Juna bilang pada Sean bahwa dirinya harus mengurus beberapa pekerjaan di laboratoriumnya. Saat itu pula, seorang 'tamu' datang berkunjung ke ruang rawat Sean dengan dalih akan menunggu sampai seseorang yang ditunggu datang.
Keduanya bercakap santai, terlihat seperti kawan akrab yang sedang bertukar cerita. Sean tidak menaruh rasa curiga sedikit pun pada orang itu. Yang Sean lakukan hanyalah menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan lawan bicaranya dan sesekali membeberkan informasi-yang menurut Sean itu oversharing.
"Om, beneran gapapa nunggu ayah disini? Mau aku telponin aja biar cepet pulang?" tawar Sean setelah beberapa topik terselesaikan. Ia merasa tidak enak karna beliau harus menunggu Juna lama.
Alasan utamanya sih karna Sean juga merasa bosan hanya berdua dengan orang yang belum dikenalnya itu. Takut-takut Sean menceritakan hal yang tidak seperlunya ia ceritakan pada orang asing.
"Hmm, gapapa deh. Om tunggu sebelntar lagi aja, kalo misal belum dateng juga biar om susul aja ke lab." Kenalan Juna itu tau bahwa Sean sudah mulai merasa tak nyaman berlama-lama dengannya.
Sejauh ini Sean tidak curiga pun sudah bersyukur. Ia hanya dititah kakak tingkatnya itu untuk melakukan sesi konsultasi untuk Sean, yang beruntungnya berjalan lancar. Ia dapat mengorek beberapa informasi hanya dengan gerak gerik juga beberapa cerita yang Sean ceritakan.
Beberapa menit berlalu, adik tingkat Juna yang Sean ketahui bernama Ibrahim itu memutuskan untuk pamit pada Sean. Informasi yang dibutuhkannya sudah kebih dari cukup. Jadi, tanpa berlama-lama lagi, Ibrahim berpamitan pada Sean dengan alasan akan menyusul Juna ke laboratoriumnya.
"Om tinggal sendiri gapapa ya, Sean." pamitnya. Sean yang semula ingin mengantar tamu itu keluar ruangan segera dihentikan pergerakannya. "Gapapa, kamu gak usah anter om. Kamu baik-baik ya disini. Kalo ada apa-apa pencet bel perawat aja." Pesan Ibrahim pada Sean. sedetik kemudian, presensinya sudah menghilang dari pandangan Sean.
Akhirya Sean dapat merasa lega karna kerabat ayahnya itu tidak lagi bersamanya. Sean bisa merebahkan tubuh yang masih terasa sakit itu dengan nyaman. Sekarang, tidak ada siapapun selain dirinya dalam ruangan yang terbilang luas itu. Sean ingin mengabari satu-satunya sahabatnya itu, tetapi ia tidak tau dimana ponselnya berada.
Berakhir dengan menyalakan televisi untuk menemani sepinya kesendirian dipagi menjelang siang ini. Baru beberapa menit semenjak tamunya itu pergi, kenop pintu kamar rawat Sean terlihat bergerak menandakan ada seseorang yang membuka pintu dari luar.
Sean yang semula sudah dalam posisi setengah tiduran dengan bantal sebagai tumpuan itupun kembali menegakkan tubuhnya.
Apa itu om Ibrahim yang ketinggalan sesuatu? Baru saja Sean akan menanyakan hal tersebut, perkiraannya langsung ditepis oleh kenyataan bahwa bukan orang yang ia harapkan yang datang. Melainkan orang yang sudah membuat Sean mendekam di rumah sakit inilah yang datang. Angga datang dengan santainya tanpa rasa bersalah, menghampiri Sean hanya untuk memberinya ancaman.
"Kalo sampe lo aduin ini semua ke pihak sekolah, kemana pun lo pergi, lo gak bakalan lepas dari pandangan gue. Gue bakal pastiin hidup lo gak bakal tenang, Sean." ancaman itu berhasil membuat Sean menahan napasnya selama beberapa sekon karna ketakutan.
Saat itu juga, Sean baru menyadari bahwa ayahnya pergi bukan ke tempatnya bekerja, melainkan ke sekolahnya untuk mengurus permasalahannya. Sean merasa marah karna orang tua tunggalnya itu dirasa terlalu ikut campur dengan urusan 'sepele'-nya. Jika seperti ini, harapan Sean untuk terbebas dari jeruji besi kekerasan Angga semakin tipis.
Napas Sean menjadi semakin berat kala Angga mendekatkan diri padanya dan mengetukkan sebuah apel-yang sedari tadi dipegangnya-pada kepala Sean. Berada sedekat itu membuat Sean ketakutan setengah mati. Sudahlah aksinya kemarin cukup untuk membuat Sean trauma. Hingga saat Angga keluar dari kamar rawat Sean, barulah Sean bisa menghela napas-meski terasa sangat berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Kind Of
FanfictionSean tidak menyangka semuanya akan serumit ini. Ia kira keluarganya adalah keluarga yang akan dilimpahi kebahagian. Namun garis takdir tak semudah itu memperlihatkan benang merah yang entah dimana ujungnya. Dirumah itu, Samu juga merasa gagal menya...