24

773 78 15
                                    

Happy Reading 💜

***

Paramedis harus benar-benar bergulat dengan Taehyung yang histeris dari tubuh Jungkook yang lemas. Dan Yoongi yang panik kemudian melemparkan segelas air ke wajah Taehyung agar pria itu kembali sadar.

Untunglah Yoongi belum tahu apa hubungan Taehyung yang sebenarnya dengan Jungkook. Kalau tidak, ia mungkin akan melemparkan air raksa, bukan air mineral.

Seolah seperti sebuah mimpi buruk yang berlalu begitu lambat saat mereka tiba di rumah sakit mengikuti ambulans dengan mobilnya. Melihat tubuh Taehyung yang sangat gemetar, Yoongi menawarkan untuk mengemudi dan diterima oleh Taehyung tanpa kata-kata.

Yoongi menyaksikan saat paramedis membawa Jungkook, masker oksigen menutupi setengah wajahnya. Rambutnya kusut, kulitnya pucat kecuali sebagian besar tubuhnya yang terdapat darah mengering. Matanya memerah saat melihat pemandangan itu.

Saat perawat meributkan Jungkook dalam keadaan darurat, seorang dokter muncul dengan cepat dan Yoongi mulai berbicara dengan panik padanya.

Taehyung seperti patung di sana sambil mengisi formulir, melihat tirai biru diseret di sekitar tempat tidur Jungkook, mendengarkan saat dokter berbicara.

"Kami perlu melakukan pemindaian CT dan MRI untuk melihat status tumor di otaknya, sepertinya sel kanker telah berkembang jauh lebih cepat dari yang kami duga."

"A-apa yang akan terjadi sekarang?" Yoongi terdengar panik.

"Kami hanya bisa mengatakan sesuatu dengan pasti setelah mempelajari hasil scan," jawab dokter dengan tergesa-gesa.

"Kemoterapi gagal, obat kemo tidak dapat mengecilkan tumornya. Mungkin, operasi langsung adalah satu-satunya cara sekarang, tapi itu hanya jika CT scan dan MRI melaporkan dengan pasti bahwa prosedur itu tidak akan membahayakan bagian penting dari otaknya karena itu bisa berarti koma, kelumpuhan atau bahkan kematian dalam kasus itu."

Tumor otak. Sel kanker. Kemoterapi. Operasi. Kematian.

Rasanya bumi berhenti berputar. Kata-kata itu tertinggal begitu saja di udara tanpa adanya gravitasi, dan kata-kata itu berputar-putar di sekitar Taehyung tanpa henti. Itu terdengar masuk akal tapi pada saat yang sama, itu tidak masuk akal.

Tidak. Tidak mungkin. Dia pasti salah dengar! Tapi bahkan upayanya untuk menyangkal pun gagal.

Selama ini, ketika ia sibuk membenci gadis itu dan membuat hidupnya sengsara dengan kesombongannya, Jungkook menderita kanker mematikan.

Perawat merebut formulir itu dari cengkeraman Taehyung saat pria itu membeku di meja resepsionis tepat di seberang tempat Jungkook berada di dalam tirai, tersembunyi darinya.

Tinjunya mengepal di sisi tubuhnya saat kemarahan pada dirinya sendiri menguasainya. Seharusnya dia yang berada di posisi itu, bukan Jungkook.

Seharusnya dia yang menderita kanker, bukan Jungkook. Dialah yang bersalah di sini, bukan Jungkook. Tapi Jungkook yang justru harus mengalami situasi itu.

Taehyung merasa mual, dadanya sesak, hidungnya mengembuskan napas panas.

Berlari ke kamar kecil, ia memuntahkan semua isi perutnya. Air mata menetes di pipinya saat perasaan putus asa melingkupinya bukan hanya karena penderitaan fisik tapi juga jiwanya.

***

Menatap dinding putih sejak dua jam yang lalu, Taehyung memikirkan lagi tentang dirinya yang telah menghancurkan semua warna hidupnya sendiri. Jungkook telah memasuki hidupnya seperti pelangi yang indah di langit setelah hujan lebat. Ia telah merubah pelangi itu menjadi kegelapan hanya karena rasa tidak amannya sendiri. Hal yang telah menghiasi harinya dibuang olehnya dengan cara yang paling menyedihkan. Ia tidak pernah pantas mendapatkan Jungkook, namun gadis itu diberikan kepadanya, namun Jungkook memilihnya, Jungkook mencintainya.

LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang