Part. 52

818 81 8
                                    

"Assalamualaikum".ucap Daffin sambil menghampiri Adiba serta Asma.

"Waalaikumsalam".balas Adiba serta Asma secara nersama-an, namun diposisi lain Adiba belum menyadari bahwa orang yang mengucapkan salam barysan adalah suaminya,"Maaf ada perlu apa ya mas?".sambung Asma sambil menatap Daffin, dan Asma juga belum sadar bahwa lelkai tersebut adalah ustadz ya saat dipondok.

"Maaf saya boleh pinjam teman kamu sebentar, buat membicarakan sesuatu?".balas Daffin.

"Berdua gitu?".sambung Asma dengan tatapan heran.

"'Iya berdua mbak".jawab Daffin.

"Mohon maafnya mas, saya lihat-lihat masnya ini seperti anak pesantren, tapi ko masnya nggak tau Batasan berinteraksi dengan lawan jenis, lagian juga masnya bukan mahramnya sahabat saya, dengan enaknya mau ngajak ngobrol sahabat saya cuma berdua".cerocos Asma secara blak-blak-an.

"Kata siapa saya bukan mahramnya sahabat kamu".ucap Daffin sambil membuka maskernya.

Deg...

Asma berserta Adiba yang mengetahui lelaki yang kini didepannya adalah Daffin dan tepatnya adalah suami sahabatnya sendiri, dan diposisi lain kini muka Asma berubah menjadi melongo, bahkan Asma pun kini benar-benar merasa ketar-ketir karena merasa malu sekaligus takut, karena ia sendiri sudah tau sifat ustadznya tersebut.

"Bagaimana, apa saya boleh berbicara dengan sahabat tersayang kamu ini?".sambung Daffin sambil tersenyum kecut.

"T-tentu boleh ustadz".jawab Asma dengan nada terbata-bata.

"Asma apa-apa-an sih kam".

"Saya permisi dulu ustadz".potong Asma sambil berlalu meninggalkan Adiba serta Daffin, dan diposisi lain Adiba yang berusaha untuk mengelak ajakan obrolan tersebut namun ia tidak pernah berhasil.

"Adiba".panggil Daffin sambil menatap bidadarinya yang kini tepat didepannya, namun Adiba sendiri hanya bisa menunduk bahkan ia untuk menjawab pun seketika mulutnya terasa kilu.

"Apakah kita bisa memulainya sekarang".sambung Daffin, yang terus berusaha membujuk Adiba agar mau mengeluarkan suaranya, karena jujur diposisi lain Daffin sangat merasa canggung.

"Adiba apa kamu tau, saya sangat cemburu dengan tanah yang saat ini kamu tatap, bahkan kamu pun menatapnya dengan durasi sangat panjang".ucap Daffin dengan nada kesal.

"Kenapa cemburu?".tanya Adiba secara sepontan sambil menganggkat pandanganya.

"Karena kamu lebih memilih menatap tanah tersebut dari pada menatap saya, kalau saya punya kantong ajaib seperti doraemon, mungkin saya akan mengubah diri saya sendiri menjadi tanah agar bisa selalu kamu tatap".ucap Daffin.

Blush.....

Adiba yang mendengar pengakuan Daffin dengan sempontan ia memegang pipinya yang terasa panas, dan tepatnya sudah berubah menjadi kemerah-kemerahan bagaikan kepiting rebus.

"Bagaimana kalau kita duduk disana".ajak Daffin sambil menunjuk tempat duduk yang ia maksud.

Adiba yang mendapat tawaran tersebut, hanya menjawab dengan angukan tanpa menjawab dengan satu atau dua patah.

Hening

Selama duduk ditempati tersebut, hanya sebuah keheningan yang menyelimuti mereka bahkan Daffin yang tadinya merasa biasa saja saat bersama Adiba, namun kini Daffin seketika berubah menjadi canggung bahkan ia bingung harus memulai dari mana.

"Jika tidak ada yang mau dibicarakan, saya pamit untuk pergi".ucap Adiba sambil memecahkan keheningan.

Daffin yang mendapatkan lontaran kata tersebut, dengan sepontan ia semakin merasa bingung, dan diposisi lain ia merasa bahwa tidak tau kapan lagi ia mendapatkan kesempatan untuk berbicara dengan Adiba.

"Emm, sebelumnya saya mau nanya apa kah kamu sudah diberi tau sama Ahmad sebelum ia meninggal, soal kita?".jawab Daffin.

"Soal kita?,soal apa?".sambung Adiba sambil mengangkat salah satu alisnya.

"Iya soal pertemuan kita buat makan malam?".sambung Daffin.

"Belum".jawab Adiba sambil menggelengkan kepalanya.

"Lalu bagaimana apakah kamu mau untuk makan malam bersama saya?".sambung Daffin.

Adiba hanya bisa diam, ia juga bingung harus menolak atau menerima ajakan malam tersebut, namun ia juga masih belum bisa melupakan rasa sakit yang Daffin berikan kepadanya.

"Dib?".panggil Daffin menatap Adiba yang dimana tatapan tersebut penuh harapan.

"Keliatanya Adiba nggak bisa".jawab Adiba dengan singkat.

"Kenapa, saya mengajak makan malam kamu ini juga bukan untuk hal yang romantic-romantisan, namun saya ingin membicarakan soal rumah tangga kita!".jelas Daffin.

"Apa lagi yang mau dibicarakan ustadz, bukanya ini semua sudah jelas?".ucap Adiba,"Saya minta tolong, jangan pernah usik hidup saya dan_".potong Adiba yang seketika ingat dengan rahasia malaikat kecilnya dari Daffin.

"Dan?, dan siapa maksud kamu?".ucap Daffin yang dimana semakin bingung dengan ucapan Adiba.

"Pokoknya saya minta tolong, jangan usik hidup saya dan keluarga saya, apa kurang cukup ustaz menyakiti hati saya?".sambung Adiba sambil mengelak dari pembahasan tersebut.

"Adiba, saya tau saya salah, tapi saya ingin membicarakan rumah tangga kita secara baik-baik, jika bagaimana nanti endingnya kita serahkan semua sama Allah, asalkan sekarang kita ikhtiar dulu".ucap Daffin.

"Maaf, Adiba belum bisa memberi keputusan sekarang, tolong beri Adiba waktu untuk memikirkan keputusan yang tepat".sambung Adiba,"Adiba pamit dulu, Assalamualaikum".sambung Adiba sambil beranjak dari duduknya.

"Adiba tunggu, saya berharap kamu sempatkan diri kamu datang di acara makan malam yang sudah saya siapkan, ini alamat serta tanggalnya".ucap Daffin sambil menyerahkan selembar kertas tepat diatas tempat duduk tersebut dan berlalu meninggalkan Adiba, Adiba yang tadinya ingin meninggalkan tempat tersebut namun ia urungkan untuk mengambil selembar kertas tersebut.

Dan tanpa Adiba sadari, ada seseorang yang melihat dirinya dari balik semak-semak sambil tersenyum bahagia karena Adiba menerima pemberian kertas alamat tersebut.

B E R S A M B U N G

Adiba Ayundia (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang