Pagi hari kembali datang, sinar mentari pun menerangi seisi bumi dengan sinarnya yang terang benderang. Tak terkecuali kamar Sean yang masih meremang. Gorden jendelanya sudah terbuka, Sean sudah dapat mendengar kicauan burung yang dipelihara ayah di halaman belakang rumah.
Hari ini Sean akan kembali bersekolah setelah meliburkan diri kemarin. Senyuman dibibirnya merekah saat memikirkan kegiatan yang akan dilakukannya di sekolah hari ini.
Dengan bersemangat, Sean beranjak menuju kamar mandi lalu setelahnya ia akan menyiapkan kebutuhan sekolah. Sean tidak pernah merasa malas pergi ke sekolah. Karna ditempat itulah, Sean dapat berkumpul dengan teman-temannya dan berbagi berbagai macam cerita.
Selesai membersihkan tubuh, Sean lihat seragamnya sudah tergantung rapi pada gagang pintu lemarinya. Hanya dengan menerka, Sean tahu pasti itu ulah bunda. Bunda selalu melakukannya untuk Sean, Samu, juga ayah.
Bunda akan selalu menyiapkan seragam untuk ketiga pria yang ada dirumah itu. Alasannya sederhana, karna mereka memiliki kesamaan dalam hal berpakaian.
Terkadang Samu memakai seragam hari Rabu pada hari Selasa. Sean akan bertanya tanya dimana letak dasi juga vest seragamnya padahal itu semua ada didalam lemari dan ditumpuk dengan rapi. Begitu juga dengan suaminya yang tidak memiliki selera yang bagus dalam memilih setelah baju juga dasi yang akan dikenakan.
Maka dari itu, bunda selalu menyiapkan seragam untuk ketiga pangerannya.
Setelah berkemas juga menilik penampilannya didepan cermin, Sean ke luar kamar menuju meja makan dengan menenteng tas sekolahnya. Disana sudah ada Samu dan ayah yang duduk di meja makan, juga bunda yang menyajikan menu sarapan.
"Ayah berangkatnya pagi banget, tumben." Tanya Sean. Ia sudah mendudukan tubuhnya pada kursi samping Samu. Abangnya satu itu masih asyik dengan gawainya dalam genggaman.
"Iya, ada persiapan kuliah di universitas. Jadi ayah berangkat pagi buat review materinya dulu."
Bunda juga terlihat rapi hari ini, sepertinya bunda akan ke butik mengingat kemarin butiknya tak ditengok. "Nanti kalian berangkat bareng aja ya dianter bunda sama ayah." Bunda ambil suara.
Samu juga Sean menoleh dan mengangguk secara bersamaan. "Tuh 'kan. Kalian itu udah kaya kembar. Ngangguk aja barengan, gemes deh bunda." Kedua putranya itu malah saling memandang tanpa bersuara.
Sean yang lebih dulu memutus pandangan, langsung saja menenggak susu jatahnya. Sean sudah tidak marah. Tapi ia terlalu gengsi untuk kembali berbincang bersama kakaknya itu.
"Kamu masih marah sama abang?" Samu memutuskan untuk berbicara terlebih dahulu. Ia sudah tidak tahan ingin kembali menjahili Sean. Namun jika Sean masih marah padanya, ia tidak mungkin bisa bercanda dengan Sean.
Samu risih berlama-lama tidak akur dengan Sean seperti ini, oleh karna itu Samu memutuskan untuk minta maaf kepada Sean.
"Engga." Singkatnya. Ia tetap menjunjung tinggi harga dirinya untuk sekadar berdialog lebih panjang dengan sang kakak.
Padahal, semalam ia merutuki kebodohannya yang tertangkap basah meski sebenarnya tidak ada yang mengetahui tujuannya keluar kamar sambil membawa guling semalam.
Samu yang melihat reaksi Sean masih ketus, tetap berusaha mencairkan suasana hati Sean. "Abang minta maaf deh. Kamu mau apa? Nanti abang beliin." Matanya melirik kearah bunda meminta persetujuan.
Karna jika Samu memberikan Sean hal yang tidak seharusnya ia dapatkan, bunda akan memarahinya karna tidak bertanya lebih dulu.
Sean yang tampak berpikir membuat Samu merasa tertekan. Bagaimana jika Sean meminta yang aneh aneh? Seperti meminta dibelikan barang mahal contohnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Kind Of
FanfictionSean tidak menyangka semuanya akan serumit ini. Ia kira keluarganya adalah keluarga yang akan dilimpahi kebahagian. Namun garis takdir tak semudah itu memperlihatkan benang merah yang entah dimana ujungnya. Dirumah itu, Samu juga merasa gagal menya...