudmu?" Tanya Jaehyun karena jawaban Mark terdengar ambigu.

Puntuale ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang