22

743 77 18
                                    

Happy reading💜💜

***

Taehyung tidak bisa berkedip, tidak bisa menggerakkan ototnya bahkan ketika Yonshik menyerang Jimin namun dengan mudah dibalas oleh Jimin dengan mendorong pria tua itu ke samping dengan tinjuan yang keras. Setelah itu, Yonshik tidak bergerak lagi dari kondisinya saat ini yang tergeletak di lantai.

Merasa tubuhnya mati rasa, Taehyung memperhatikan semuanya. Seperti sambaran petir, kebenaran telah menghantamnya begitu keras sehingga ia tidak tahu bagaimana memulihkan dirinya lagi. Kenangan malam yang gelap itu kembali diputar dan ia tiba-tiba melihat semuanya dengan cara yang berbeda.

Rasanya seolah cermin tiba-tiba diletakkan di hadapannya, dan ia tiba-tiba bisa melihat bayangan pahit yang tidak lain adalah ciptaannya sendiri.

Jungkook benar, ia menuduhnya selingkuh ketika dialah yang akhirnya berselingkuh.

Dia merasa jijik pada dirinya sendiri mengingat bahwa dia lebih percaya pada foto-foto editan itu daripada wanita yang dia cintai, dengan begitu keji dia telah mengusir istri yang dicintainya.

"Jangan berani-beraninya kau menyebut namaku dengan mulut kotormu itu …."

"Aku membencimu, Jungkook, kau membuatku jijik. Katakan padaku, sejak berapa lama ini terjadi? Jimin datang ke rumahku bahkan minggu lalu 'kan? Apa kau juga bercinta di ranjang kita? KATAKAN padaku. Sialan!"

Taehyung merasa ngeri pada gema kata-katanya sendiri yang ia tuduhkan pada Jungkook. Kenangan tentang mata sedih gadis itu, pipinya yang berlinang air mata, permohonannya yang putus asa, cara ia dengan kasar mendorong Jungkook menjauh, menghinanya, merendahkannya dan membuat gadis itu merasa sangat malu —semuanya melintas di depan matanya satu per satu sampai menyatu menjadi satu. Ia membenci dirinya sendiri saat ini.

Matanya terasa perih mengingat saat dia tidak pernah mundur ketika melontarkan hinaan pada Jungkook bahkan ketika dia bertemu dengan gadis itu lagi.

Ia menutup kelopak matanya dan gambaran tentang tubuh Jungkook yang bersimbah darah, tergeletak di seberang jalan setelah ditabrak mobil, muncul. Air mata mengalir di pipinya. Tetapi cairan hangat dari kesedihan dan penyesalan tidak cukup untuk menghapus rasa bersalah yang sangat besar yang tertancap di dalam dadanya.

Hatinya hancur berkeping-keping memikirkan semua yang Jungkook harus lalui dan ia takut tidak ada yang bisa ia lakukan untuk menghapuskan kehancuran ini.

Taehyung membuka matanya tiba-tiba dan mengarahkan tatapan dingin mematikannya pada Jennie. Gadis itu masih meracau tidak jelas sambil bersandar ke pilar lagi. Tanpa berpikir panjang, Taehyung berjalan ke arah Jennie dan meraih bahunya dengan kekuatan besar. Dengan raut terkejut, Jennie bahkan tidak bisa berteriak saat Taehyung mengguncangnya dengan kasar, kepalanya terayun-ayun dan wajahnya memucat.

"Kenapa? Kenapa kau …," Taehyung menggantungkan kata-katanya, air mata kemarahan dan penyesalan membuat penglihatannya kabur. "Bagaimana bisa? Astaga!"

Jennie sepertinya tidak dalam keadaan sadar untuk bisa menjawab pertanyaan yang hampir tidak bisa Taehyung katakan.

Melepaskannya, Taehyung terengah-engah dan akhirnya mundur selangkah. Mengepalkan tinjunya, ia meninju pilar tepat di samping kepala Jennie dengan raungan ganas. Dengan takut, Jennie merosot ke bawah pilar.

"Apa gunanya meninju pilar yang tidak mengerti apa pun, Tae?" suara Jimin terdengar sarkastik dan terdapat nada kebencian di sana. "Atau menakuti wanita jahat itu." Dengan matanya ia menunjuk ke arah Jennie yang berjongkok di lantai.

"Bukankah seharusnya kau memukul wajahmu sendiri? Karena tidak menghormati Jungkook? Karena membuatnya melewati kehidupan yang sangat mengerikan?" ketus Jimin. "Karena menjadi penyebab kematian anakmu sendiri!"

Kepala Taehyung tersentak ke arah Jimin, buku-buku jarinya yang masih tertancap di pilar melonggar. Tangannya mati rasa saat ia menatap Jimin dengan sangat tidak percaya. Fakta terakhir dari kehancuran ini mengiris kulitnya seolah-olah itu adalah belati yang tajam.

Bibirnya ditekan menjadi garis tipis dan matanya merah menyala, Jimin mengangguk sebagai konfirmasi. "Malam itu, dia kehilangan anaknya, dia sendiri akan mati juga jika Theo tidak menemukannya. Sungguh ironi, orang asing yang justru menyelamatkannya, sementara suaminya sendiri tidak peduli apakah dia masih hidup di luar sana atau tidak."

"Kurasa anakmu prematur, sembilan bulan belum berakhir. Ayahnya, Jimin sering mengubungimu 'kan? Aku melihatnya di Daegu juga,"

"Omong-omong, apakah dia rela berbagi dirimu dengan Theo? Atau apakah kau selingkuh dengan pria malang itu juga? Atau mungkin kau sudah bosan dengannya dan Theo adalah mainan barumu. Kudengar kau tinggal di apartemen Theo. Apa dia sehebat itu di ranjang?"

Gema dari suaranya sendiri mencakarnya dengan kejam. 

Semuanya berputar di kepala Taehyung, hampir membuatnya jatuh berlutut di sana. Dorongan untuk bunuh diri dan lenyap begitu saja sangat besar tapi juga jelas bahwa bahkan itu tidak akan pernah mengembalikan apa yang telah ia hancurkan dengan tangannya sendiri. Dosa yang ia lakukan tidak dapat diperbaiki.

Bagaimana dia bisa berubah menjadi binatang dan mengeksekusi cintanya sendiri?!

Apa yang telah dia lakukan?!

Jimin benar. Jennie berhasil karena dia sendiri yang mengizinkannya. Dalam kecemburuan dan kebutaan, dia telah menghancurkan segalanya dan tidak peduli seberapa keras dia mencoba, tidak ada waktu untuk kembali. Dia tidak akan pernah bisa membawa kembali anak mereka; dia tidak akan pernah bisa memperbaiki hati Jungkook yang hancur.

Bencana yang tidak dapat ditebus ini adalah perbuatannya sendiri, dan dia akan dikutuk untuk selamanya.

***

Jungkook berjalan masuk ke dalam apartemennya dan menutup pintu. Air matanya tidak henti-hentinya mengalir sejak dia pergi meninggalkan pesta, bahkan sopir taksi yang mengantarnya pulang memberinya tatapan prihatin saat mengemudi.

Isak tangis yang sunyi berubah menjadi tangisan teredam saat perasaan hancur mengelilinginya dari semua sisi. Benteng yang telah ia bangun sampai hari ini dan dengan begitu banyak usaha, dia merasa benteng itu telah runtuh dengan begitu menyedihkan. Benteng itu sama lemahnya dengan keyakinannya pada takdir. Tinjunya mengepal seiring dengan isak tangisnya yang semakin meningkat, dadanya terasa sakit saat bernapas.

Rasa sakit yang ada di kepalanya sepanjang hari, secara bertahap berubah menjadi rasa sakit yang terasa mirip seperti paku-paku yang menusuk kepalanya secara terus menerus. Ia memegangi kepalanya sambil mengerang kesakitan dan mengingat instruksi dokter untuk segera melakukan panggilan darurat rumah sakit jika hal seperti ini terjadi.

Tapi masalahnya, saat itu, dia tidak ingin melakukan apa pun untuk menghentikan rasa sakit ini. Karena siksaan fisik itu membantu menumpulkan tusukan yang menyakitkan di hatinya.

Jungkook merasa sangat hancur hari ini, dia menyadari bahwa dia mungkin tidak akan pernah bisa memperbaiki dirinya lagi.

Jantungnya mati-matian mencari alasan untuk berdetak tapi gagal; ia mencari setidaknya satu sinar harapan meski itu sangat kecil untuk menjadi pegangan tapi tidak dapat menemukannya.

Hilang sudah harapannya untuk memulai hidup baru, hilang sudah janji yang ia buat pada dirinya sendiri untuk melupakan masa lalu. Kegelapan yang menjulang akhirnya memeluknya dengan cara yang sama seperti tanah memeluk mayat.

Bersambung

See you tomorrow 💜

LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang