4. Beli es krim

508 50 0
                                    

Pagi ini, Samu datang sendiri ke sekolah mengingat Sean tidak masuk. Ah, ia hampir lupa dengan surat ijin Sean. Samu harus memberikannya kepada wali kelas Sean. Dan jarak antara ruang kelas 10 dan 12 lumayan jauh. Jurusan mereka pun berbeda. Jadi pagi ini Samu harus olahraga mengelilingi gedung sekolah.

"Oi brou, sendirian aja nih. Mana adek gemes lo?" seorang murid yang terlihat akrab mendekati Samu dan merangkul pria jangkung tersebut. "Sean sakit, gue mau anter surat ijin ke walasnya."

Murid itu adalah Argi—yang kerap dipanggil Agi—teman dekat Samu. Kini, mereka berjalan beriringan menuju kelas Sean. Setidaknya ada yang menemani Samu. 

Tak lama, mereka sampai didepan kelas 10 IPS 1 kelas Sean. Samu melirik kedalam kelas berharap bertemu dengan Ren untuk ia titipi surat. Namun, presensi Ren tidak dapat ia temukan.

"Ini si Ren gak masuk juga apa gimana sih. Kok dikelas gak ada."

"Coba lo masuk aja, tanya temen sekelasnya." Argi berusul, namun dirinya memilih untuk menunggu didepan kelas sembari melihat kearah lapangan.

Samu memilih masuk kedalam kelas mengikuti saran Argi dan bertanya pada seorang murid disana. "Maaf dek, meja Sean sama Ren dimana ya?" ia memilih bertanya kepada siswi yang duduk paling depan, lalu siswi itu menunjuk bangku tempat Sean duduk. "Disitu kak."

Sudah ada tas di salah satu kursinya. Samu ingat betul itu memang tas yang dipakai Ren. Namun sang empu entah dimana. Sebelum berjalan menuju meja tersebut, suara yang sangat Samu kenali terdengar dengan jelas ditelinganya.

"Bang Sam?" raut wajah Ren terlihat keheranan mendapati kakak temannya yang berada disini. "Dateng juga ni anak. Nih, titip surat ijin Sean." Tanpa berbasa basi, Samu langsung saja menyodorkan amplop berisi surat itu kepada Ren.

"Sean masih sakit bang?" Ren sudah bisa menebak jika Sean tidak akan masuk hari ini. Melihat kemarin ia juga membantu Sean untuk masuk mobil, Ren jadi ikut khawatir.

"Masih, gak biasa dia kambuh sampe segitunya kaya kemaren. Tapi tadi udah bisa teriak-teriak lagi sih anaknya." Mengingat kejadian dimeja makan tadi membuat mood Samu juga sedikit memburuk.

Sedikit saja, karna bagaimanapun Samu tidak bisa marah terlalu lama dengan Sean. Paling lama seharian saja, itu pun diakhiri oleh Samu yang membelikan cemilan kesukaan Sean. Setelahnya Samu kembali menjahili adiknya. Kegiatan itu terjadi bagaikan siklus yang tidak ada habisnya.

"Sean teriak-teriak sih udah lumrah buat gue bang." Sebagai teman sebangku juga teman kecil Sean, Ren terlampau hafal dengan tabiat-tabiat Sean. Perangai buruk Ren pun Sean sudah maklum. Mungkin itu yang membuat mereka bisa berteman dengan baik sampai sekarang.

Mengingat jam masuk tak lama lagi, Samu langsung berpamitan dan menghampiri Argi yang masih menunggu didepan pintu kelas. 

"Gue balik dulu deh, bentar lagi bel masuk." Pamitnya sambil melenggang keluar kelas. "Udah?" Argi menyelesaikan lamunannya dan bertanya pada Samu yang sudah ke luar dari kelas Sean. Samu hanya menjawab dengan mengangguk sambil bergumam. 

Samu dan Argi melanjutkan perjalanan kembali menuju kelas mereka dilantai paling atas gedung. Menaiki berpuluh puluh tangga sepagi ini sebenarnya bukan masalah untuk mereka berdua mengingat mereka hobi berolahraga—atau mungkin hanya bagi Samu, karna Argi tak berhenti mengeluhkan kakinya yang pegal saat sampai dilantai paling atas.

Tepat saat mereka mendudukan diri dikursi, bel masukpun berbunyi tanda jam pelajaran segera dimulai.

***

Sesuai dengan janji bunda, siang ini mereka akan pergi berbelanja ke supermarket berdua saja. Bunda sudah lama ingin kencan dengan Sean. Anak bayinya sekarang sudah besar. Namun dimata bunda, Sean tetap bayinya yang menggemaskan.

What Kind OfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang