25

794 82 9
                                    

Udah sedia tisu 'kan?

Happy reading 💜

***

Jimin berdiri sambil bersandar ke dinding, jauh dari pemandangan mengerikan yaitu Taehyung. Ia tidak repot-repot untuk menatap pria itu, bahkan tidak sedetik pun. Jika bisa, ia akan membunuh Taehyung dengan tangan kosong sejak awal. Taehyung pantas menerima hukuman paling berat di dunia ini. Tapi bukan waktunya untuk memikirkan pria menyedihkan itu, dia tidak sepadan. Karena, yang lebih penting di sini adalah Jungkook yang terjebak dalam pertempuran untuk bertahan hidup di dalam ICU dan agar ia tidak diusir dari rumah sakit di saat yang genting ini oleh pihak keamanan.

Pintu kaca menuju ke ruangan itu tampak menakutkan dan penuh harapan pada saat yang bersamaan.

Pintu itu dibuka dan ditutup terus-menerus saat dokter, perawat, dan banyak pasien lain keluar-masuk. Mata Jimin mengikuti semua orang dan mendarat ke pemandangan dari balik kaca, selama tiga jam terakhir ia berdoa dalam diam

Hati Baekhyun penuh dengan rasa bersalah, putranya telah membuat keputusan yang salah, dan dirinya juga telah memperburuk keadaan. Kehancuran itu dimulai dengan keraguan Taehyung, dan dirinya menambahkan lebih banyak racun.

Baekhyun menempatkan tangannya dengan lembut di bahu Taehyung, tapi tidak ada jawaban. Hatinya menangis melihat putranya dalam kondisi seperti itu, hatinya menangis dalam penyesalan karena tidak mempercayai gadis yang pernah ia anggap sebagai putrinya. Ibu macam apa dia? Di mana dia ketika putrinya sangat membutuhkannya? Kebutaannya yang telah membuatnya meninggalkan jiwa yang tidak bersalah itu.

"Tae."

Taehyung mengedipkan matanya sekali dan beberapa tetes air mata lolos dari sana, ia tidak repot-repot menyekanya. Sambil menempatkan tangannya di atas tangan ibunya, ia menepisnya dari bahunya dengan lembut. Ia tidak menatap ibunya, karena ia tahu ia tidak pantas mendapatkan kasih sayang.

Monster seperti dirinya pantas untuk dibakar dalam api yang ia ciptakan sendiri.

Satu jam lagi berlalu. Dan tiba-tiba Dokter Jung keluar.

Jimin menegakkan tubuh dan berjalan ke arahnya dengan tergesa-gesa. "Dokter?"

Taehyung tersadar dari lamunannya dan ketika ia menyadari bahwa dokter telah keluar, ia berdiri dalam sekejap mata. Ia berjalan melewati Jimin dan berdiri di depan dokter.

"Dokter, bagaimana keadaan, Jungkook? Katakan padaku apa dia baik-baik saja?" Taehyung bertanya dengan suara panik. 

Jimin juga berdiri di samping Taehyung menunggu dengan napas tertahan. 

"Kenapa Anda tidak mengatakan apa-apa?" suara Taehyung tercekat saat dokter itu terdiam seolah mencari kata-kata yang tepat. "Ju-Jungkook baik-baik saja 'kan?" ia tergagap karena ia takut bertanya tentang Jungkook, ia takut mendengar apa pun yang bisa saja membuat hatinya hancur.

Bagaimana jika dia tidak bisa bertemu Jungkook lagi? Bagaimana jika dia tidak bisa mendengar suaranya lagi? Bagaimana jika … Tidak!

Jimin memalingkan wajahnya ke sisi lain dengan jijik. Sangat memuakkan—melihat Jungkook yang telah disebut wanita murahan dari seorang suami yang bertingkah seolah ia sangat peduli padanya. Namun, situasi saat ini sangat kacau dan Jimin menahan keinginannya untuk melumpuhkan pria itu. Ia justru bertatap muka dengan Yoongi yang —meskipun ada kekhawatiran di wajahnya, ia menatap Jimin dan Taehyung dengan bingung.  

"Ini adalah operasi yang sangat berisiko," kata Dokter Jung sambil mengernyit. "Kami menghilangkan sebanyak mungkin jaringan ganas, tapi beberapa kali kami tidak dapat melanjutkannya karena jaringan otak normal mulai menghalangi. Dan … kami kehilangan denyut nadinya selama hampir satu menit,  untungnya kami berhasil menghidupkannya kembali."

Wajah Taehyung memucat, setiap sel tubuhnya menjadi mati rasa saat dokter mengungkapkan lebih dan lebih.

Dokter itu menambahkan setelah jeda, "tujuh jam berikutnya akan sangat penting baginya, jika dia tidak sadar sampai saat itu—" Bibirnya menipis menjadi garis lurus. "Dengan begitu saya minta maaf untuk mengatakan bahwa mungkin saja dia tidak akan pernah bangun lagi. Dia akan mengalami koma."

Tidak pernah bangun lagi. 

Mengalami koma.

Saat kata-kata itu meresap ke dalam otak Taehyung, ia kehilangan kendali.

Berkobar dalam kemarahan, ia melangkah maju. "Beraninya Anda mengatakan itu?! Seharusnya Anda yang mengobatinya!"

Matanya merah dan ia benar-benar kehilangan akal sehatnya. Suara tangisan Baekhyun dan Yoongi di samping hanya menambah pusaran api yang berkecamuk di benaknya.

Dokter hanya mengangkat alis dan tetap bungkam. Jelas, kemarahan kerabat setelah mendengar berita buruk bukanlah hal baru baginya.

Namun Jimin berbeda. Tidak mungkin lagi baginya untuk terus bertahan dalam situasi yang menyebalkan ini. Ia mendorong Taehyung menjauh dari dokter dan mengangkat tinju untuk memukul keras wajahnya. Tapi ia mengurungkan niatnya. Ia menatap wajah Taehyung lama dan melihat mata pria itu meneriakkan rasa bersalah, rasa sakit dan ketakutan. Sambil mendengus, Jimin menyisir rambutnya dengan tangan.

Hukuman apa yang lebih besar dari ini?

Taehyung merosot kembali ke dinding di belakangnya, menutupi wajahnya dengan tangannya.

***

Taehyung menatap ke luar jendela kaca ruang tunggu di depan ICU. Baekhyun pergi beberapa jam yang lalu.

Beberapa saat yang lalu Jimin pergi ke arah kantin, alasan kekesalannya tidak sulit ditebak. Itu karena tanda tangan Taehyung ada di semua formulir yang disediakan rumah sakit sejak mereka tiba bersama Jungkook, pria itu bahkan telah mengisi namanya sebagai suami di surat persetujuan untuk operasi.

Sekarang Taehyung menjadi satu-satunya orang yang dapat masuk di depan kaca ICU.

"Kau adalah pria brengsek itu?!" Yoongi terkesiap dan kemudian menggeram. Ia menuntut agar Taehyung diusir dari sana, protes itu berubah menjadi sia-sia ketika sekuritas terlibat. Pihak berwenang hanya mempertimbangkan tanda tangan di formulir.

Setelah itu, Yoongi pergi dengan ponsel yang menempel di telinganya juga. Taehyung menebak, gadis itu sedang menelepon Theo.

Taehyung menghela napas. Ia bersyukur bisa tinggal di sini dan sedekat ini dengan Jungkook sambil menunggunya bangun, atau ia tidak tahu apa yang akan ia lakukan. Ia tahu ia tidak pantas berada di sini. Tapi dia tidak akan pergi ke mana-mana sampai Jungkook sadar. Jika itu berarti ia harus menerima hinaan dari teman-teman Jungkook dan terus diingatkan tentang betapa tidak pentingnya keberadaannya di dunia ini, maka tak apa. Semua itu memang benar.

"Aku tahu," bisiknya sambil menatap langit yang gelap, fajar sebentar lagi akan menembus kegelapan, ia berharap itu akan mengembalikan cahayanya juga. "Aku tahu aku tidak berhak berdiri di hadapan-Mu dan berdoa. Tapi aku harus melakukannya," gumamnya. "Akulah yang bersalah di sini 'kan? Akulah monster di sini. Lalu mengapa Kau menghukumnya sejauh ini?"

Ia menoleh ke samping sebentar, ke arah Jungkook yang sedang tidur nyenyak di seprai putih, kepalanya ditutupi perban putih, wajahnya ditutupi masker oksigen. Ia terlihat sangat rapuh. Sungguh memilukan —pandangannya terpikat pada begitu banyak mesin yang terus-menerus membuktikan eksistensi gadis itu, namun juga menunjukkan kehidupannya yang terus berkurang.

Taehyung menyeka cairan bening di wajahnya dengan lengan kemejanya.

Tidak. Sebenarnya, dialah yang dihukum di sini. Tuhan menghukumnya dengan upaya untuk membawa Jungkook pergi dengan cara yang tidak akan pernah bisa ia jangkau lagi.

"Jangan lakukan ini, kumohon, jangan bawa dia," suaranya keluar lebih kecil dari bisikan. "Aku mohon. Apa saja, tapi jangan ini! Kumohon."

Bersambung

Terimakasih sudah mampir, jangan lupa vote dan komennya🤭

LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang