Part.53

729 63 12
                                    

"Adiba dari mana aja kamu?".ucap Ani sambil mendatangi Adiba yang baru saja keluar dari gerbang kawasan pemakaman.

"Biasa Ummi dia baru aja ketemu sama_".potong Asma yang datang dari belakang Ani.

"Emm itu Ummi, Adiba baru aja selesai ngobrol sama kak Ahmad".potong Adiba sambil memberi tatapan sinis kearah Asma.

"Owh begitu".ucap Ani mempercayai perkata-an Adiba, "Ya sudah ayo kita pulang, nanti keburu hujan lagi".sambung Ani sambil mengangkat pandanganya ke arah langit yang dimana awan-awan hitam sudah berkumpul pertandan yang dimana hujan akan turun.

"Ih dasar bohong".sindir Asma sambil masuk kedalam mobil.

Adiba yang mendapatkan sindiran begitu hanya bisa diam, karena jika ia respon akan menimbulkan perdebatan yang dimana rahasia yang ia sembunyikan dari Ummi akan terbongkar, yang dimana sebenarnya ia baru saja mengobrol dengan Daffin, bukan lah Ahmad.

Waktu pun berlalu, kini acara dirumah Ahmad sudah selesai dan saatnya Adiba serta keluarganya pulang menuju kediamannya.

"Adiba, jangan lupa mandi habis itu tidurnya".ucap Ani kepada Adiba yang dimana akan beranjak menuju kamarnya yang dimana berada di lantai dua.

"Baik Ummi, ya sudah Adiba naik dulu ya".balas Adiba sambil tersenyum simpul.

Setelah mandi, serta sholat isya kini Adiba sedang duduk di atas meja riasnya sambil merenungkan sesuatu yang baru saja terjati tadi siang tepat dipemakaman, jika ditanya soal perasaanya yang dimana sudah Daffin hancurkan jujur masih membekas, karena bagaimana pun hati wanita itu bagaikan cermin yang dimana harus dijaga dan diperlakukan dengan selembut mungkin, namun jika cermin tersebut diperlakukan dengan cara yang kasar maka kaca tersebut mudah retak ataupun pecah, memang kaca tersebut masih bisa untuk dirangkai tapi bekas retakannya masih ada.

Ceklek..

"Assalamualaikum".ucap Ani dari ambang pintu, Ani yang tidak mendapatkan respon dari Adiba seketika ia merasa bingung dengan putri semata wayangnya tersebut, dan akhirnya ia pun memutuskan untuk menghampiri Adiba yang sedang berada didepan meja rias.

"Adiba".ucap Ani sambil memegang pundak Adiba dengan lemah lembut.

"Eh..".guman Adiba sambil tersadar dari lamunanya,"Eh ada Ummi, Ummi udah lama disini?".sambung Adiba.

"Kamu lagi mikirin apa hem?".sambung Ani sambil menatap Adiba dengan tatapan mengintrogasi.

"Enggak ko Ummi, cuma lagi mikirin_".jeda Adiba sambil mencari ide untuk mencari alasan yang tepat agar Umminya tidak merasa curiga "Owh iya itu, Adiba lagi mikirin soal USG besok".sambung Adiba.

"Jangan bohong, buat apa juga kamu mikirin soal USG hem?".ucap Ani yang terus-menerus mengintrogasi Adiba, "Dan Ummi yakin pasti akibat kamu melamun ada hubunganya dengan kertas yang sedang kamu pegang itu".sambung Ani sambil melirik selembar kertas yang kini berada digenggaman Adiba.

"Enggak ko Ummi, ini cuma kerja alamat rumah temen Adiba".elak Adiba.

"Ya sudah, apa boleh Ummi lihat buat memastikan apa benar dengan apa yang kamu ucapkan barusan".sambung Ani.

Adiba yang mendengar ucapan dari Umminya dengan seketika ia merasa takut bahkan bingung, dan diposisi lain ia merasa tidak punya ide lagi untuk mengelak dari pertanyaan-pertanyaan yang Umminya lontarkan kepadanya.

"Masya Allah Adiba".ucap Ani sambil tertawa yang dimana melihat muka putrinya yang sangat tegang.

"Ummi kenapa ko ketawa?".ucap Adiba yang merasa heran dengan tingkah Umminya yang tiba-tiba berubah.

"Hahaha Ummi cuma bercanda soal Ummi mengintrogasi kamu barusan".jelas Ani sambil mencubit pipi cabi milik Adiba,"Udah-udah jangan dipikirin soal pertanya-an Ummi barusan, sekarang kamu buruan istirahat, dan ingat besok jadwal kamu untuk USG cucu Ummi oke".sambung Ani.

"Baik Ummi".balas Adiba sambil tersenyum simpul.

Keesokan harinya pun berlalu, kini Adiba yang bersiap-siap untuk pergi menuju rumah sakit untuk mengecekan kandunganya, yang dimana hari ini adalah hari terakhir ia untuk mengecekkan kandunganya, karena bagaimana pun usia kandungan Adiba kini sudah memasukin ke sembilan bulan.

"Abah Ummi Adiba pergi dulunya".pamit Adiba kepada kedua orang tuanya.

"Iya nak hati-hati dijalannya".ucap Ani serta Aril secara Bersama-an, "Maaffin Abahnya-ya tidak bisa nganterin kamu".sambung Aril.

"Iya nggak papa Bah, lagian juga Adiba mau pergi sendiri aja sekalian mau main sama Asma".ucap Adiba sambil tersenyum dibalik cadarnya, "Adiba pergi dulunya, Assalamualaikum'.sambung Adiba dan berlalu pergi masuk kedalam TAXI.

Beberapa menit dalam perjalanan pun telah usia, kini Adiba sudah sampai tujuanya dengan selamat, dan Adiba sendiri pun dengan cepat ia menuju ruangan untuk mengecek kandunganya, namun saat ia sedang berjalan sambil menyusuri koridor rumah sakit, tiba-tiba ia melihat sosok laki-laki yang dimana sedang berbincang-bincang dengan seorang dokter, dan ia pun tidak merasa asing dengan wajah lelaki tersebut.

"Itu bukanya".gumam Adiba sambil menyipitkan matanya, "Astagfirullah".sambung Adiba yang terkejut dengan sosok laki-laki tersebut yang secara tiba-tiba mengubah posisi berdirinya sehingga menampakkan wajahnya secara jelas.

"Lalu bagaimana dok, apa dokter mendapatkan pendonor ginjal buat saya?".tanya laki-laki tersebut kepada seorang dokter yang berada didepannya.

"Maaf pak Daffin, kami selama ini sudah berusaha dengan semaksimal mungkin untuk mencarikan pendonor ginjal untuk bapak, namun sayangnya kami pihak rumah sakit tetap tidak menemukan sama sekali".ucap Dokter tersebut kepada Daffin dengan rasa bersalah.

"Lalu bagaimana dok, apakah benar jika tetap tidak ada pendonor ginjal untuk saya, maka jalan satu satunya maka salah satu ginjal saya harus diangkat?".ucap Daffin dengan tatapan sendu.

"Iya benar sekali pak, karena jika tidak cepat diangkat maka nanti kangker yang kini bapak alami bisa menyebar ke ginjal satunya".balas Dokter tersebut,"Dan seperti yang saya beri tau kemarin, bahwa operasi akan dilakukan lusa depan tapat pada hari kamis".sambung Dokter tersebut.

Dan tanpa Daffin sadari, semua percakapan ia dengan dokter barusan telah didengarkan oleh sosok wanita yang sedang bersembunyi dibalik tembok koridor rumah sakit, dan wanita tersebut merasa tubuhnya diserang dengan ribuan anak panah, ia merasa bodoh karena ia tidak mengetahui penyakit yang cukup memastikan yang kini dialami oleh suaminya senidri.

"Astagfirullah".ucap Adiba sambil menutup mulutnya agar suara isakannya tidak terdengar oleh Daffin atau pun orang lain,"Kenapa engkau menyembunyikan penyakit yang memastikan ini dari ku bang?".sambung Adiba sambil memeluk kedua lututnya yang dimana kakinya kini sudah tidak sanggup untuk berdiri.

"Ya Allah ampuni Adiba ya Allah".ucap Adiba dengan nada bersalah sambil meremas ujung khimarnya

Dret...DretDret.

"Assalamualaikum".ucap seseorang dari dalam telfon.

"W-Waakaikumsallam".jawab Adiba dengan nada terbata-bata.

"Dib kamu kenapa?,kamu kemana aja kok nggak buruan datang keruangan ku sih?".tanya Asma dengan nada khawatir.

"A-aku".

Bruk.

B E R S A M B U N G

Adiba Ayundia (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang