13. Salah Ayah

452 50 2
                                    

Diruangan berdominan warna putih itu, kini terlihat Sean yang masih lelap dalam tidurnya. Semalam asmanya kambuh dan Sean baru bisa tertidur sekitar pukul dua dini hari.

Presensi bunda juga terlihat tak jauh dari ranjang pesakitan Sean. Tertidur di sebuah sofa panjang yang disediakan rumah sakit dalam ruang VIP nya.

Juna yang ditunggu datangnya semalam, mengabari bahwa ia tidak bisa kembali ke rumah sakit karna hujan deras dan ada suatu hal yang terjadi di rumah—katanya. Jadi, hanya ada bunda yang menemani Sean semalaman.

Bunda langsung terbangun tatkala pintu ruang rawat Sean terdengar diketuk. Sudah pukul 7 pagi, waktunya pergantian jam kerja bagi para perawat dan saatnya memantau keadaan Sean.

"Selamat pagi bu, untuk pagi ini saya dan suster Mita yang akan berjaga. Kalau ada hal mendesak boleh panggil kami melalui bel yang sudah tersedia ya bu." Ucap seorang perawat yang terlihat sudah senior bersama satu rekannya yang memeriksa infus.

"Masker oksigennya udah boleh dilepas kalo misal Sean udah bangun ya bu. Tekan saja belnya, nanti kami akan kemari untuk uap Sean sekali lagi." Kali ini, rekannya yang menjelaskan prosedur setelah mengecek lajur infus dan tekanan oksigen.

Bunda mengangguk mengerti dan mempersilakan para perawat untuk kembali mengerjakan pekerjaannya. Tak lupa, dielusnya surai legam Sean dan duduk dikursi samping ranjang—tidak kembali tidur di sofa.

Tak berapa lama kemudian, Juna datang dengan sebungkus roti yang ia beli di perjalanan menuju rumah sakit. "Gimana Sean, bun?" Shania menyalimi tangan Juna dibalas usapan lembut dipucuk kepalanya.

"Semalem asmanya kambuh, jadi baru bisa tidur jam dua tadi malem." Keduanya duduk bersebelahan di sofa saling menatap netra masing-masing. "Kamu udah makan? Biar aku yang jaga Sean, kamu makan dulu aja di kantin." Juna tau bahwa istrinya itu belum makan sejak semalam karna ia tak bisa kembali ke rumah sakit. Maka dari itu, Juna menawarkan bergantian menjaga Sean.

Dengan malas, Shania menuruti perintah Juna. Bagaimanapun ia harus tetap sehat agar bisa menjaga Sean. Shania menganggukkan kepalanya dan bergegas menuju kantin. Sebelum keluar kamar rawat, Shania bertanya, "Kamu udah makan mas? Mau titip sesuatu?"

"Aku udah sarapan sama anak-anak sebelum anter mereka sekolah tadi. Kamu gak usah buru-buru makannya." Hari ini Juna mengambil cuti agar bisa bergantian dan berbagi tugas dengan Shania. Juna hanya harus mengerjakan materi untuk kuliahnya mendatang.

Tidak ada titipan dari Juna, Shania segera melanjutkan langkahnya meninggalkan ruang rawat. Setidaknya ia bisa dengan tenang meninggalkan Sean bersama suaminya.

***

Jam dinding menunjukkan pukul 9 pagi saat Sean perlahan membuka matanya. Sean menatap ke sekeliling dan mendapati bunda yang tertidur bersandar pada pundak ayah dan ayah yang terlihat memangku laptopnya.

Ia tak mau mengganggu kegiatan kedua orang tuanya karna tau, mereka pasti kurang istirahat—terlebih bunda. Bunda lah yang semalaman menjaganya saat Sean mengeluh napasnya sesak.

Pagi ini pun, napasnya masih sedikit berat padahal ia masih mengenakan masker oksigennya. Untung saja, rasa tidak nyaman diperutnya sudah membaik. Namun tubuhnya terasa pegal sehingga Sean ingin merenggangkan tubuhnya untuk menyamankan posisi.

Gerak gerik Sean tertangkap oleh ekor mata sang ayah yang sedari tadi sibuk mengetikkan sesuatu pada laptopnya. "Sean?" juna ingin menghampiri, namun ingat bahwa istrinya bersandar pada bahunya.

Dengan perlahan, Juna berniat untuk menyamankan sandaran Shania. Namun hal itu malah membuat Shania terbangun dari tidurnya dan melihat Sean yang sudah terbangun. Langsung saja Shania beranjak menghampiri Sean dan menekan bel perawat seperti yang sudah diinstruksikan.

What Kind OfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang