41

635 48 5
                                    

Selamat malam dan happy reading 💜

***

Keesokan paginya, matahari bersinar terang, menyebarkan kesan bahwa tidak ada kejahatan di mana pun di dunia. Tapi Jungkook tahu dengan baik, di balik tabir cahaya yang menyilaukan mata ini terdapat lapisan kegelapan, mengintai langkah terburu-buru berikutnya dari mangsa yang tidak sadar.

Dan di siang hari yang penuh khayalan ini, Taehyung mengikutinya setiap kali ia keluar dari apartemennya. Dan dia memilih untuk tetap bungkam atas tindakan pria itu. Taehyung tahu bahwa Jungkook mengetahuinya. Keduanya tetap bungkam, seolah-olah ada kesepakatan yang tak terucapkan di antara mereka.

Jungkook tetap diam karena tatapan aneh di balik ketenangan dalam tatapan Taehyung. Ia sangat mengenal pria itu untuk mengetahui bahwa emosi itu ada di sana.

Sejak lama ia sudah mahir membaca pikiran Taehyung, seperti sebuah buku, dalam terangnya dan juga dalam kegelapannya. Keadaan telah mengubah banyak hal, tapi ia menyadari bahwa beberapa hal masih sama.

Ia pernah terluka, hancur, dan babak belur di masa lalu, tapi itu tidak lantas membuatnya menjadi orang yang jahat. Terutama ketika hatinya telah menjadi milik orang yang sama sejak lama.

Selain itu, dia percaya, tidak ada gunanya memberikan luka kepada seseorang yang sudah berdarah begitu banyak.

Jungkook berjalan ke pintu apartemen Theo, menarik napas dan kemudian mengetuknya pelan.

Wajah seorang wanita, mungkin berusia akhir lima puluhan, mengintip dari celah pintu yang terbuka sedikit pada awalnya dan kemudian terbuka lebar.

Jungkook tidak pernah tahu bahwa kerutan bisa terlihat begitu indah pada seseorang. Kerutan di wajah wanita itu menambah karakter pada kulitnya dan garis tawa di sekitar mata dan bibirnya membuatnya terlihat ramah.

Ada beberapa orang langka di dunia ini, yang ketika kau bersamanya maka kau akan merasa nyaman menjadi dirimu sendiri. Orang-orang ini adalah tempat beristirahat terbaik dari dunia yang kacau. Ibu Theo adalah salah satunya, Jungkook mengetahuinya dalam beberapa menit selanjutnya ketika wanita itu membawanya ke dalam apartemen Theo. Dengan bingung, Jungkook duduk di seberang Theo di meja makannya dengan ibunya yang ceria berbicara dengan penuh semangat di depan sepiring kue yang baru dipanggang dan teh yang mengepul.

"Anda telah mengajari Theo dengan baik," kata Jungkook sambil tersenyum. "Dia memasak seperti seorang chef profesional."

Jungkook menyaksikan dengan geli ketika telinga Theo berubah memerah. Namun, ibunya mengedipkan mata, tampak bangga.

"Aku tahu, Nak, aku sudah membesarkannya dengan baik. Sekarang hidupku akan lengkap hanya jika dia menikah dengan seorang gadis manis, dan menghasilkan cucu-cucu yang telah lama aku impikan setiap malam."

"Ibu!" seru Theo, rona merah muda dengan cepat menjalari pipinya.

Jungkook tersenyum lebar, jelas menikmati percakapan itu. "Itu pasti akan sangat menyenangkan," komentarnya bercanda.

Tapi kemudian, baik Theo dan ibunya berbagi pandangan kecil, wajah mereka berubah serius dalam sesaat.

Jungkook menatap tangannya, setengah mencelupkan kue ke dalam cangkir tehnya. Dia sendiri tidak menyadari gerakannya itu. Itu adalah kebiasaannya saat masih kecil, dan dia melakukannya di waktu yang salah.

Dengan wajah malu dia mengangkat kue yang menetes dan kue itu pecah menjadi dua hingga jatuh ke dalam teh, percikannya sedikit mengenainya. Ia menyaksikan dengan ngeri saat potongan kue yang meleleh perlahan tenggelam.

Dia berdehem mendengar tawa di sekelilingnya.

"Tidak apa-apa, Nak," terdengar suara menenangkan ibu Theo. "Tidak ada yang salah dengan menjadi diri sendiri, jadi kau tidak perlu takut akan hal itu."

Theo bersandar ke sandaran kursinya untuk menyamankan diri, tersenyum pada Jungkook sambil menatap gadis itu.

"Saya tidak takut," kata Jungkook, meraih kue lain dan mencelupkannya ke dalam teh untuk cara dan rasa yang dia sukai.

Ibu Theo bertepuk tangan. "Itu bagus."

Beberapa saat kemudian, ketika Theo mengantar Jungkook keluar, mereka berhenti di dekat pintu yang terkunci.

"Jadi," Theo melirik ke arah dapur tempat ibunya berada setelah mengucapkan selamat tinggal pada Jungkook. "Kau akan menghadiri sidang kasus berikutnya?"

Jungkook mengangguk. "Ya. Pengacara menyelamatkanku. Dia menghadirkan saksi dan bukti. Bagaimanapun juga, aku hanya berharap itu akan menjadi sidang terakhir. Aku tidak sabar menunggu  wanita itu untuk mendapatkan hukuman yang setimpal atas semua yang telah dia lakukan padaku," dia berhenti sejenak, menghela napas gemetar, melirik ke sebelah kanan sejenak. "Untuk Taehyung …, dan untuk kita."

Matanya kembali terfokus pada wajah Theo dan mendengarnya berkata, "wanita keji itu akan mendapatkan apa yang pantas dia dapatkan, Kook, dan ayahnya juga."

Jungkook setuju, ia tersenyum penuh harapan.

Masa lalunya tidak bisa meracuni hatinya meskipun telah menghancurkannya, tapi itu telah menguatkannya dengan cara yang mulai dia pahami sekarang, sedikit demi sedikit.

***

Setelah mengunjungi apartemen Theo, Jungkook pergi ke butik, bertekad untuk tidak membiarkan Yoongi melakukan semua pekerjaan sendiri. Tidak peduli seberapa banyak Yoongi menunjukkan dirinya sebagai orang yang kuat, Jungkook tahu bahwa di balik cangkang keras itu masih ada seorang wanita yang sangat lembut dan sensitif.

Semakin keras cangkangnya, semakin lunak intinya.

Saat hampir pukul delapan, dan di luar semakin gelap, Yoongi mengusir Jungkook dari butik, menuntut agar ia pulang sekarang.

"Apa kau lupa bahwa kau akan menjalani sesi radio terapi besok malam? Kau harus menghemat energimu, Kook. Atau apakah kau ingin aku menelepon Theo?"

Dan setalah mendengar ancaman itu, Jungkook meninggalkan butik. Yoongi sudah menelepon taksi. Tapi seperti biasa, butuh waktu lumayan lama untuk menunggu hingga taksi tiba.

Jungkook mengusap lengannya sambil berdiri di trotoar. Hawa dingin sedikit menusuk kulitnya. Karena masalah kesehatannya, dia terlalu mudah kedinginan. Dr. Jung sudah mengatakan bahwa itu akan menjadi konstan sampai tubuhnya benar-benar pulih.

Ia menoleh ke kiri dan ke kanan, bertanya-tanya apakah Taehyung masih ada. Lalu dia menghembuskan napas. Taehyung mungkin menjaga jarak di antara mereka, melakukan yang terbaik agar tidak ketahuan.

Anehnya, itu terasa seperti permainan petak umpet. Dan itu adalah permainan yang pasti akan berakhir setelah mereka membuat kasus yang kuat pada Yonshik. Taehyung akan kembali ke Seoul, dan hidupnya akan terus berjalan, tanpa pria itu.

Ia sedang menghela napas, ketika tiba-tiba, ia melihat sesosok muncul dari bayang-bayang gang beberapa meter jauhnya. Alisnya bertaut dan tubuhnya menegang. Intuisinya berteriak bahwa itu mungkin penjahat. Dan intuisi itu terbukti tepat ketika wajah Yonshik muncul di hadapannya di bawah sorotan lampu jalan.

Kerutan di keningnya mengendur dan tergantikan oleh matanya yang melebar karena terkejut.

"Kau …," Jungkook tergagap pelan. "Kau … seharusnya berada dalam tahanan."

Ia ketakutan melihat bibir Yonshik melengkung menjadi senyum jahat.

"Kejutan!" kata Yonshik. "Aku mendapatkan jaminan dan itu cukup bagiku untuk membalas dendam pada wanita yang bertanggung jawab atas kehancuran putriku." 

Mata Jungkook mengikuti tangan Yonshik yang meraih mantelnya dan mengeluarkan pistol, membuatnya terkesiap.

"Aku sendiri yang harus menyelesaikan tugas ini." Matanya berkilat jahat.

Jungkook mengambil langkah mundur meskipun dia tahu dia tidak akan pernah bisa lebih cepat dari peluru.

Bersambung

LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang