Pintu kamar nara terbuka dengan cukup keras karena maudy mendorong nya dengan begitu kuat. Nara menoleh, melihat Maudy yang berdiri di dekat pintu.
Sudah tau apa yang akan terjadi setelah ini.
Bukan kah lebih baik jika Nara memberitahu semua nya?. Toh memang seharusnya begitu.
"Lo keterlaluan nar!."
"Lo gatau yang sebenarnya kak!. dari apa yang lo liat tadi, itu aja ga cukup buat lo nyalahin gue!."Sarkas nara.
"Terus, gue nyalahin siapa kalau bukan lo?. gue udah ga mau diemin sikap lo yang kayak gini!. Lo gatau kan gimana berusaha nya mamah buat deket sama Lo? Kenapa Lo ga pernah hargai sedikit pun?."
Nara membuang nafas nya kasar. Tidak berniat menjawab apa yang Maudy katakan. Membiarkan gadis itu untuk mengucapkan apapun saat ini.
"Bahkan tadi, sikap lo yang kasar sama mamah buat gue gasuka sama lo nar. Dia itu mamah Lo,-"
"Dia bukan mamah gue!."
Maudy menatap Nara tidak percaya saat gadis itu memotong ucapan nya.
"Lo?. Kalau bukan karena mamah, Lo ga bakal hidup di dunia ini!."
"Kalau pun dari awal gue tau gue bakal di lahirin di rahim mamah, gue udah nolak kak!."Bentak nara kesal.
"Mamah itu sayang sama lo!."
"Dia ga pernah sayang sama gue! Cuman Lo anak kesayangan mamah dan papah!."
Maudy menatap Nara malas."Kenapa Lo selalu bilang ini?. Lo juga tau gimana mereka merhatiin kehidupan Lo sampe sekarang. Apa itu aja belum cukup?."
"Lo ga haus kasih sayang, kan?."Lanjut Maudy begitu menohok untuk Nara. Sial. Apa Nara tidak wajar bersikap seperti ini?.
"Haus?."
"Iya, Lo selalu bilang kalau Lo beda dari gue. Jelas kita sama nar!."
"Lo bilang gitu karena emang lo udah cukup puas sama kasih sayang mamah dan papah! Lo juga udah cukup puas sama apa yang mereka kasih ke Lo!. Karena Lo segala nya bagi mereka!.."Teriak Nara frustasi.
"Manusia emang ga akan tau rasanya, kalau belum ngerasain penderitaan yang sama!."Lanjut Nara tajam.
Emosi nya tidak tertahan. Mata nya memanas. Nara tidak ingin bersikap seperti ini pada kakaknya, tapi jika terus diam saja, Maudy akan terus salah paham.
Maudy menatap nara, tenggorokan nya begitu tercekat.
"Itu karena Lo ngejauh dari keluarga Lo sendiri!."
Nara membuat nafas nya kasar."Gue benci kata keluarga kak. gue ga butuh keluarga. gue bahkan ga punya keluarga di hidup gue!."
"Orang yang lo anggap kedua orang tua, itu cuman berlaku buat lo!. Ga buat gue!. Mereka orang tua terbaik versi lo, tapi bukan versi gue!. Gue ga butuh mamah sama papah di hidup gue!."
Plak.
Tangan Maudy bergetar hebat, begitu cepat lengan nya menampar pipi Nara. Ucapan gadis itu tidak seharusnya di ucapkan.
Nara terdiam, mengusap pipi nya saat terasa begitu sakit akibat tamparan Maudy.
"Brengsek!. Gue benci Lo!."
Hati Nara mencelos, mendengar apa yang baru saja Maudy katakan untuknya. Bahkan ucapan itu lebih menyakitkan di banding tamparan yang Maudy kasih untuknya.
"Gue benci hidup gue juga kak!. Dan ada yang lebih gue benci,"Gantung Nara, menatap Maudy begitu lekat.
"Itu lo."Lanjut nya dengan lidah yang begitu terasa keluh.
"G-gue?."Ucap Maudy pelan.
"Lo juga orang yang termasuk buat gue sengsara kak. Seandainya lo ga sepinter itu, papah ga mungkin terus bandingin gue sama lo. Papah selalu nuntut gue buat jadi lo, dan papah selalu nuntut gue dapetin apa yang lo dapet juga."
"Gue bukan lo kak, gue nara, dan ini hidup gue."
Tatapan mata nya tidak lepas dari maudy. Ntah apa yang gadis itu pikirkan tentang nya setelah ini. Nara tidak peduli.
"Lo tau kak, itu yang selalu papah lakuin buat gue. Dan itu kata kata yang juga selalu gue denger dari mulut papah."
"Gue ga akan mungkin bersikap kayak gini kalau papah perlakuin kita sama. Gue cape kak, selalu nahan sakit tiap gue pulang bagi rapot dengan hasil yang ga pernah buat papah puas."
"Dan lo inget waktu lo ketemu gue habis dari ruangan papah?. Dan lo juga liat kenapa gue pake masker dan jaket?."
Nara menarik nafas nya, terasa begitu pengap udara di sekitar nya sebelum kembali berbicara.
"Itu karena gue nutupin semua luka yang papah kasih, kak."Ucap Nara masih membuat Maudy terdiam seribu kata.
"Lo ga tau kan gimana sakit nya gue ga di anggap waktu acara kantor?. Itu karena papah malu punya anak kayak gue yang bodoh dan ga guna sama sekali!."
"Lo juga ga pernah tau gimana sakit nya gue tiap liat foto keluarga tanpa ada gue di dalam nya. Gue keluarga kalian, kan?."Lerai Nara, membiarkan air mata nya terus membasahi pipi nya.
Tidak peduli dengan tanggapan Maudy kali ini. Percaya atau tidak, nyatanya memang itu yang terjadi.
Maudy menggeleng, memundurkan langkah nya untuk sedikit menjauh."Lo bohong!. Papah ga seburuk itu!."Ucap Maudy tidak percaya.
"Papah sebaik itu ya buat Lo? sampe Lo ga percaya apa yang gue ucapin barusan?."Kekeh Nara.
"Gue tau papah. Dan dia ga mungkin lakuin hal sekeras itu sama Lo! Bilang sama gue kalau Lo cuman mau buat gue benci sama papah!."
"Udah gue bilang, papah versi lo beda jauh sama papah versi gue kak!. Gue ga mungkin kayak gini tanpa alasan!. Gue juga ga mungkin belajar segila itu kalau bukan karena siapa kak?."
"Itu cuman karena papah. Lo-"
Terlihat begitu jelas, maudy terisak di hadapan nya. Wajah gadis terlihat begitu tidak percaya.
"Cukup, nar!."Potong maudy dengan suara yang cukup keras.
"Gue gamau denger apa yang lo kata in!. Gue,"
"Gue tau Lo ga akan percaya."Sahut nara, memotong ucapan maudy cepat.
"Maaf kak, gue ga maksud buat hubungan Lo sama papah renggang. Gue juga ga maksud buat bikin Lo benci papah."
Maudy mengusap air mata nya, lalu melihat ke arah Nara sekilas sebelum akhirnya pergi meninggalkan Nara tanpa sepatah kata apapun.
Jika menjadi Nara saat ini, Maudy juga akan sangat menderita.
Tapi bagaimana Maudy mempercayai semua yang terjadi di hidup Nara kali ini?.
#hanya fiksi belaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
INJURED [END]
Teen Fiction[ PLEASE UNTUK TIDAK MENCURI KARYA SAYA! ] "Berhenti." "Gue bisa mati."Sahut nara cepat. "Semua orang bisa mati." "Gue mau mati di tangan tuhan, bukan papah." *** "Nuel," "Apa?." "Kita bakal terus bareng ya?." *** "Banyak kebahagian Lo di luar sana...