20

722 76 14
                                    

Karena bab2 sebelumnya banyak yg nangis, aku akan beri sedikit pencerahan🤭

Happy Reading💜

***

Rasanya seperti berdiri di tengah persimpangan jalan, di mana ada banyak kejahatan bersemayam.

Keberanian Jungkook malam itu dengan mengatakan bahwa dia serius dengan Theo telah tersangkut di pikiran Taehyung seperti paku menyiksa yang tidak akan hilang atau membiarkan ia melupakannya.

Ia mulai memukul meja dan meneriaki karyawannya yang tidak tahu apa-apa. Bahkan wiski yang memabukkan tidak cukup untuk mengurangi rasa sakit di dadanya.

Ia dibuat frustrasi oleh pesta pertunangan yang semakin dekat. Saat ia tak sengaja menjawab panggilan telepon Jennie, gadis itu tak henti-hentinya menanyakan mengapa dia tidak mengangkat panggilannya, hal itu membuat ia ingin meninju wajah seseorang. Jika bukan demi bisnisnya, maka ia akan dengan senang hati mengusir Jennie. Tapi itu tidak mungkin. Memiliki utang yang besar kepada Yonshik telah menjadi belenggu baginya.

Apakah sisa hidupnya akan seperti ini?

Dan Taehyung tidak bisa melupakan tentang Jungkook, percakapan dengan gadis itu entah kenapa membuatnya lelah. Dulu sangat berbeda, semuanya begitu mudah dengan gadis itu, sampai wajah aslinya itu terungkap.

Di depan cermin di pintu lemarinya, Taehyung memasang kancing terakhir kemejanya. Akhirnya tibalah malam pesta pertunangannya. Ia memastikan untuk menjaga ekspresinya tetap terhindar dari emosi yang kini tengah menghantuinya.

Mengambil kunci mobil dari meja samping, ia baru saja berbalik ketika buku-buku jarinya secara tidak sengaja mengenai vas kosong. Bahkan sebelum ia bisa bereaksi, vas itu jatuh ke lantai, dan saat pecahan kaca berserakan di sekitar kakinya yang tertutup sepatu … perasaan gelisah tiba-tiba menghampirinya, itu seperti sebuah firasat buruk. Seolah sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi.

***

Jungkook berdiri di depan cermin dan menatap bayangannya. Gaun biru tua setinggi lutut memeluk tubuhnya dengan sempurna. Ia tidak memakai aksesoris apa pun, tapi rambut yang menjuntai di bahunya mengisi kekosongan itu.

Sama sekali tidak ada yang akan mengundang perhatian dalam pakaiannya malam ini, dan itulah yang sebenarnya ia harapkan.

Ia menghela napas sebelum berbalik dari bayangannya, senyum yang ia coba perlihatkan di bibirnya tidak banyak mengurangi kelelahan di matanya.

Muntah-muntah, kantuk dan sesak napas membuat hari-harinya semakin buruk. Diperkirakan kesehatannya tidak akan membaik kedepannya, efek samping kemoterapi muncul lebih cepat dari yang ia duga. Ia sudah harus makan makanan hambar demi sistem pencernaannya yang semakin memburuk.

Di atas semua itu, perjuangan untuk mengendalikan emosinya menjadi tugas yang cukup berat.

Setiap menit, sejak Taehyung memberinya surat cerai dan undangan ke pesta pertunangannya, ia terus bertanya-tanya, bagaimana mungkin pria itu bisa melupakannya begitu cepat. Itu adalah rahasia yang sangat ingin ia ungkap. Karena jelas ia masih terjebak dalam kehancuran.

Jungkook mengambil dompetnya, dan kemudian, dengan ragu meraih surat cerai yang telah ia tandatangani.

Ia memutuskan akan menyerahkan surat-surat itu kepada Taehyung di malam yang sama dari langkahnya menuju masa depan dengan wanita yang telah dipilihnya, sama seperti saat pria itu memberinya surat cerai dan undangan sekaligus. Selain itu, ia berpikir perceraian akan menjadi hadiah terbaik yang bisa ia berikan pada Taehyung.

Ia berjalan keluar dari kamarnya dan melewati lukisan hijau yang tergantung di dinding, Theo memajangnya di sana beberapa waktu lalu dengan mengatakan bahwa hijau baik untuk kesehatan. Warna hijau akan menghibur matanya. Ya, itu benar, tapi ia tidak berharap warna hijau akan menyebabkan keajaiban di mana tumor mematikan itu akhirnya akan menghilang dari tubuhnya.

LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang