Pagi ini terlihat seorang pemuda yang sedang menenteng kopernya berjalan keluar dari arah pintu exit bandara menuju tempat penjemputan.
Ia keluarkan ponselnya guna menghubungi sesorang diseberang sana. Setelah panggilan tersebut tersambung, langsung ia tempelkan benda pipih itu pada telinganya. "Bang, aku udah keluar bandara, abang dimana?"
Pemuda tersebut mengedarkan pandangannya ke sekitar mencari 'abang'nya yang telah menjemput.
"Oke, aku kesitu. Hhmmm". Setelahnya ia masukkan kembali ponselnya kedalam saku celana. Berjalan menuju tempat sang kakak memarkirkan kendaraan roda empatnya.
"Sean!" panggil seorang pemuda yang umurnya tak jauh dari yang dipanggil. Pemuda tersebut menyembulkan kepalanya keluar hingga menampilkan wajah yang dihiasi kacamata hitam.
Pria yang dipanggil 'Sean' tersebut melambaikan tangan tanda bahwa ia melihat keberadaan kakaknya. Dengan segera, Sean melajukan kakinya kearah mobil berwarna hitam yang terparkir tak jauh dari tempatnya sekarang.
"Gimana Aussie?" yang tertua memulai pembicaraan setelah sangat adik menaruh koper dibagasi dan duduk disamping kemudi nya.
"Not bad, lumayan lah. Gimana Bandung?" tanya Sean sembari membetulkan posisi duduknya hendak istirahat.
Penerbangan 7 jam nya terasa sangat melelahkan, namun ia senang bisa kembali ke negara kelahirannya itu. "Banyak berubah, mungkin..terutama kenangannya? Sejak kamu pergi, gak ada lagi yang cerewet bawelin abang lagi"
Suasana didalam mobil BR-V tersebut mendadak hening. Keduanya fokus pada pikiran masing-masing. " Gara sekarang kuliah kedokteran. Sama kaya cita-citanya dari dulu."
Cerita yang dibawa oleh si tertua tetap tidak digubris oleh yang muda. Masih sibuk memejamkan matanya dan mencari ketenangan barang sekejap. "Abang.. udah mau mulai nerima kenyataan Se. Abang harap kamu juga."
"Aku juga berusaha buat nerima bang, tapi kalo tiba-tiba gini, waktu dua tahun aku healing ke Aussie bakal jadi sia-sia. Biarin aku ambil ancang-ancang yang kokoh dulu bang."
Setelahnya, Sean kembali memejamkan matanya yang semula memandang sang kakak yang fokus menyetir.
Ya, waktu dua tahun belakang yang digunakan Sean untuk menenangkan diri akan menjadi sia-sia jika Samu—sang kakak—memaksakan keikhlasan adiknya itu untuk menerima semuanya.
Setelah apa yang menimpa keluarga kecil mereka beberapa tahun silam, Sean memilih untuk menenangkan diri juga menjalani pengobatannya di Aussie.
Kesehatannya sempat sangat menurun saat itu. Mungkin waktu adalah yang dibutuhkannya. Karna Samu percaya pada pepatah "Time heals all wounds".
Mungkin, luka yang dipendam Sean akan memudar seiring berjalannya waktu. Meski tak bisa dipungkiri, Samu—sang kakak— juga memiliki luka yang sama besarnya dengan yang dimiliki Sean.
Namun dihadapan Sean, Samu akan berusaha terlihat tegar juga sebagai pundak yang akan menjadi saksi bisu kesedihan sang adik. Itu janjinya pada bunda, dulu.
Rumah tempat berteduh dan berbagi segala ceritanya yang dulu, sudah tidak dapat berdiri kokoh lagi. Rumahnya yang dulu telah hancur lebur menyisakan puing-puing yang dapat menyakiti siapapun yang tetap tinggal didalamnya.
Tak lama, mereka sampai didepan sebuah rumah sederhana yang masih nampak sama seperti dua tahun lalu. Samu melepas seatbelt sembari kembali bergumam. "Rumah kita gak berubah. Gak satupun." Lalu perlahan membangunkan sang adik yang masih tertidur lelap. "Sean, kita sudah sampe."
Netra indah itu mengerjap perlahan sebelum akhirnya terbuka. Mengumpulkan nyawanya sejenak, kemudian ikut keluar mengikuti kakaknya. Setelah menurunkan koper milik Sean, mereka berjalan beiringan menuju pintu masuk.
Saat pintu utama dibuka, terlihat interior yang sedikit berubah, namun tidak dengan perabotan yang berada didalamnya. Semuanya masih sama, terletak dengan apik ditempatnya masing-masing.
Terlintas sekelibat kenangan hangat bersama keluarganya dalam benak Sean. Dalam kenangan itu, Sean terlihat tertawa lepas begitu pula dengan ketiga anggota keluarga lainnya. Samu, ayah, dan bunda.
Tipikal keluarga bahagia yang siapapun pasti iri melihat kebersamaan mereka. Rumah yang akan selalu didambakan setiap penghuninya untuk berteduh dan pulang.
Hingga satu persatu, penghuni rumah pergi meninggalkan sejuta kenangan dan membawa serta luka bersama mereka. Rumah itu telah 'hancur' beberapa tahun yang lalu.
'Bunda, Sean pulang'
--rubjens--
Update: 5 Agustus 2022Rubnote~
"Comeback pertama setelah hampir 3 tahun sekedar jadi penikmat books author lain."
Balik lagi bawa genre yang berbeda sama books sebelum sebelumnya(unpublish) juga dengan nama pena yang lebih aku suka.
Gak tau, sekarang kayanya lebih enjoy nulis genre brothership angst gini daripada teenfict romansa anak SMA kaya dulu. So, hope you all enjoy my books~
See ya^^
KAMU SEDANG MEMBACA
What Kind Of
FanfictionSean tidak menyangka semuanya akan serumit ini. Ia kira keluarganya adalah keluarga yang akan dilimpahi kebahagian. Namun garis takdir tak semudah itu memperlihatkan benang merah yang entah dimana ujungnya. Dirumah itu, Samu juga merasa gagal menya...