21

660 76 7
                                    

Happy Reading 💜

***

"Jimin!"

Jennie memekik dengan suara mabuknya, Taehyung mengikuti arah pandangan gadis itu dan melihat Jimin berjalan keluar dari kerumunan tamu yang tampak penasaran.

Jimin berjalan ke arah Taehyung dan Jennie dengan sangat tenang, seringai tipis menghiasi bibirnya. "Jennie hanya mengatakan yang sebenarnya, Taehyung," ulang Jimin. "Sebuah kebenaran."

"Kau memang yang paling bodoh di antara semua orang di sini," tambahnya sambil menunjuk Taehyung, kilatan kemarahan tampak dari sikapnya yang tenang. 

Taehyung sudah sangat marah dengan kondisi Jennie yang mabuk, dan kedatangan Jimin yang tiba-tiba dengan komentar sinisnya membuatnya semakin marah. Matanya menyipit ke arah pemuda itu. "Apa yang kau lakukan di sini? Sejauh yang kuingat, kau tidak diundang ke pesta ini."

Namun, kata-katanya sepertinya tidak berpengaruh pada Jimin. Di sisi lain, Jennie berdiri sempoyongan sambil tersenyum pada Taehyung yang sekarang kesulitan menahannya untuk tetap berdiri tegak dan berusaha keras untuk tidak meninju wajah menyebalkan dan angkuh Jimin di depannya.

"Hentikan kata-kata kasarmu setidaknya sekali saja, Tae." Jimin memutar bola matanya.

Saat itulah Taehyung kehilangan kesabarannya, ia melepaskan tubuh Jennie yang berdiri dengan sempoyongan dan bersandar pada pilar yang berada beberapa meter jauhnya, ia berjalan ke arah Jimin dan mencengkeram kerah kemejanya.

"Kau berani menerobos masuk ke pestaku tanpa diundang dan berbicara omong kosong!"

"Tidak. Bukan aku yang mengatakan omong kosong. Tapi kau." Jimin dengan kasar menepis tangan Taehyung, membebaskan dirinya, ia menjauh beberapa langkah dari Taehyung. "Kaulah yang telah melewati semua batasanmu."

"Pergi dari sini, Jimin, atau aku harus memanggil penjaga," bentak Taehyung, nada suaranya hampir gemetar karena amarah yang meledak. Dia tidak percaya, dia harus berurusan dengan tunangannya yang mabuk dan selingkuhan istrinya sekaligus.

Konyol.

"Oh, ayolah." Jimin berdecak. "Aku datang ke sini hanya untuk memberi selamat padamu, tidak perlu bersikap kasar."

Jimin menatap sekelilingnya, pada wajah bingung para tamu, teman, kerabat dan rekan bisnis Taehyung. Beberapa orang menganga dan beberapa orang cemberut ke arahnya.

"Aku di sini untuk memberi selamat kepada taipan bisnis yang hebat ini karena berhasil menghindari kebangkrutan dengan menjual dirinya kepada Nona Jennie." 

Baekhyun yang datang untuk berdiri di samping Taehyung, tersentak mendengar apa yang dikatakan Jimin. Taehyung hampir berteriak memanggil para penjaga, tapi Baekhyun menempatkan tangannya di bahu putranya dan menghentikannya. "Tae, apa yang dia katakan?"

Taehyung membuang muka sambil menggertakkan giginya, membuat Baekhyun kecewa. Tentunya ia tahu tentang utang itu, dan sekarang ia mulai menemukan titik terang.

"Tidak …, tidak mungkin …," gumam Baekhyun, lebih karena terkejut daripada tidak percaya.

"Saya hanya mengatakan yang sebenarnya, Nyonya," Jimin berhenti sejenak. "Seperti yang dialami Jungkook malam itu."

"Jangan," Taehyung memperingatkan dengan dingin. Ia tidak ingin seseorang mengulang tentang malam yang mengerikan itu, itu membawa kembali banyak kenangan—pengkhianatan; dari patah hati. Dan terutama ia tidak ingin Jimin yang mengatakannya.

"Kenapa tidak?" Jimin mencibir. "Aku yakin itu pasti perbuatan muliamu mengusir istrimu keluar dari rumah dan kehidupanmu saat dia dalam kondisi yang tidak baik, itu juga berdasarkan beberapa foto yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Sepertinya tidak masalah bagimu untuk menyangkal anak yang dikandungnya, menghinanya dengan kata-kata yang sangat kasar. Ngomong-ngomong, Tae, aku harap kau mendapatkan bukti yang solid untuk mendukung teorimu itu. Seperti laporan tes DNA mungkin?" Memiringkan kepalanya, Jimin berhenti sejenak. "Atau mungkin kau sama sekali tidak memikirkannya sampai di situ. Mungkin, pada kenyataannya, yang kau lakukan sebenarnya adalah kegagalan terbesarmu sebagai seorang suami; sebagai seorang ayah; dan sebagai manusia." 

Seluruh aula berada dalam keheningan. Satu-satunya suara adalah tawa tertahan Jennie dari kejauhan, sulit untuk menebak apa yang gadis itu pikirkan. Ia membuka mulutnya dan hendak mengutarakan pendapatnya tentang apa yang baru saja dikatakan Jimin tapi dipotong dengan kasar oleh raungan marah Taehyung.

"Usahamu untuk membalikkan kenyataan demi kebaikan Jungkook, sungguh menyedihkan. Jadi, tutup saja mulutmu, dan PERGI!" 

Mata Taehyung mencari para penjaga yang seharusnya sudah tiba saat mendengar keributan itu, tapi anehnya ia tidak bisa menemukan satupun dari mereka. Penjaga yang ia tunjuk khusus untuk pesta itu menghilang dari pandangannya.

Apa-apaan!

"Ya. Pergi!" Jennie tidak bisa diam lagi, tidak mungkin ada percakapan penting tanpa campur tangannya di dalamnya. Ia mengomel, "kau juga harus pergi, Jimin, seperti yang dilakukan Jungkook. Si Wanita Murahan itu."

Sambil mendesah frustrasi, Taehyung menekankan jari telunjuknya pada celah di antara alisnya.

Yonshik yang sampai sekarang berdiri diam di samping Jennie, meraih siku putrinya dengan penuh arti. "Jennie—" perkataannya terpotong karena kekesalan Jennie yang merasa telah diinterupsi.

"Tidak ayah, biarkan aku bicara! Ssst …." Ia mendorong ayahnya yang tampak sangat pucat. "Biarkan aku memberi tahu mereka betapa sulitnya mendapatkan Taehyung, tapi lihat." Ia menatap Taehyung dengan penuh kemenangan, matanya merah karena mabuk dan wajahnya dipenuhi dengan obsesi. "Lihat betapa mudahnya aku membuang wanita itu dari kehidupan Taehyung-ku. Hanya beberapa foto editan yang dibuat oleh seorang profesional, itu saja yang aku butuhkan, tidak lebih," dia terkekeh. "Aku masih ingat, Jimin dan Jungkook terlihat dimabuk cinta … dan bernafsu di foto-foto itu." 

Terdengar suara orang-orang menghela napas. Masalah besar telah terjadi. Yonshik menutup matanya dengan sedih.

Satu-satunya yang tersenyum adalah Jimin. Mulutnya melengkung menjadi senyum berapi-api, balas dendam dan kesedihan.

Taehyung tercengang. Rasanya seolah ia dicambuk dengan kabel listrik. Jantungnya berhenti berdetak saat kata-kata Jennie perlahan meresap ke pikirannya.

Foto yang diedit. Foto Jimin dan Jungkook yang bermesraan.

Baekhyun mundur ke belakang dan menjatuhkan diri di kursi, ia duduk di sana dengan takut mengakui kebenaran yang terungkap.

"Bodoh!" Jennie tertawa terbahak-bahak sambil masih mengoceh dalam keadaan mabuknya, tidak menyadari kekacauan yang baru saja ia ungkapkan. "Semuanya … semua orang bodoh."

Itu adalah sebuah peringatan untuk sadar atas sifat keras kepala dari ketidakpercayaan dan kebenciannya. Itu adalah cara terburuk untuk terbangun dari tidur panjang dan menemukan bahwa semuanya telah hancur sementara kau tidur. Taehyung berdiri di tengah reruntuhan itu, ia berdiri seperti patung tak bernyawa, berulang kali mengulang setiap kata memekakkan telinga yang keluar dari mulut Jennie.

"Tentu saja, Jennie," Jimin memuji sambil menyeringai. "Dan karena kau telah mengungkapkan begitu banyak perbuatan baikmu, mengapa kau tidak juga memberi tahu mereka bagaimana tepatnya Jungkook ditabrak mobil malam itu? Beri tahu mereka bagaimana kau merencanakan semuanya dengan begitu cemerlang."

"Putriku mabuk dan jelas-jelas sedang tidak sadar!" Yonshik berteriak membela diri ketika Jennie sekali lagi menjawab dengan senang hati. "Kau tidak akan bisa membuktikan apa pun dari apa yang dia katakan sekarang."

"Oh, tapi sayangnya aku sudah mengumpulkan cukup banyak saksi, menangkap orang-orang yang disewa putri kesayanganmu untuk melakukan pekerjaan kotornya. Butuh waktu yang lama, tapi akhirnya aku bisa membuktikan dengan lengkap semua yang telah dia lakukan padaku dan Jungkook," kata Jimin dengan marah. "Bahkan, polisi akan segera tiba sekarang."

Bersambung

Pembalasan dimulai🧐

LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang