Mentari mulai menampakkan kembali sinarnya pagi ini. Kicauan burung pun terdengar dari arah jendela yang memperlihatkan taman belakang rumah keluarga Arjuna.
Sinar sang surya menelusup masuk malu-malu melalui celah gorden tipis berwarna senada dengan ruangan yang cukup luas ini.
Dikamar dengan dominasi warna putih kuning ini, masih terlihat dua pemuda yang enggan menunjukkan presensi wajah tampannya. Padahal, jam pagi itu sudah menunjukkan pukul 7. Sudah hampir waktunya sekolah.
Tok tok tok...
Ah, itu pasti bunda. Sudah menjadi kebiasaan, bahwa sang bunda akan membangunkan kedua putranya 30 menit sebelum aktivitas mereka dimulai. Karna tidak mendapat jawaban, bunda memasuki kamar putra bungsunya dan membangunkan si sulung untuk berangkat sekolah.
Ini tahun terakhirnya menempuh pendidikan menengah atas. Jadi Samu tidak boleh terlalu banyak alpa atau kelulusannya ditangguhkan.
"Abang, bangun nak. Udah siang ini, nanti kamu yang telat." Peringat bunda sembari menepuk pipi Samu perlahan. Bunda berusaha membangunkan Samu tanpa mengganggu tidur si bungsu.
Sean masih perlu istirahat—pikirnya. Dan sesuai dengan janjinya semalam, bunda akan menemani Sean dirumah hari ini. Pekerjaannya dibutik, ia serahkan kepada pegawai kepercayaannya untuk meng-handle pekerjaan bunda selama sehari ini.
Bukan si sulung yang bangun, malah si bungsu yang terlebih dahulu membuka matanya. Sean sedikit terusik dengan pergerakan bunda merapikan selimut Samu—yang tergeletak dilantai tidak terpakai.
Setelah menghela napas berat, Sean mengucap selamat pagi pada bunda. "Pagi bun." Suaranya serak khas orang baru bangun tidur. Sean sedikit meregangkan tubuhnya yang terasa kaku lalu membantu membangunkan sang kakak.
"Bang, gak sekolah? Udah siang ini." Sean menendang kaki kakaknya dari dalam selimut. Tak hanya itu, ia juga menarik paksa selimut yang mereka kenakan sehingga selimut itu sepenuhnya pada tubuh Sean.
"Bangun abaang~ udah siang inii, nanti telat."Merasa usahanya belum juga membuahkan hasil, tak tanggung Sean menendang seluruh tubuh Samu hingga ketepian ranjang. Sekali lagi tendangan saja sudah dapat dipastikan tubuh Samu akan mendarat dilantai.
Namun sebelum itu, Samu sudah kembali ketengah kasur untuk menyelamatkan diri. Samu mengerjap saat merasa dirinya berada bukan dikamarnya. "Kayanya ini bukan kamar gue deh."
Samu melihat sekeliling dan mendapati presensi bunda yang tengah merapikan kamar Sean. "Ah, ini kamar Sean." Setelah berucap, matanya Samu pejamkan kembali. Lumayan, 5 menit pun cukup untuk merasakan lebih lama kehangatan kasur yang menggoda.
Sean sendiri kembali menutup matanya saat tahu Samu berhasil terbangun. Setidaknya Sean berpikir Samu sudah bangun, jadi ia bisa kembali melanjutkan mimpinya. Huh, Sean masih mengantuk tapi sudah harus membangunkan abangnya. Merepotkan sekali.
Sedangkan Samu yang baru menyadai Sean berada disampingnya, tangannya terangkat ingin meraba kening Sean mengingat semalam Sean demam. Niatnya sih memeriksa apakah demam Sean sudah turun atau belum.
Entah karna tenaganya yang belum terkumpul atau memang disengaja, tangan Samu mendarat dengan kencang dikening Sean hingga terdengar suara nyaring.
PLAKK!!
Sean yang merasa keningnya 'ditampar' sontak membuka mata lebar lebar. "Abang!! apaan sih, kok jidat Sean digeplak?!!" tubuhnya ikut terduduk sambil memasang wajah kesal. Bibir yang terlihat maju, kening yang berkerut juga delikan mata yang menandakan kemarahan tercetak jelas diwajah Sean.
Bunda yang melihat kejadian tak teduga tersebut langsung menghampiri kedua putranya berniat melerai. Jangan sampai Sean mengamuk dipagi hari. Jika tidak, sampai ayah pensiun pun Sean akan merajuk dan semuanya terlihat serba salah dimata Sean.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Kind Of
FanficSean tidak menyangka semuanya akan serumit ini. Ia kira keluarganya adalah keluarga yang akan dilimpahi kebahagian. Namun garis takdir tak semudah itu memperlihatkan benang merah yang entah dimana ujungnya. Dirumah itu, Samu juga merasa gagal menya...