Akhir pekan akhirnya tiba. Seperti yang sudah dijanjikan sebelumnya, Juna sekeluarga akan berziarah ke makan mama Gara, dilanjut dengan staycation berkedok piknik disebuah penginapan dekat pegunungan.
Tadinya, Juna sudah merencanakan akan mengajak mereka semua untuk panen buah stroberi dekat kebun teh daerah wisata kota Bandung. Mengingat Sean yang baru saja keluar rumah sakit dan masih harus banyak istirahat, Juna mengatur ulang acara liburannya menjadi staycation selama akhir pekan ini.
Juna sudah mereservasi dua kamar untuknya juga Shania dan kamar yang lain untuk ketiga putranya. Sabtu pagi hari ini, Juna, Shania dan ketiga remaja tampan itu sudah bersiap untuk berangkat menuju tempat peristirahatan terakhir Riska—mama Gara.
Dalam mobil, Shania duduk disamping kemudi Juna. Sedangkan anak-anak sengaja disatukan dijok tengah dan jok belakang diisi penuh oleh dua koper kecil untuk masing-masing kamar.
Sehari sebelum keberangkatan, Shania menugaskan ketiga putranya untuk mengemas baju bawaan mereka dalam satu koper, agar tidak terlalu banyak bawaan katanya.
Padahal, staycation itu hanya alibi. Karna misi utama dari staycation yang akan mereka laksanakan adalah 'malam keakraban' antara ketiganya.
Maka dari itu, Shania menugaskan ketiganya untuk mengemas barang bawaan kedalam satu koper. Kecuali barang bawaan pribadi selain baju. Mungkin dengan begitu, ketiganya bisa mulai membangun kedekatan dan kekompakkan satu sama lain.
"Udah gak ada yang ketinggalan 'kan? Aman semua?" tanya Juna yang sudah siap mengenakan sabuk pengamannya. Shania menoleh kebelakang memperhatikan Sean, Samu dan Gara bergantian. "Lengkap semua ya, gak ada yang ketinggalan. Sean inhalernya udah dibawa?"
Sean yang duduk diantara Samu dan Gara mengangguk sambil memperlihatkan tas kecilnya dipangkuan. "Aman bun." Jawabnya. "Gara, Samu, gak ada yang ketinggalan? Charger? Handphone?" keduanya kompak mengangguk tanda semuanya sudah siap.
"Oke, kita berangkat yaa. Pake sabuk semuanya." Juna mulai menyalakan mesin kendaraan roda empatnya itu dan melaju menuju tujuan pertama. Tempat dimana Riska dikebumikan tidak jauh dari kediaman Gara. Itu supaya Gara dapat berkunjung kapanpun ia mau.
Selama perjalanan menuju makam, semuanya hening dengan pikiran masing-masing—yang mungkin ramai. Karna jarak antara rumah Juna dengan rumah Gara juga tidak terlalu jauh, jalan yang ditempuh pun tidak memakan banyak waktu. Setelah sekitar 20 menit berkendara, mereka semua telah sampai ditujuan.
Gara berjalan terlebih dahulu memimpin dan menunjukkan dimana tempat nisan sang ibu berada. Hingga akhirnya Gara berhenti disebuah gundukan tanah yang masih terlihat baru dengan nisan yang masih terbuat dari sebongkah papan bertuliskan nama "Bethavia Riska".
"Assalamu'alaikum, ma. Gara dateng gak sendiri kali ini. Gara bawa keluarga baru Gara." remaja itu mengalihkan pandangan pada orang-orang dibelakangnya sebelum melanjutkan pembicaraan.
"Maaf, ma. Maaf kalo Gara bahagia punya keluarga baru disini. Maaf kalo Gara seneng punya ayah, punya abang, punya Sean juga punya bunda baru disini." terdengar jelas suara Gara yang bergetar saat mengucapkan kalimat itu.
Shania dengan spontan ikut berjongkok disamping Gara sambil menggenggam sekeranjang bunga segar yang dibelinya sebelum masuk ke pemakaman.
"Assalamu'alaikum, mama Gara. Terimakasih udah membesarkan Gara sendirian selama ini. Gara tumbuh jadi remaja yang berpikiran dewasa, tumbuh sehat dan penyayang."
Juna, Sean dan Samu juga mengucap salam pertemuan dan memperkenalkan diri mereka dalam hati. Terlebih Juna, ia memohon pengampunan dan pemintaan maaf atas apa yang sudah dilakukannya terdahulu. Ia mengaku salah telah mencoba membunuh darah dagingnya juga Riska.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Kind Of
FanfictionSean tidak menyangka semuanya akan serumit ini. Ia kira keluarganya adalah keluarga yang akan dilimpahi kebahagian. Namun garis takdir tak semudah itu memperlihatkan benang merah yang entah dimana ujungnya. Dirumah itu, Samu juga merasa gagal menya...