Di pagi hari yang cerah dengan pancaran sinar matahari pagi-yang tidak terlalu menyengat-ini, Gara sudah duduk rapi dibangkunya untuk mengerjakan tugas yang lupa ia kerjakan semalam. Mengingat semalam Sean pulang terlalu larut karna lama mempertimbangkan akan pulang atau tetap tinggal di rumah sakit. Jadilah dirinya harus mengerjakan tugasnya pagi-pagi buta di sekolah.
Suasana kelas sudah lumayan ramai dengan murid yang juga mengerjakan tugas seperti yang Gara lakukan, kecuali beberapa murid teladan yang tentunya sudah mengerjakan.
Sama seperti satu manusia yang baru terlihat batang hidungnya pagi ini. Selama beberapa bulan Gara menjadi teman sebangku murid yang menjabat sebagai ketua kelas juga anggota OSIS itu, Gara belum pernah melihat sedikitpun celah darinya. Jika dilihat-lihat, Angga itu sempurna. Tipe murid yang tampan, mudah bergaul dan aktif mengikuti organisasi sekolah, tetapi juga pintar kesayangan guru-guru. Sempurna.
"Gue gak liat lo kemaren, kemana?" Angga itu jarang tidak masuk sekolah. Pernah sekali, meski Angga terlihat sedang tidak fit anak itu tetap datang ke sekolah. "Ada acara keluarga. Tumben banget lo nanyain. Sepi ya, gak ada gue." Jawab Angga dengan senyum jahilnya. Tidak biasanya Gara akan berbicara pada Angga jika bukan Angga yang berbicara terlebih dahulu.
"Kepedean banget lo. Ternyata anak teladan kaya lo bakal ijin juga kalo ada acara keluarga. Gue kira, lo bakal terus masuk sekolah meski kiamat sekalipun." Gara kembali fokus pada kegiatan awalnya tanpa memedulikan Angga yang sudah duduk manis disampingnya. Ia tidak berniat memperpanjang topik tersebut dan lebih memilih untuk segera menyelesaikan tugasnya.
Gara selesai dengan pertanyaan terakhirnya saat bel tanda masuk berbunyi. Dengan segera Gara merapikan buku-buku yang berserakan dihadapannya. Hari ini sang guru akan mengumumkan hasil ulangan biologi peminatan yang berlangsung minggu lalu. "Rata-rata nilai kelas ini tinggi ya. Tapi sayangnya, untuk ulangan kali ini, nilai tertinggi beralih ke murid baru." Ucap guru wanita berparas cantik itu.
Gara yang merasa tersindir celingukkan untuk memastikan bahwa orang disebutkan adalah dirinya. Dengan melihat tatapan teman-teman sekelasnya saja Gara sudah dapat jawabannya. Memang benar, murid baru yang disebut itu adalah dirinya.
"Gara, kamu hebat. Padahal soal ini ibu kasih kesulitan yang sama untuk anak IPA. Tapi kamu bisa dengan teliti mengerjakannya." Gara maju untuk mengambil kertas ulangan yang disodorkan bu Tati kepadanya. Gara merasa bangga-sedikit. Ia tidak boleh berpuas diri terlebih dahulu 'kan.
Setelah Gara kembali ke bangkunya, nama Angga disebut kemudian. "Tumben kamu disaingi Ngga. Waktu ulangan kamu gak fokus sampe gak liat petunjuknya?" Angga si nomor satu yang disindir tidak baik seperti itu tentu merasa rendah. "Maaf bu, waktu ulangan saya kurang enak badan, jadi gak maksimal." Hanya itu yang dapat Angga sampaikan sebagai alasan nilainya yang berada dibawah Gara. Tidak seperti biasanya-mendapatkan nilai tertinggi dikelas.
'Kalo bukan karna Sean yang bikin gue emosi di toilet waktu itu, nilai gue gak bakal sekecil ini.' Gumamnya dalam hati. Angga pamit kembali ke tempatnya semula dan bu Tati pun melanjutkan pembagian kertas ulangan hingga selesai.
"Oh iya, Angga. Tolong ambil buku paket sejumlah murid kelas ini di perpus ya. Saya lupa kita butuh buku perpus. Kalo bisa ambilnya berdua biar gak terlalu berat." Angga yang dititah, langsung saja meminta Gara untuk menemaninya ke perpustakaan-meski sebenarnya Gara tidak mau.
Dalam perjalanan, Angga kembali membuka topik terlebih dahulu untuk memecah keheningan. "Lo les dimana, kok nilai lo bisa bagus." Tanya Angga sinis. Ia masih terlihat kesal karna nilai ulangannya yang berbeda 2 skor dengan Gara. "Gue gak les. Belajar di rumah udah cukup asal bener." Dari dulu Gara memang tidak dileskan dimanapun. Bukan tidak dititah, namun Gara yang selalu menolak dengan alasan bisa belajar di rumah dengan tekun.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Kind Of
FanfictionSean tidak menyangka semuanya akan serumit ini. Ia kira keluarganya adalah keluarga yang akan dilimpahi kebahagian. Namun garis takdir tak semudah itu memperlihatkan benang merah yang entah dimana ujungnya. Dirumah itu, Samu juga merasa gagal menya...