→SEPULUH←

3K 295 27
                                    

Dua minggu sudah Jaemin melewati masa penyembuhannya. Dua minggu itu juga Jaemin mengalami gangguan tidur. Namun Jaemin sama sekali tidak mengatakan pada Jeno bahwa dia mengalami hal itu. Selain itu, Jeno tidak bisa mengetahuinya karena Jaemin tidur di kamar yang berbeda.

Jaemin sengaja tidak memberi tau karena dia berpikir dia hanya seorang slut. Hal-hal seperti ini sepertinya tidak akan dipedulikan oleh Jeno. Jaemin sudah sadar diri di awal bahwa posisinya akan terus menjadi slut. Tidak ada gunanya dia memberi tau hal-hal yang menurutnya tidak penting untuk Jeno ketahui.

Sore tadi Jeno membawa Jaemin ke psikolog. Namun ternyata psikolog itu memberi rujukan pada Jaemin untuk datang ke psikiater. Karena itu malam ini Jaemin baru saja menjalani pemeriksaan dengan psikiater. Tadi saat datang ke psikiater, Jaemin meminta pada dokter untuk tidak mengatakan pada siapapun tentang gangguan tidurnya.

Jaemin tau Jeno mengatarnya sampai ke psikiater ini atas suruhan dari Taeyong. Taeyong juga yang memaksa Jaemin untuk melakukan pemeriksaan terhadap psikisnya. Jaemin pada akhirnya memilih menurut dan dia tidak bisa menolak jika Taeyong yang meminta.

Pemeriksaan Jaemin bersama psikiater berjalan lancar dan saat ini Jaemin dan Jeno sedang dalam perjalanan pulang. Seperti biasa, Jeno duduk di kursi kemudi sedangkan Jaemin duduk di kursi belakang. Suasana dalam mobil juga seperti biasa. Jeno dan Jaemin sama-sama tidak ada yang mau membuka suara.

Sedari tadi Jaemin memandang ke arah luar. Pikirannya semakin penuh saat ini. Dia sendiri tidak tau kenapa dia merasa keadaan psikisnya seolah semakin parah.

Jaemin merasa bahwa perasaan kehilangan setelah kepergian Yoona dan Yuta malah semakin menjadi. Dia selalu merasa ingin menangis setiap mengingat Yoona dan Yuta. Ada rasa bersalah yang sangat besar hingga membut Jaemin merasa dia tidak pantas bernapas lagi setelah kematian Yoona dan Yuta.

Namun di sisi lain, Jaemin meras dia harus terus hidup untuk memuntaskan rasa bersalahnya pada Yoona. Dia merasa harus memberi hukuman pada dirinya sendiri atas apa yang dia anggap sebagai kesalahan pada ibunya sendiri.

Setelah beberap menit berjalan, Jaemin melihat ke arah Jeno karena Jeno membelokkan mobilnya ke sebuah taman. Di samping taman luas itu juga ada sebuah caffe.

Jeno memarkirkan mobilnya lalu mematikan mesinnya. Setelah itu dia melihat Jaemin lewat spion mobilnya.

"Tunggu di sini. Jangan kemana-mana. Aku ingin membeli kopi." Ucap Jeno.

"Oh, ternyata hanya membeli kopi."

"Memangnya kau mengira aku berhenti di sini untuk apa?"

"Aku kira kau berhenti untuk mampir ke taman itu."

"Kau ingin pergi ke taman itu?"

"Sebenarnya iya. Tapi jika kau tidak mau, tidak apa-apa."

"Turunlah."

"Kau bilang tadi aku tidak boleh pergi ke mana-mana."

"Itu tadi. Sekarang kau turunlah. Tunggu aku di taman itu."

"Baiklah. Kau jangan lama-lama."

"Seharusnya kau katakan itu pada barista untuk tidak membuat kopi terlalu lama."

Setelah mengatakan itu, Jeno turun dari mobil dan berjalan menuju caffe. Sementara itu, Jaemin juga ikut turun dan berjalan ke arah taman.

Jaemin memilih tempat duduk yang memiliki penerangan kuat karena saat ini sudah malam. Dia lalu membuka ponselnya dan mencari di internet tentang gangguan tidur. Selain mendapat infomasi dari psikiater, Jaemin juga ingin mencari info tambahan dari internet atau jurnal ilmiah.

Puntuale ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang