→DUA PULUH LIMA←

2.2K 220 12
                                    

Jaemin melirik Jeno yang sedang berkutat dengan leptopnya dan duduk di sofa yang ada di dalam kamar inapnya. Sedari pagi tadi, Jaemin melihat Jeno terus sibuk dengan leptopnya. Sepertinya Jeno juga tidak tau bahwa Jaemin sudah bangun dari tidurnya.

Jaemin berniat mengubah posisi menjadi duduk. Namun ternyata pergerakan Jaemin tertangkap oleh Jeno. Jeno pun menghampiri Jaemin dan membantu Jaemin untuk duduk.

"Apa kau membutuhkan sesuatu?" Tanya Jeno.

"Tidak. Tapi..."

"Tapi?"

"Aku ingin meminta maaf."

"Untuk?"

"Aku sudah lebih dulu curiga tentang keluarga Lee bahkan menghinanya di depanmu."

Jeno menghendikkan bahu. "Tidak perlu minta maaf. Kau tidak bersalah. Harusnya aku yang meminta maaf."

"Tapi aku—"

"Sudahlah. Lebih baik kita anggap semua masalah ini selesai."

"Tapi, Jeno—"

"Aku tidak ingin membahasnya lagi."

Akhirnya Jaemin memilih diam meskipun di merasa tidak enak dengan keluarga Lee. Walau bagaimanapun dia sudah menaruh prasangka buruk pada keluarga Lee. Padahal merekalah yang banyak menyelamatkannya.

"Kau sibuk?" Tanya Jaemin.

"Tidak terlalu."

"Kalau begitu, bisakan aku meminta waktumu sebentar?"

"Bisa."

"Duduklah di sini." Jaemin menepuk tempat kosong di sampingnya.

Jeno menurutinya. Dia naik ke atas ranjang lalu duduk di samping Jaemin.

"Terima kasih, Jeno. Meskipun aku sempat kecewa padamu, aku tetap merasa bahwa seharusnya aku lebih banyak berterima kasih padamu."

"Aku melakukan semua itu untuk kebaikanmu."

"Aku mengerti. Tapi bisakah aku meminta padamu untuk tidak menyiksaku lagi?"

"Bukankah seorang slut pantas untuk disiksa?"

"Aku tau. Tapi jika kau yang menyiksaku, yang sakit bukan hanya fisikku. Hatiku juga."

"Apa karena kau mencintaiku?"

Jaemin menganggukkan kepala. "Salah satunya itu. Aku juga merasa ketakutan setiap kau marah. Kau seperti bukan Jeno ku."

"Jeno ku? Sejak kapan aku jadi milikmu?"

"Jika kau selalu menganggap aku adalah milikmu, kenapa aku tidak boleh melakukan hal yang sama?"

"Baiklah, terserah kau saja."

Jaemin tersenyum tipis. "Kau adalah Jeno ku."

Jeno tidak menjawab apa-apa. Dia mencoba biasa saja padahal jantungnya berdebar hanya karena Jaemin menyebutnya sebagai miliknya.

"Kapan aku bisa pulang?" Tanya Jaemin.

"Masih tidak tau. Hasil pemeriksaan lanjutanmu akan keluar hari ini."

"Jadi, apa aku tidak boleh keluar dari rumah sakit?"

"Tentu saja tidak. Memangnya kau membutuhkan apa?"

"Sebenarnya aku ingin keluar untuk jalan-jalan atau setidaknya menghirup udara segar. Tapi jika aku keluar, aku tidak yakin bisa kuat setelah melihat suasana rumah sakit. Karena biasanya saat kita pulang dari rumah sakit, kita akan menaiki lift khusus yang langsung menuju basement."

Puntuale ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang